
Cara Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dalam Pengolahan Sayuran dan Buah-buahan
ABSTRACT
When peeling and cutting fruit a few moments later this fruit becomes
brown colored, in food science, the phenomenon is called browning. The purpose
of this practice to known the best way to prevent enzymatic browning. Based on
the results of the practice of prevention of enzymatic browning in the
processing of vegetables and fruits obtained results that enzymatic browning on
fruits and vegetables are cut with an iron blade faster than a stainless steel
knife. The best method of preventing enzymatic browning by reducing contact
with O2 to immerse the fruit
into a solution of salt> sugar> aquadest. The best way to disable the PFO
enzyme is to immerse the fruit into a solution of bisulfite> citric acid>
ascorbic acid> blanshing. Browning is not visible on carrot.
Keywords: blanshing,
browning, enzymatic browning, polyphenol oxidase
PENDAHULUAN
Buah-buahan dan sayuran merupakan
bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan. Seringkali saat mengupas dan
memotong buah beberapa saat kemudian buah tersebut menjadi bewarna coklat.
Dalam ilmu pangan, gejala itu dinamai browning atau
pencoklatan. Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah dikupas
disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim polyphenol oxidase (PPO). untuk
mencegah terbentuknya warna coklat pada buah-buah itu, kita dapat melakukannya
dengan cara blanshing, pemanasan atau perlakuan lainnya.
Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi
pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi
pada buah dan sayur yang mengalami proses fisiologis yang disebabkan oleh
adanya reaksi antara oksigen dan enzim fenolase dan polifeniloksidase (Cheng dan
Crisosto, 1995).
Pencoklatan enzimatis pada bahan
pangan memiliki dampak menguntungkan dan juga dampak yang merugikan. Reaksi
pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor yang terbentuk.
Dampak yang menguntungkan, misalnya enzim polifenol oksidase bertanggung jawab
terhadap karakteristik warna coklat keemasan pada buah-buahan yang telah
dikeringkan seperti kismis, buah prem dan buah ara. Dampak merugikannya adalah
mengurangi kualitas produk bahan pangan segar sehingga dapat menurunkan nilai
ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika memotong buah apel atau pisang. Selang
beberapa saat, bagian yang dipotong tersebut akan berubah warna menjadi coklat
(Afoakwa , 2012).
Enzim polyphenoloxidase dan
peroksidase berpengaruh besar terhadap buah dan sayur dan memiliki peranan
penting terhadap reaksi katalis oksidatif dalam pembentukan pigmen coklat.
Biokimia strukturnya secara internasional digambarkan bahwa poliphenolase
sebagai oksigen oksidorediktase. Karena tingginya kandungan phenolic pada buah
seperti apel, pear, pisang, dll. Polyphenoloksidase merupakan stimulasi
(penyebab) utama terjadinya pencoklatan setelah pengupasan atau pengirisan dan
selama proses pengolahan. Walaupun pencoklatan pada irisan buah dianggap tidak
menyenangkan atau menguntungkan dan berbagai perlakuan yang telah
ditemukanuntuk menghambat aktivitas enzim. Produk seperti teh, coklat, dan kopi
tetap mengandalkan aktivitas poliphenoloksidase untuk memperbaiki warna dan
aromanya. Enzim peroksidase (donor H2O2, oksidoreduktase)
mampu mentransfer oksigen dari berbagai sumber peroksidase yang terkandung
dalam buah dan sayuran yang dihasilkan oleh pigmen pencoklatan dan mungkin juga
bereaksi dengan polifenoloksidase dalam buah (Ishak, 2009).
Blansing merupakan suatu cara pemanasan
pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu
kurang dari 100°C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap.
Proses blansing termasuk ke dalam porses termal dan umumnya membutuhkan suhu
berkisar 75° - 95°C selama 10 menit. Tujuan Blansing adalah untuk menginaktifan
enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari
mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati (Tjahjadi dkk, 2008)
Tujuan dilakukannya praktikum kali ini
untuk mengetahui cara pencegahan pencoklatan enzimatis pada buah dan sayuran
dan membandingkannya sebelum dilakukan perlakuan sehingga dapat diketahui cara
manakah yang terbaik.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu gas, kompor gas, mangkok kecil,
panci, pisau besi, pisau stainless steel, piring kecil dan talenan.
Bahan yang digunakan yaitu air, apel, asam askorbat, asam
sitrat, aquades, larutan garam, larutan gula, dan larutan natrium bisulfit.
Pencegahan
Pencoklatan Enzimatis dengan Mengurangi Kontak dengan Peralatan Pengolahan Besi
Satu
sampel dipotong 2x1 cm sebanyak 2 buah dengan pisau besi dan dengan pisau stainless
steel. Didiamkan selama 15 menit, setelah itu amati kedua potongan buah
tersebut. Kemudian dilakukan hal yang sama pada 4 sampel lainnya.
Pencegahan
Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Mengurangi Kontak dengan O2
Sampel
dipotong 2x1 cm sebanyak 4 buah dengan
pisau stainless steel setelah itu dimasukkan pada mangkok kosong,
mangkok yang berisi akuades, mangkok yang berisi larutan gula, dan mangkok yang
berisi larutan garam. Kemudian dilakukan hal yang sama pada 4 sampel lainnya.
Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara
Menonaktifkan Enzim Polifenol Oksidase
Sampel
dipotong 2x1 cm sebanyak 6 buah dengan
pisau stainless steel setelah itu dimasukkan pada mangkok kosong,
mangkok yang berisi asam sitrat, mangkok yang berisi larutan asam askorbat, dan
mangkok yang berisi larutan natrium bisulfit. 2 potongan buah lainnya
masing-masing direbus dan dikukus (perlakuan blanshing). Kemudian
dilakukan hal yang sama pada 4 sampel lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pencegahan
Pencoklatan Enzimatis dengan Mengurangi Kontak dengan Peralatan Pengolahan Besi
Buah yang dipotong dengan pisau stainless steel akan
lebih lama mengalami reaksi pencoklatan enzimatis dibandingkan dengan pisau
besi karena karena pisau stainless steel adalah jenis pisau besi yang
dilapisi baja tahan asam dan basa sehingga tidak mudah berkarat karena tidak
mudah mengalami oksidasi. Pencoklatan buah disebabkan adanya polifenol oksidase
yang mengkatalisis terjadinya oksidasi antar polifenol dengan udara dan dapat
dihambat dengan antioksidan. Dengan adanya kontak logam dengan daging buah apel
yang mengandung tannin yang semula tidak berwarna, menyebabkan perubahan warna
yang lebih gelap. Kontak dengan besi akan memudahkan terjadinya oksidasi yang
berujung pada pencoklatan atau browning, selain itu kecepatan
browning juga dipengaruhi oleh luas permukaan pemotongan buah. Pada saat
percobaan, apel yang dipotong dengan pisau besi permukaannya lebih luas
sehingga browning lebih lambat (Lilian, 1973).
Pisau besi terbuat dari besi yang mengandung senyawa Fe3+
dan Cu2+, sedangkan stainless steel terbuat dari baja. Fe3+
dan Cu2+ cenderung lebih reaktif apabila bertemu dengan oksigen dan
dapat mempengaruhi senyawa fenolase. Reaksi awal yang melibatkan konversi
senyawa fenol menjadi quinon tergantung dari keberadaan enzim fenolase, gugus Cu2+,
gugus Fe3+, dan oksigen. Fenolase kompleks dapat dibagi menjadi dua
tipe reaksi yaitu fenol hidroksilase dan polifenol oksidase. Senyawa yang
sering terbentuk karena bersentuhannya dengan besi dan tembaga adalah polifenol
oksidase. Reaksi ini dapat menyebabkan warna coklat karena adanya pelepasam
hydrogen untuk membentuk senyawa dopakrom berwarna merah yang mempunyai cincin
heterosiklik yang berasal dari rantai sisi asam amino karboksilat. Dopakrom
selanjutnya mengalami polimerisasi membentuk melanin berwarna coklat
(Tranggono, 1990). Hasil praktikum menunjukkan buah dan sayuran yang dipotong
menggunakan pisau besi mengalami warna lebih coklat dibandingkan yang dipotong
dengan pisau stainless steel.
Pencegahan
Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Mengurangi Kontak dengan O2
Ketika memotong buah apel atau pisang. Selang beberapa
saat, bagian yang dipotong tersebut akan berubah warna menjadi coklat (Afoakwa
, 2012). Pengurangan oksigen (O2) dalam rendaman air akan mencegah
reaksi pencoklatan, karena air dapat membatasi jumlah oksigen yang kontak
dengan jaringan sampel buah dan sayuran. Semakin minimal jumlah oksigen yang
mengalami kontak langsung dengan sampel maka semakin minimal proses pencoklatan
yang akan terjadi (Friedman, 1996). Hasil
praktikum menunjukkan buah dan sayuran yang tanpa perlakuan menunjukkan
pencoklatan karena terjadi kontak dengan O2.
Cara pencegahan pencoklatan enzimatis dengan pembebasan
oksigen diantaranya adalah direndamnya dalam air. Perendaman dalam air
dimaksudkan untuk mengatur aliran sayuran atau buah sebelum dilakukan blansing.
Buah tau sayuran akan menjadi coklat apabila kontak dengan udara karena
menambah jumlah oksigen yang sebenarnya secara alami sudah ada dalam jaringan
tanaman. Pengeluaran oksigen dari jaringan buah dan sayur cenderung menbuat keadaan
menjadi anaerobiosis. Keadaan ini khusunya terjadi untuk produk pangan yang
disimpan lama akan menghasilkan metabolit abnormal sehingga memungkinkan
kerusakan jaringan (Tranggono, 1990).
Buah dan sayuran yang disimpan pada akuades sedikit
memperlambat pencoklatan enzimatis namun tidak terlihat signifikan pada buah
terong dan apel yang tanpa perlakuan dan sudah diberi akuades tetap sama.
Larutan gula berfungsi untuk menghambat terjadinya
pencoklatan enzimatik karena larutan gula dapat memberikan lapisan atau mantel
sehingga mencegah permukaan buah dapat kontak dengan oksigen. Larutan gula
dapat menurunkan pH lingkungan sehingga enzim PPO ini menjadi inaktif. Semakin
tinggi konsistensi pemanis dalam suatu larutan menyebabkan pH menurun, hal ini
disebabkan karena gula mempunyai sifat cooling effect (Winarno, 1997).
Hasil praktikum menunjukkan perlakuan sampel setelah ditambahkan larutan gula
masih mengalami penurunan mutu kecuali pada wortel akan tetapi penurunan
mutunya masih lebih baik dibandingkan tanpa perlakuan.
Perendaman dengan air garam dilakukan untuk mencegah sampel
buah dan sayur agar tidak kontak dengan oksigen sehingga tidak terbentuk
senyawa polifenol oksidase (fenolase). NaCl menghambat browning dengan
cara menurunkan pH pada wortel dan nanas sehingga mencegah terjadinya browning.
Garam juga dapat digunakan untuk meningkatkan cita rasa dari sampel (Friedman,
1996). Hasil praktikum menunjukkan perlakuan sampel setelah ditambahkan larutan
garam pada kentang, apel dan wortel terjadi penurunan mutu dari segi warna yang
lebih baik dibandingkan tanpa perlakuan, sedangkan pada terong dan nanas
setelah ditambahkan larutan garam dan dengan tanpa perlakuan hasilnya sama.
Pencegahan
Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Menonaktifkan Enzim Polifenol Oksidase
Adapun cara konvensional yang biasa dilakukan adalah
perlakuan perendaman bahan pangan dalam air, larutan asam sitrat maupun larutan sulfit (Afoakwa , 2012).
Larutan
sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis
maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet. Pada browning
non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada
pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah
timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan
mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis
oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan racun bagi enzim,
dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan disulfida
enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Dengan
terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat melakukan
metabolisme dan akhirnya akan mati.
Warna
pada sampel saat sebelum dan sesudah diberi perlakuan penambahan sulfit
cenderung sama bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Artinya penambahan
sulfit cukup efektif untuk mencegah pencoklatan enzimatis.
Asam
sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga gugus
karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon
di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat
asam dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan.
Asidulan dapat bertindak sebagai
penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai.
Sifat senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai
pengawet. Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah
teroksidasi dan dapat digunakan sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah
berubah menjadi berwarna coklat. Ini sebabnya mengapa bila potongan apel
direndam sebentar dalam jus lemon, warna putih khas apel akan lebih tahan lama.
Asam ini ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan menurunkan pH manisan yang
cenderung sedang sampai di bawah 4,5. dengan turunnya pH maka kemungkinan
mikroba berbahaya yang tumbuh semakin kecil. Selain itu pH yang rendah akan
mendisosiasi sulfit dan benzoat menjadi molekul-molekul yang aktif dan efektif
menghambat mikroorganisme (Winarno, 1997).
Warna pada sampel saat sebelum dan sesudah diberi
perlakuan penambahan asam sitrat cenderung sama bila dibandingkan dengan tanpa
perlakuan. Artinya penambahan asam sitrat cukup efektif untuk mencegah
pencoklatan enzimatis.
Vitamin
C merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai percursor
untuk membentuk warna coklat nonenzimatik. Vitamin C ini banyak pada
buah-buahan berwarna orange. Dalam suasana asam, cincin lakton asam
dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa
diketogulonat (Winarno, 1997). Asam askorbat atau vitamin c dan asam askorbat
dapat pula dijadikan sebagai pencegahan pencoklatan enzimatis dengan
menonaktifkan enzim polifenoloksidase. Hal ini dapat terjadi karena vitamin c
dapat memberikan sifat entiseptis dan menunda oksidasi dengan kuinon
(Tranggono, 1990).
Warna
pada sampel tanpa perlakuan dan sesudah diberi perlakuan penambahan asam sitrat
cenderung sama bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Artinya penambahan
asam askorbat tidak efektif untuk mencegah pencoklatan enzimatis.
Enzim
umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC enzim mulai
terdenaturasi dan pada suhu 60 ºC mengalami dekomposisi. Blanching dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pemanasan secara langsung dengan air panas (Hot
Water Blanching) atau dengan menggunakan uap (Steam blanching).
Blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang memungkinkan perubahan
warna, tekstur, cita rasa bahan pangan (Aoyama et al., 2007).
Blansing
yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah blansing dengan air panas dan
dengan uap air panas. Blansing dengan
air panas (hot water blanshing) Metode blansing ini hampir sama dengan
proses perebusan. Metode ini cukup efisien, namun memiliki kekurangan yaitu
kehilangan komponen bahan pangan yang mudah larut dalam air serta bahan yang
tidak tahan panas. Blansing dengan uap air panas (steam blanshing).
Blansing dengan metode ini paling sering diterapkan. Metode ini mengurangi
kehilangan komponen yang tidak tahan panas (Buckle dkk, 2004). Buah dan sayur
setelah dilakukan proses blanshing umumnya menjadi melunak dan masih
terjadi pencoklatan.
Pencoklatan
enzimatis tidak terlihat pada sampel wortel, hal ini diduga karena pada wortel
tidak terdapat enzim PFO yang menyebabkan pencoklatan enzimatis sehingga
pencoklatan tidak terjadi.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil praktikum cara pencegahan pencoklatan enzimatis dalam pengolahan sayuran
dan buah-buahan didapatkan hasil bahwa pencoklatan enzimatis pada buah dan
sayur yang dipotong dengan pisau besi lebih cepat daripada pisau stainless
steel. Cara pencegahan pencoklatan enzimatis dengan mengurangi kontak
dengan O2 paling efektif terdapat pada dicelupkannya buah ke dalam
larutan garam>gula>akuades. Cara yang paling baik untuk menonaktifkan
enzim PFO terdapat pada dicelupkannya buah ke dalam larutan bisulfit>asam
sitrat>asam askorbat>dilakukannya blanshing. Pencoklatan enzimatis tidak tampak pada bahan
wortel.
DAFTAR PUSTAKA
Afoakwa,
E. 2010. Chocolate Science and Technology. Wiley-Blackwell. UK.
Aoyama
S., dkk. 2007. Antioxidant Activity And Flavonoid Content of Welsh Onion (Allium
fistulosum) and The Effect of Termal Treatment. Food Sci. Technol.
Res 2007; 13:67-72.
Buckle,
K.A., dkk. 2004. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta.
Cheng,
G.W. dan Crisosto. 1995. Browning Potential, Phenolic Composition, and
Polyphenoloxidase Activity of Buffer Extracts of Peach and Nectarine Skin
Tissue. Journal of the American Society for Horticultural Science 120: 835-838.
Friedman,
M. 1996. Food Browning and Its Prevention: An Overview. J. Agric. Food
Chem. 44(3):631.
Ishak,
2009. Penuntun Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan. Universitas
Hasanudin, Makassar.
Lilian,
H. M. 1973. Food Chemistry. East West Press, New Delhi.
Tjahjadi,
C., dkk. 2008. Pengantar Teknologi Pangan : Volume 1. Jurusan Tekonologi
Industri Pangan. Universitas Padjajaran Press: Bandung.
Tranggono,
Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Winarno,
F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya
Tidak ada komentar: