
Spektrofotometri
ABSTRACT
Spectrophotometry is a method to measure how much a
chemical substance absorbs light by measuring the intensity of light as a beam
of light passes through sample solution. The purpose of this practice are to
know how to determine the maximum lamda / wavelength of the commodity, the
determination of the standard curve and the determination of the sample
concentration. Based on practical result, the maximum wavelenght of K2Cr2O7
is 400 nm, the equation of standard curve is y=0.0072x + 0,028 and the
concentration of the sample A, B, C, D and E are 9,80 ppm, 26.37
ppm, 52.04 ppm, 76.34 ppm and 85.04 ppm.
Keywords:maximum
wavelength, spectrophotometer, spechtrophotometry, standard curved
PENDAHULUAN
Spektrofotometri
adalah sebuah metode analisis untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa
berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya.
Untuk mengetahui daya absorbsi suatu larutan, digunakan alat spektofotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu. Istilah spektrofotometri berhubungan dengan pengukuran energi radiasi
yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi
maupun pengukuran panjang absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang
tertentu (Day dan Underwood, 1998).
Spektrofotometer UV-Vis menggunakan cahaya
sebagai tenaga yang mempengaruhi substansi senyawa kimia. Penyerapan sinar
UV-Vis dibatasi pada sejumlah gugus fungsional atau gugus kromofor yang
mengandung elektron valensi dengan tingkat eksutasi rendah. Terkaitnya gugus
kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang
gelombang yang lebih besar dan disertai dengan peningkatan intensitas (Hart,
dkk, 2003).
Spektrofotometer
biasanya menggunakan sinar ultra violet, infra merah, atau cahaya tampak.
Pengukuran absorbansi atau transmitansi suatu system di daerah ultra violet
(UV) digunakan lampu deuterium yang menghasilkan sinar dengan panjang gelombang
190-380 nm. Pengukuran menggunakan sinar tampak menggunakan lampu iodide yang
mampu menghasilkan sinar 380-1000 nm (Huda, 2001). Warna komplementer atau
warna kontras adalah warna yang berkesan berlawan satu dengan lainnya. Warna
kontras bisa didapatkan dari warna yang bersebrangan dan terdiri atas warna
primer dan sekunder. Warna kontras komplementer yang diserap oleh
spektrofotometer dalam bentuk cahaya monokramatik, yakni dua warna yang saling
bersebrangan (memiliki sudut 180 derajat) dengan kontras yang paling kuat
(Goethe, 1995).
Tabel 1. Hubungan Warna yang Diserap dan
Warna yang Diteruskan
Panjang
gelombang (nm)
|
Warna yang
diserap
|
Warna
komplementer
|
400-435
|
Ungu
|
Hijau kekuningan
|
435-480
|
Biru
|
Kuning
|
480-490
|
Biru kehijauan
|
Jingga
|
490-500
|
Hijau kebiruan
|
Merah
|
500-560
|
Hijau
|
Ungu kemerahan
|
560-580
|
Hijau kekuningan
|
Ungu
|
580-595
|
Kuning
|
Biru
|
595-610
|
Jingga
|
Biru kehijauan
|
610-800
|
Merah
|
Hijau
kebiruan
|
(Sumber:
Day dan Underwood, 1998)
Fungsi alat
spektrofotometer dalam laboratorium adalah mengukur transmitans atau absorbans
suatu contoh yang dinyatakan dalam fungsi panjang gelombang. Prinsip kerja
spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada
suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian di
serap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya
yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan
dengan konsentrasi sampel. Studi spektrofotometri dianggap sebagai perluasan
suatu pemeriksaan visual yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Hukum Beer
menyatakan absorbansi cahaya berbanding
lurus dengan dengankonsentrasi dan ketebalan bahan/medium (Miller, 2000)
Ketika
cahaya melewati suatu larutan biomolekul, terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan
pertama adalah cahaya ditangkap dan kemungkinan kedua adalah cahaya
discattering. Bila energi dari cahaya (foton) harus sesuai dengan perbedaan
energi dasar dan energi eksitasi dari molekul tersebut. Proses inilah yang
menjadi dasar pengukuran absorbansi dalam spektrofotometer (Aisyah, 2009).
(Sumber: Sabrina, 2012)
Prinsip
penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-Beer,
yaitu:
Dimana:
A =
Absorbansi dari sampel
T =
Transmitansi
I0
= Intensitas sinar masuk
It
= Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Serapan
molar
b = Tebal
kuvet yang digunakan
C =
Konsentrasi dari sampel
(Tahir,
2009).
Tujuan
dilakukannya praktikum kali ini untuk mengertahui cara penentuan lamda/panjang
gelombang maksimum dari komoditi yang akan dijuji, penentuan kurva standar dan
penentuan konsentrasi sampel.
BAHAN DAN METODE
Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan yaitu bulb,
beaker glass, kuvet, labu ukur, labu semprot, pipet ukur 10 mL,
spektrofotometer dan tabung reaksi.
Bahan yang digunakan yaitu akuades,
alumunium foil dan K2Cr2O7.
Penentuan
Panjang Gelombang Maksimal
Disiapkan larutan sampel dan
dimasukkan ke dalam kuvet. Dimasukkan kuvet ke dalam alat spektrofotometer dan
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400 nm, 420 nm, 440 nm, 460 nm, 480
nm dan 500 nm. Dibuat grafik dengan memplotkan panjang gelombang terhadap
absorbansi sampel, panjang gelombang dengan puncak tertinggi adalah merupakan
panjang gelombang maksimumnya.
Penentuan
Kurva Standar
Dibuat deret standar K2Cr2O7
sebesar 0, 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm. Selanjutnya larutan standar
dimasukkan ke dalam kuvet dan dimasukkan ke dalam spektrofotometer untuk selanjutnya
absorbansi dibaca pada spektrofotometer. Hasil absorbansi yang terbaca pada
alat kemudian dicatat dan dibuat grafik konsentrasi standar terhadap absorbansi
standar.
Penentuan
Konsentrasi Sampel
Dimasukkan sampel ke dalam kuvet dan
dimasukkan ke dalam spektrofotometer untuk selanjutnya absorbansi dibaca pada
spektrofotometer. Nilai absorbansi yang terbaca oleh alat dicatat dan dihitung
dengan cara:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan
Panjang Gelombang Maksimal
Tabel
2. Hasil Pengamatan Penentuan
Panjang Gelombang Maksimal
λ
|
A
|
% T Blanko
|
% T Sampel
|
400
|
0.568
|
100
|
27.4
|
420
|
0.31
|
100
|
49.3
|
440
|
0.301
|
100
|
30.1
|
460
|
0.246
|
100
|
56.8
|
480
|
0.145
|
100
|
71.3
|
500
|
0.061
|
100
|
86.9
|
(Sumber: Dokumentasi
Pribadi, 2017)
Penentuan panjang
gelombang maksimum kali ini dimulai dari panjang gelombang 400-500 nm,
seharusnya dimulai dari 380 nm karena sinar visible pada
spektrofotometer visible dimulai dari panjang gelombang 380 (Huda,
2001), mungkin saja panjang gelombang
maksimumnya terdapat pada panjang gelombang antara 380-400 nm. Selain itu
sesuai dengan Tabel 1, warna hijau kekuningan dan kuning berada pada panjang
gelombang sekitar 400-500 nm.Panjang gelombang maksimum yang didapatkan pada
praktikum kali ini sebesar 400 nm karena pada panjang gelombang 400 nm
didapatkan absorbansi sampel didapati yang paling tinggi atau puncak tertinggi
pada grafik dibandingkan pada panjang gelombang yang lainnya.
Penentuan
Kurva Standar
Tabel
3. Hasil Pengamatan Penentuan
Kurva Standar
Konsentrasi
|
Absorbansi
|
%T
|
0 ppm
|
0.000
|
100
|
20 ppm
|
0.204
|
62.5
|
40 ppm
|
0.321
|
47.7
|
60 ppm
|
0.467
|
34.1
|
80 ppm
|
0.604
|
24.9
|
100 ppm
|
0.745
|
18.0
|
(Sumber: Dokumentasi
Pribadi, 2017)
Larutan standar adalah
larutan yang mempunyai nilai yang sudah disertifikasi, jika ingin menganalisa
larutan standar maka hasilnya harus sesuai atau mendekati nilai yang tertera di
sertifikat pada larutan standar tersebut. Sedangkan blanko adalah metode untuk
mengetahui nilai kosong suatu media ataeu vessel sebelum dilakukan analisa
sampel, dan nantinya dalam metode analisa sampel hasilnya akan dikurangi dengan
nilai blanko (Basset, 1994).
Terdapat dua metode
untuk membuat kurva standar yaitu metode grafik dan metode least square
(Day dan Underwood, 1998). Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini
adalah metode grafik dengan memplotkan
konsentrasi standar terhadap absorbansi.
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa daya absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi
larutan, di mana semakin tinggi konsentrasi, maka semakin tinggi pula daya
serap larutan tersebut terhadap cahaya. Hal ini dikarenakan
konsentrasi mempengaruhi kepekatan warna larutan. Hasil regresi
menunjukkan nilai r yang mendekati 1, di mana semakin mendekati nilai 1 maka
percobaan tersebut semakin akurat. Sehingga dapat dikatakan percobaan dalam
menentukan kurva standar cukup akurat.
Penentuan
Konsentrasi Sampel
Tabel
4. Hasil Pengamatan Penentuan Konsentrasi Sampel
Sampel
|
A
|
%T
|
ppm
|
ppm sebenarnya
|
A
|
0.099
|
79.5
|
9.80
|
10
|
B
|
0.219
|
60.4
|
26.37
|
30
|
C
|
0.405
|
39.4
|
52.04
|
50
|
D
|
0.581
|
26.2
|
76.34
|
70
|
E
|
0.644
|
22.7
|
85.04
|
90
|
(Sumber: Dokumentasi
Pribadi, 2017)
Konsentrasi sampel dalam
suatu larutan sebenarnya dapat ditentukan secara langsung dengan rumus yang
diturunkan dari hukum Lambert Beer. Namun, penentuan konsentrasi dapat pula
dilakukan dengan cara kurva kalibrasi. Cara ini masih bertumpu pada hukum Lambert-Beer
yang menyatakan absorbans berbanding lurus dengan konsentrasi. Untuk penentuan
konsentrasi zat dengan kurva kalibrasi dilakukan dengan cara matching
kuvet, yaitu mencari dua buah kuvet yang memiliki nilai absorbans atau
transmintasi sama atau hampir sama. Dua buah kuvet inilah yang akan digunakan
untuk analisis, satu untuk blanko dan satu untuk sampel. (Sabrina, 2012). Jadi, konsentrasi sampel
dapat dihitung dari persamaan yang didapatkan dari kurva standar.
Hasil konsentrasi antara
ppm hasil praktikum dengan ppm sebenarnya tidak tepat dan masih agak jauh dari
hasil sebenarnya. Kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu pembilasan larutan
di kuvet kurang sehingga sampeln ada yang tercampur dengan larutan pada kuvet
sebelumnya, selain itu pemipetan yang kurang teliti sehingga konsentrasi tidak
didapatkan yang seharusnya. Sebaiknya pipet yang digunakan untuk analisis
spektrofotometri yaitu pipet volumetri karena hasilnhya lebih akurat karena
spektrofotometer merupakan alat instrumen yang sensitif.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil praktikum, panjang gelombang maksimum K2Cr2O7
adalah 400 nm, persamaan kurva standar adalah y = 0,0072x + 0,028 dan
konsentrasi sampel A, B, C, D dan E adalah 9,80 ppm, 26,37 ppm, 52,04 ppm,
76,34 ppm dan 85,04 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah.
2009. Spektrofotometer. Farmasi Universitas Hasannudin, Makasar.
Bassett,
J. 1994. Buku Ajaran Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Day,
R. A dan A. L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga, Jakarta.
Goethe.
1995. Scientific Studies. The Collected Work. 12(1): 57.
Hart,
H., Craine, L.E., dan Hart D.J. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat.
Erlangga, Jakarta.
Huda,
N. 2001. Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometer Uv-Vis GBC 911A Menggunakan
Pewarna Tartrazine Cl 19140. Sigma Epsilon. 1(20): 15-20.
Khopkar,
S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Miller,
J.N. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry 4th
edition. Erlangga, Jakarta.
Sabrina,
dkk. 2012. Perbandingan Metode Spektrofotometri UV-Vis Dan KCKT (Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi) pada Analisis Kadar Asam Benzoat dan Kafein dalam Teh
Kemasan. Jurnal Kimia Universitas Negeri Malang. 2(2):1-12
Tahir,
Hikmal. 2009. Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran Analitik: Aplikasi
pada Penggunaan pH Meter dan Spektrofotometer UV-Vis. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya
Tidak ada komentar: