
Uji Protein
ABSTRACT
Protein is a macronutrient that is essential to building muscle mass and it is important in our life. The purpose in the protein test is to identify the presence of protein in the sample and to know the reactions that occur in the protein. The tests on this protein include biuret test, ninhydrin test, precipitation formation test with acid and alkali, precipitation formation test with heavy metal salt, denaturation and coagulation test, isoelectric point test, and salting out. The results of the protein test howed that the sample bioret samples of albumin and urea showed positive results. The ninhydrin test on albumin samples showed positive results while in urea showed negative results. The protein is amphoteric so it can form a salt with both acid and base either a soluble or insoluble salt in water. The addition of salt or heavy metals to proteins causes some of the deposited proteins and those that do not. Coagulation and denaturation at pH 5-5,98 casein samples are clumps indicating coagulation while denaturation occurs at pH 4.5 since the sample has hardened which means the albumin has been denatured or damaged. Determination of isolelectric point on casein shows its isoelectric point at pH 4.
Keywords: biuret,
coagulation, denaturation, ninhydrin, protein
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan protein memegang
peranan yang penting. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik
karena adanya enzim, suatu protein berfungsi sebagai biokatalis. Disamping itu
hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau erittrosit yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen ke seluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein.
Demikian pula zat-zat yang berperan untuk melawan bakteri penyakit atau yang
disebut antigen juga suatu protein (Poedjiadi, 2009).
Protein mengontrol sifat sel dan juga
mendukung struktur molekulnya. Sedang fungsi protein dalam tubuh seperti fungsi
struktur, sintesis glukosa, mengatur fungsi, menyediakan energi, fungsi protein
dalam struktur, mulai dari sel-sel individu sampai struktur tubuh secara
keseluruhan, kulit, rambut, dan otot terbentuk sebagian beasr oleh protein.
Fungsi protein didalam mengatur fungsi tubuh yaitu enzim (merupakan
katalisator), transport molekul didalam darah dan sel-sel, sistem imun (sebagai
pembentuk antibodi), hormon (contoh: hormon insulin, GH), molekul yang membantu
kontraksi otot, keseimbangan cairan, keseimbangan asam dan transmisi syaraf
(Page, 1997).
Protein dapat dibagi menjadi dua
golongan utama berdasarkan bentuk dan sifat-sifat tertentu, yaitu protein
globuler dan protein serabut. Pada protein globuler, rantai polipeptida
berlipat-lipat rapat menjadi bentuk globuler atau bulat padat. Sedangkan
protein serabut merupakan molekul serabut panjang dengan rantai polipeptida
yang memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk globuler
(Lehninger, 1997).
Protein tersusun atas asam amino-asam
amino, yang diikat oleh ikatan peptida. Pengadaan dan penyediaan asam amino
terjadi amat penting oleh karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan
penyusun protein. Kemampuan jasad hidup untuk membentuk asam amino tidak
sama. Asam amino digolongkan de dalam
asam amino non-esensial adalah alanin, prolin, glisin, serin, sistein, tirosin,
asparagin, glutamin, asam aspartat, dan asam glutamat. Jasad hidup tingkat
tinggi tidak dapat mensintesa asam amino esensial. Mekanisme reaksi
pembentukanya disusun dari biosintesa asam tersebut adalah valin, leusin,
isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin, treonin, ornitin, arginin,
histidin (Martoharsono, 2000).
Menurut Lehninger (1997), Ada beberapa
metode pengujian protein yaitu:
1. Uji
Biuret adalah salah satu cara pengujian yang memberikan hasil positif pada
senyawa-senyawa yang memiliki ikatan peptida. Pengujiannya dapat dilakukan
dengan cara berikut. Larutan yang mengandung protein ditetesi larutan NaOH,
kemudian diberi beberapa tetes larutan CuSO4 encer. Terbentuknya
warna ungu, menunjukkan hasil positif adanya protein.
2. Uji Xantoprotein,
Pengujian ini memberikan hasil positif terhadap asam amino yang mengandung
cincin benzena, seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan. Cara pengujiannya
yaitu Ke dalam protein ini ditambahkan asam nitrat pekat sehingga terbentuk
endapan putih karena terjadi proses nitrasi terhadap cincin benzena. Jika
dipanaskan, warna putih tersebut akan berubah menjadi kuning.
3. Uji
Millon, Pengujian ini memberikan hasil positif terhada protein yang mengandung
asam amino yang memiliki gugus fenol, misalnya tirosin. Pereaksi Millon terdiri
atasa larutan merkuro nitrat dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Protein
dengan pereaksi Millon akan membentuk endapan putih. Jika dipanaskan, warnanya
berubah menjadi merah.
Selain itu uji umum untuk protein dan
asam amino adalah uji Ninhidrin. Ninhidrin merupakan hidrat dari triketon
siklik dan jika bereaksi dengan asam amino akan menghasilkan warna violet (Hart, 1990). Semua asam amino atau peptida
yang mengandung asam α-amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk
senyawa kompleks berwarna biru atau ungu Ruhemann. Namun, prolin dan
hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna kuning (Nursanti dan Yasid, 2006).
Denaturasi adalah proses yang mengubah
struktur molekul tanpa memutuskan ikatan kovalen. Proses ini bersifat khusus
untuk protein dan mempengaruhi protein yang berlainan dan sampai yang tingkat
berbeda pula. Denaturasi dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang paling
penting adalah bahan, pH, garam, dan pengaruh permukaan. Denaturasi biasanya dibarengi
oleh hilangnya aktivitas biologi dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat
fisika dan fungsi seperti kelarutan (De man,1989).
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia
sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan.
Protein dapat mengalami koagulasi bila dipanaskan pada suhu 50oC
atau lebih. Koagulasi terjadi apabila larutan protein berada pada titik
isoelektriknya yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan
negatifnya sehingga saling menetralkan yang menyebabkan kelarutan protein
sangat menurun atau mengendap. Koagulasi protein dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain pemanasan, asam, enzim, dan perlakuan mekanis (Gaman,
1994).
Salting out dapat dipakai untuk memisahkan protein dalam campuran, karena tiap jenis protein mempunyai respons yang berbeda pula terhadap konsentrasi garam netral. Temperatur, dalam batas-batas tertentu mempengaruhi kelarutan protein (Wirahadikusumah, 1981).
Tujuan dalam uji protein untuk mengidentifikasi adanya protein dalam sampel serta mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi dalam pada protein. Uji-uji pada protein ini meliputi uji biuret, uji ninhidrin, uji pembentukan endapan dengan asam dan alkali, uji pembentukan endapan dengan garam dari logam berat, uji denaturasi dan koagulasi, uji titik isoelektris, dan salting out.
BAHAN
DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan antara lain batang pengaduk, hot plate, neraca analitik, penjepit
kayu, penangas air, pipet tetes, spatula dan tabung reaksi.
Bahan
yang digunakan antara lain, albumin
2%, ammonium sulfat asam asetat glasial, asam asetat 0,1 N, asam asetat 0,01N,
aseton, CuSO4 0,1%, gelatin 2%, FeCl3 0,2%, HgCl2
0,2%, larutan biuret, larutan ninhidrin, NaOH 10%, PbAc 0,2% dan urea.
Uji Biuret
Disiapkan 2 buah tabung yang ke dalamnya dimasukkan 1 mL albumin
2% atau urea dan ditambahkan lagi 1mL NaOH 10% lalu keduanya diaduk kuat-kuat.
Selanjutnya, ditambahkan 1 tetes CuSO4 0,1% dan dikocok kembali. Bila sudah
terlihat adanya endapanmerah ungu, ditambahkan kembali CuSO4 0,1% tetes demi
tetes sampai adanya pembentukan warna (maksitnal 10 tetes). Terakhir,
dimastikkan sedikit urea kedalam tabung reaksi dan dipanaskan dengan hati-hati.
Uji Ninhidrin
Disiapkan 2 buah tabung yang ke dalamnya dimasukkan 1 mL albumin
2% atau urea, ditambahkan 0,1 M buffer asetat yang pHnya 5 serta 20 tetes 0,1%
larutan ninhidrin dalam aseton. Selanjutnya dilakukan pemanasan dalam penangas
air dan diperhatikan warna yang timbul.
Pembentukan Endapan dengan
Asam dan Alkali
Disiapkan dan dibersihkan 3 buah tabung reaksi.
Setelah itu, ke dalam tabung reaksi dimasukkan 1mL larutan albumin atau gelatin
2%. Pada tabung ke 1 ditarnbahkan HC1 pekat tetes demi tetes dan diperhatikan
perubahan apa yang terjadi. Tabung ini kemudian didiamkan selama 90 menit dan
kembali diamati perubahan apa yang terjadi. Langkah selanjutnya, tabung reaksi
ini dikocok dengan hati-hati dan dipanaskan Lalu diperhatikan kembali perubahan
yang terjadi. Langkah diatas diulangi dengan perlakuan pada sampel yang berbeda
yaitu asam asetat glasial pada tabung reaksi kedua dan larutan NaOH pada tabung
reaksi ketiga. Terakhir, setelah seluruhnya telah dilakukan diamati perbedaan
pengaruhnya terhadap pengendapan protein dalam larutan tersebut.
Pembentukan Endapan dengan
Garam dari Logam Berat
Disiapkan dan
dibersihkan tabung reaksi yang ke dalam tabung reaksi tersebut, dimasukkan 1mL
larutan albumin 0,2% atau gelatin, kemudian ditambahkan 1arutan 0,2% CuSO4
tetes demi tetes hingga terbentuk endapan. Terakhir, diamati perubahan yang
terjadi. Diulangi lagi percobaan ini dengan larutan FeCl3 0,2%, HgC12 0,2%, ZnAc 0,2% dan PbAc
0,2%.
Denaturasi
dan Koagulasi
Disiapkan dan
dibersihkan 5 buah tabung reaksi yang kedalam tabung reaksi tersebut,
masing-masing dimasukkan 1 ml larutan kasein 0,5% dan ditainbahkan l mL larutan
buffer asetat dari setiap pH kemudian dikocok kuat-kuat. Terakhir diamati
perubahan yang terjadi.
Titik Isoelektris
Disiapkan dan dibersihkan 10 tabung reaksi. Disisi lain,
disiapkan larutan kasein dengan diawali oleh penimbangan padatan kasein murni
sebanyak 0,3 gram. Setelah itu, ditambahkan NaOH sebanyak 25 mL dan dipanaskan
hingga mencapai suhu 40oC. Lalu, setelah larutan ini jadi, pada
masing-masing tabung reaksi diisi akuades dan dipipet kedalamnya 10 mL larutan
kasein dan ditunggu 2 menit untuk setelah itu diamati perubahannya.
Salting Out
Dipanaskan 1
mL larutan alburnin pada suhu sekitar 40°C. Setelah itu ditambahkan padatan
amonimun sulfat hingga mencapai titik kejenuhan. Jika terbentuk endapan di
pinggir tabung, harus dilakukan pengadukan dan disaring menggunakkan kertas
saring. Tes filtrat dengan pereaksi biuret, ditambahkan NaOH dan periksa dengan
kertas lakmus. Terakhir, dibandingkan percobaan ini dengan menggunakkan NaCl.,
MgSO4, dan Na2SO3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Biuret
Kel |
Sampel |
Perubahan Warna |
+/- |
1,2,3 |
Albumin |
Bagian atas berwarna ungu Bagian bawah terdapat pada endapan bening |
+ |
4,5,6 |
Urea tidak dipanaskan |
Ungu Bening |
+ |
7,8,9,10 |
Urea dipanaskan |
Ungu Bening |
+ |
Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2017
Hasil praktikum menunjukkan pada sampel urea dan
albumin hasilnya positif. Reaksi biuret positif untuk semua jenis protein dan
hasil-hasil antara hidrolisisnya jika masih mempunyai dua atau lebih ikatan
peptida, dan negatif untuk asam amino (Sumardjo, 2006). Albumin dan urea
mempunyai ikatan peptida sehingga hasil praktikum menunjukkan hasil yang
positif.
Reagen biuret terbuat dari natrium hidroksida (NaOH) dan tembaga (II) sulfat, bersama dengan kalium natrium tartrat. Penambahan reagen biuret bertujuan agar ion Cu2+ dari CuSO4 dalam suasana basa akan berekasi dengan ikatan – ikatan peptida yang menyusun protein. Warna yang dihasilkan adalah warna ungu. Semakin pekat warna ungu yang terbentuk menandakan semakin banyak ikatan peptida suatu sampel. Rekasi negetif terhadap asam amino, karena asam amino tidak memiliki ikatan peptida (Bintang, 2010). Penambahan larutan NaOH pada larutan protein tersebut yaitu sebagai katalis yang berfungsi untuk menghancurkan atau memecahkan protein sedangkan Kalium Natrium tartrat ditambahkan untuk kompleks dan menyetabilkan ion kupri.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Ninhidrin
Kel |
Sampel |
Perubahan
Warna |
+/- |
1 |
Albumin |
Bagian
bawah putih Bagian
atas ungu |
+ |
2 |
Albumin |
Bagian
bawah putih Bagian
atas ungu |
+ |
3 |
Albumin |
Bagian
bawah putih Bagian
atas ungu |
+ |
4 |
Albumin |
Bagian
bawah putih Bagian
atas ungu |
+ |
5 |
Albumin |
Bagian
bawah putih Bagian
atas ungu |
+ |
6 |
Urea |
Tetap
tidak berwarna (bening) |
- |
7 |
Urea |
Tetap
tidak berwarna (bening) |
- |
8 |
Urea |
Tetap
tidak berwarna (bening) |
- |
9 |
Urea yang dipanaskan |
Tidak
berubah (bening) |
- |
10 |
Urea yang dipanaskan |
Tidak
berubah (bening) |
- |
Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2017
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembentukan Endapan dengan Asam dan Alkali
Kel |
Perlakuan |
Setelah ditambahkan |
Setelah 90 menit |
Setelah pemanasan |
1 |
H2SO4 1N |
Bening kekuningan |
Putih keruh, tidak ada endapan |
Putih susu, ada gumpalan putih, ada gelembung |
2 |
KOH 0,5 N |
Bening padat |
Bening padat |
Bening kekuningan, dibawahnya menggumpal |
3 |
NaOH 4 N |
Bening kekuningan |
Bening kekuningan, tidak ada endapan |
Kuning, tidak ada endapan |
4 |
Asam asetat glasial |
Bening kekuningan |
Bening kekuningan, ada gumpalan di tengah larutan |
Bening, ada gumpalan putih di bawah larutan ada gelembung |
5 |
HCl pekat |
Bening kekuningan, ada gumpalan putih |
Bening kekuningan, ada gumpalan putih |
Menggumpal seluruhnya |
6 |
H2SO4 1N |
Bening |
Bening, tidak ada endapan |
Bening, tidak ada endapan |
7 |
KOH 0,5 N |
Bening |
Bening, tidak ada endapan |
Bening, tidak ada endapan |
8 |
NaOH 4 N |
Bening |
Bening, tidak ada endapan |
Bening, tidak ada endapan |
9 |
Asam asetat glasial |
Bening |
Bening, tidak ada endapan |
Bening, tidak ada endapan |
10 |
HCl pekat |
Bening |
Bening, tidak ada endapan |
Bening, tidak ada endapan |
Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2017
Protein terdiri dari asam amino. Asam amino mempunyai gugus positif dan gugus negatif yang dapat menjadikannya besifat amfoter atau dikenal dengan istilah zwitterion. Zwitterion membuat asam amino menjadi sangat polar sehingga sangat larut di dalam air. Jika asam ditambahkan ke dalam zwitterion, gugus COO- yang terion akan menerima proton dan menghasilkan COOH yang tidak terdisosiasi. Muatan keseluruhan asam amino akan menjadi positif, dikarenakan adanya NH3+. Sama halnya, jika basa ditambahkan ke dalam zwitterion, NH3+ (yang merupakan asam konjugasi NH) akan berfungsi sebagai asam dan memberikan protonnya kepada basa. Muatan keseluruhan asam amino akan menjadi negatif dengan adanya COO- yang terion. Oleh karena itu, asam amino akan terion pada semua nilai pH. Asam amino akan bermuatan positif pada pH rendah, negatif pada pH tinggi, dan bersifat zwitterion pada pH netral (Cairns, 2004).
Sifat amfoter pada protein ini menyebabkan protein dapat
bereaksi dengan asam maupun basa membentuk garam. Garam yang dihasilkan ini
dapat berupa garam yang larut dalam air maupun tidak.
Tabel
4. Hasil Pengamatan Pembentukan Endapan dengan Garam
dan Logam Berat
Kel. |
Larutan |
Sebelum |
Sesudah |
1 |
PbAc |
Bening, tidak ada endapan |
Endapan putih |
2 |
CuSO4 |
Bening, tidak ada endapan |
Endapan putih kehijauan |
3 |
FeCl3 |
Berbusa kental, putih, kekuningan |
Endapan orange di atas, larutan putih di bawah, berbusa |
4 |
HgCl2 |
Bening, tidak ada endapan |
Larutan berwarna orange muda sekilas, endapan putih, letak endapan
melayang |
5 |
ZnAc |
Bening, tidak ada endapan |
Larutan berwarma putih dengan adanya endapan putih di atas |
6 |
PbAc |
Bening, tidak ada endapan |
Tidak ada endapan putih, ada selaput dan bening |
7 |
CuSO4 |
Bening, tidak ada endapan |
Endapan putih |
8 |
FeCl3 |
Bening, tidak ada endapan, kental |
Larutan berwarna orange mudah, endapan pada dinging |
9 |
HgCl |
Bening, tidak ada endapan |
Tidak terbentuk endapan |
10 |
ZnAc |
Bening, tidak ada endapan |
Bening tidak ada endapan |
Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2017
Hasil praktikum menunjukkan pada penambahan garam
atau logam berat ada protein yang terendapkan ada juga yang tidak. Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat
akan terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin yang terkoagulasi setelah
ditambahkan AgNO3 dan (CH3COO)2Pb.
Senyawa-senyawa logam tersebut akan memutuskan jembatan garam dan berikatan
dengan protein membentuk endapan logam proteinat. Protein juga mengendap bila
terdapat garam-garam anorganik dengan konsentrasi yang tinggi dalam larutan
protein. Berbeda dengan logam berat, garam-garam anorganik mengendapkan protein
karena kemampuan ion garam terhidrasi sehingga berkompetisi dengan protein
untuk mengikat air (Sri, 2012).
Pengendapan protein dengan cara penambahan garam didasarkan
pada pengaruh yang berbeda daripada penambahan garam tersebut pada kelarutan
protein globuler (Wirahadikusumah, 1981). Lebih lanjut Lenhinger (1997) menjelaskan bahwa
pada umumnya dengan meningkatnya kekuatan ion, kelarutan protein semakin besar,
tetapi setelah mencapai titik tertentu kekuatannya justru akan semakin menurun.
Pada kekuatan ion rendah gugus protein yang terionisasi dikelilingi oleh ion
lawan sehingga terjadinya interaksi antar protein, dan akibatnya kelarutan
protein akan menurun.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Denaturasi dan Koagulasi Protein
Kel |
Buffer |
0’ |
5’ |
15’ |
Setelah dipanaskan |
1 |
4,00 |
Bening, ada gumpalan putih |
Bening, ada gumpalan putih di tengah larutan |
Bening, ada gumpalan putih semakin kental |
Bening, ada gumpalan putih, ada gelembung |
2 |
4,50 |
Bening, ada gumpalan putih |
Bening, ada gumpalan putih |
Bening, ada gumpalan putih |
Putih mengeras |
3 |
5,00 |
Bening, ada gumpalan putih |
Bening, ada gumpalan |
Bening, ada gumpalan |
Putih, ada gumpalan |
4 |
5,20 |
Bening, terdapat 2 lapisan |
Bening, ada gumpalan seperti kapas |
Bening, ada gumpalan |
Tidak ada gelembung, berbusa |
5 |
5,98 |
Bening, ada gelembung di atasnya |
Bening, gelembung bertambah |
Bening, tidak ada perubahan |
Kental dan kaku |
6 |
4,00 |
Bening, ada gumpalan putih |
Bening, ada gumpalan putih |
Bening, ada gumpalan putih, ada gelembung |
Bening, tidak ada gumpalan |
7 |
4,50 |
Bening, ada gumpalan |
Bening, ada gumpalan |
Bening, ada gumpalan |
Bening, tidak ada gumpalan, tidak ada gelembung |
8 |
5,00 |
Bening |
Bening, ada gumpalan putih kecil |
Bening, ada gumpalan putih semakin banyak |
Bening, tidak ada gumpalan |
9 |
5,20 |
Bening, ada gumpalan, ada gelembung |
Bening, ada gumpalan putih, ada gelembung |
Bening, ada gumpalan putih, ada gelembung |
Bening, tidak ada gumpalan, tidak ada gelembung |
10 |
5,98 |
Bening, ada gumpalan putih, ada gelembung |
Bening, ada gumpalan putih, ada gelembung |
Bening, ada gumpalan putih, ada gelembung |
Bening, tidak ada gumpalan, tidak ada gelembung |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tujuan dari uji ini ini adalah
untuk mengetahui proses perubahan konformasi struktur tiga dimensi dari protein
akibat denaturasi dan mengetahui proses koagulasi protein saat mencapai titik
isoelektriknya. Uji ini merupakan uji kualitatif. Penggumpalan protein biasanya
didahului oleh proses denaturasi. Buffer asetat
berfungsi untuk mempercepat proses koagulasi. Sedangkan penambahan HCl dan NaOH
untuk mendenaturasi protein sehinnga koagulasi terbentuk sedikit saja.
Pemanasan berfungsi untuk mempercepat reaksi. Reaksi positif adalah terbentuknya
koagulasi. Protein terkoagulasi karena hasil denaturasi protein oleh panas atau
alkohol. Penggumpalan juga dapat terjadi karena aktivitas enzim proteolitik.
Koagulasi terjadi apabila asam amino berada pada titik isoelektrik (Poedjiadi,
1994).
Koagulasi terjadi apabila larutan protein
berada pada titik isoelektriknya yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama
dengan jumlah muatan negatifnya sehingga saling menetralkan yang menyebabkan
kelarutan protein sangat menurun atau mengendap
(Gaman, 1994). Terlihat pada pH 5-5,98 terdapat gumpalan yang menandakan
terjadinya koagulasi sedangkan denaturasi terjadi pada pH 4,5 karena sampel
telah mengeras yang artinya albuminnya telah terdenaturasi ataupun rusak.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Titik Isoelektrik
Tabung |
10’ |
20’ |
1 |
Tidak ada perubahan |
Tidak ada perubahan |
2 |
Bening, agak keruh, cair, tidak ada endapan |
Tidak ada perubahan |
3 |
Putih, keruh, cair, tidak ada endapan |
Tidak ada perubahan |
4 |
Putih, keruh, cair, ada endapan |
Putih, keruh, cair, ada endapan |
5 |
Putih, keruh, cair, ada endapan |
Putih, keruh, cair, tidak ada endapan |
6 |
Putih, keruh, cair, tidak ada endapan |
Putih, keruh, cair, tidak ada endapan |
7 |
Putih, keruh, cair, tidak ada endapan |
Putih, keruh, cair, tidak ada endapan |
8 |
Putih, agak keruh, cair, tidak ada endapan |
Putih, keruh, cair, tidak ada endapan |
9 |
Bening, cair, tidak ada endapan |
Bening, cair, tidak ada endapan |
10 |
Bening, cair, tidak ada endapan |
Bening, cair, ada gelembung-gelembung kecil |
Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2017
Titik isoelektrik adalah pH pada saat protein memiliki
kelarutan terendah dan mudah membentuk agregat dan mudah diendapkan
(Sudarmadji, 1997). Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang
berbeda di dalam air. Variable yang mempengaruhi kelarutan ini dalah pH,
kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut
dan temperature. Setiap protein mempunyai pH isoelektrik, dimana pada pH
isoelekrik tersebut molekul protein mempunyai daya kelarutan yang minimum. Lenhinger (1997) menjelaskan bahwa
perubahan pH akan mengubah ionisasi gugus fungsional protein, yang berarti pula
mengubah muatan protein. Protein akan mengendap pada titik isoelektriknya,
yaitu titik yang menunjukkan muatan total protein sama dengan nol (0), sehingga
interaksi antar protein menjadi maksimum.
Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang
berbeda dalam air. Pada umumnya molekul protein mempunyai daya kelarutan
minimum pada pH isoelektriknya. Pada pH isoelektriknya beberapa protein akan
mengendap dari larutan, sehingga dengan cara pengaturan pH larutan,
masing-masing protein dalam campuran dapat dipisahkan satu dari yang lainnya
dengan teknik yang disebut pengendapan isoelektrik (Patong, dkk., 2012).
Berdasarkan hasil praktikum larutan yang terdapat
endapannya yaitu pada pH 4, yang artinya titik isolektrik pada kasein yakni
pada pH 4.
Tabel 7. Hasil Pengamatan Salting Out
Kel. |
Sampel |
Padatan |
Endapan |
Lakmus |
Filtrat |
1 |
Albumin |
NaOH |
(-) |
Biru |
Putih keruh |
2 |
Albumin |
NaCl |
(-) |
Biru |
Biru |
3 |
Albumin |
MgSO4 |
(-) |
Biru |
Bening |
4 |
Albumin |
Na2SO4 |
(-) |
Biru |
Biru |
5 |
Albumin |
NaOH |
(-) |
Biru |
Biru bening |
6 |
Gelatin |
NaOH |
(-) |
Biru |
Ungu muda |
7 |
Gelatin |
NaCl |
(-) |
Biru |
Bening |
8 |
Gelatin |
MgSO4 |
(-) |
Biru |
Ungu muda |
9 |
Gelatin |
NaSO4 |
(-) |
Biru |
Bening |
10 |
Gelatin |
NaCl |
(-) |
Biru |
Bening |
Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2017
Bila suatu larutan protein ditambahkan garam, daya
larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan.
Peristiwa ini disebut salting out. (NH4)2SO4
dalam percobaan ini berperan sebagai garam yang akan mengendapkan protein. Uji
salting out, kebanyakan protein tidak larut dalam larutan garam yang pekat
dan mengendap atau didesak ke luar dari larutan dalam keadaan tidak berubah.
Prinsip ini digunakan untuk memisahkan protein dari campuran senyawa lain.
Campuran tersebut dilarutkan dalam larutan garam yang pekat seperti garam
dapur, natrium sulfat, dan amonium sulfat. Proteinnya mengendap dan dapat
dipisah dengan menyaring, kemudian proteinnya dimurnikan dengan cara dialysis
(Tarigan, 1986).
Pada uji salting out ini dilakukan uji biuret. Hal
ini dilakukan untuk membuktikan dan memperjelas bahwa ada senyawa protein dalam
suatu bahan (ikatan peptida) yang akan membentuk senyawa ungu dengan ion positif
dari larutan biuret. Bila hasil filtrat menunjukkan warna biru atau ungu
artinya masih terdapat protein didalam filtrat. Hasil salting out
dikatakan berhasil apabila pada filtrat sudah tidak ada lagi protein yang
melarut karena bila suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein
akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan (Tarigan 1986).
KESIMPULAN
Hasil praktikum uji protein menunjukkan pada uji biuret sampel albumin
dan urea menunjukkan hasil positif. Uji ninhidrin pada sampel albumin
menunjukkan hasil positif sedangkan pada urea menunjukkan hasil yang negatif.
Protein bersifat amfoter sehingga dapat membentuk garam dengan asam maupun basa
baik itu garam yang larut atau tidak larut dalam air. Penambahan garam atau logam
berat pada protein menyebabkan ada protein yang terendapkan ada juga yang
tidak. Koagulasi dan denaturasi pada pH 5-5,98 sampel kasein
terdapat gumpalan yang menandakan terjadinya koagulasi sedangkan denaturasi
terjadi pada pH 4,5 karena sampel telah mengeras yang artinya albuminnya telah
terdenaturasi ataupun rusak. Penentuan titik isolelektrik pada kasein
menunjukkan titik isoelektriknya ada pada pH 4.
DAFTAR PUSTAKA
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian.
Erlangga, Jakarta
Cairns,
Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
De man, M. John. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Martoharsono, S. 2000. Biokimia Jilid 2. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Gaman, P .M. 1994. Ilmu Pangan. UGM-Press, Yogyakarta.
Hart, H. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat.
Erlangga, Jakarta.
Lenhinger, L. A. 1997. Priciples of Biochemistry.
Worth Publisher Inc., Marryland.
Nielsen, S. Suzanne. 2003. Food Analysis 3rd Edition.
Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York.
Nursanti, L. dan Yazid, E. 2006. Penuntun Praktikum
Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Andi, Yogyakarta.
Page, D.S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga,
Jakarta.
Patong, A.R., dkk.. 2012. Biokimia Dasar. Lembah
Harapan Press, Makassar.
Poedjiadi, A. dkk. 2009. Dasar-dasar Biokimia.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Ramakrishnan, dkk. 2001. Textbook of Medical
Biochemistry Third Edition. Orient Longman Private Limited, Hivatnagar.
Sudarmadji S, dkk. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan
Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta.
Tarigan, Ponis. 1986. Kimia Organik Bahan Makanan.
Alumni, Bandung.
Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia : Proteine, Enzima
& Asam Nukleat. ITB, Bandung.
PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa hubungi aku lewat ig ya
Tidak ada komentar: