Pembuatan Reagen



ABSTRACT

          Larutan merupakan campuran homogen antara pelarut atau solvent dan zat terlarut atau solute. Pembuatan reagen bertujuan untuk membuat pereaksi yang diperlukan dalam menganalisis suatu sampe agar proses analisis berjalan dengan lancar. Hasil akhir larutannya alkohol 95% netral bewarna merah muda berbayang. Larutan asam asetat 0,1 N, larutan asam asetat glasial:kloroform (3:2), larutan buffer asetat pH 6 merupakan larutan tak bewarna namun berbau menyengat. Larutan CuSO4 0,1%, larutan gula 1%, larutan HgCl2 0,1 %, indikator PP 1%, larutan KOH 0,1 N, larutan NaOH 1 N, larutan NaOH 10%, larutan Na-tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, larutan Ninhidrin 0,1%, dan larutan Seliwanoff merupakan larutan tak bewarna dan larutan garam jenuh merupakan larutan yang bewarna agak keruh.

Keywords: analisis, larutan, pelarut, reagen, zat terlarut


PENDAHULUAN

          Dalam melaksanakan analisis kimia baik itu kualitatif ataupun kuantitatif diperlukan bahan-bahan untuk menguji suatu sampel. Bahan-bahan tersebut yakni disebut sebagai pereaksi atau reagen yang umumnya berbentuk sebagai suatu larutan. Dalam praktiknya tidak semua yang digunakan dalam bentuk murninya, akan tetapi digunakan dalam konsentrasi yang lebih rendah lewat pengenceran. Semua itu tergantung dari kebutuhan pereaksi yang akan digunakan nantinya untuk suatu analis.
          Menurut Utami (2007), larutan merupakan campuran homogen antara pelarut atau solvent (jumlahnya lebih banyak) dan zat terlarut atau solute (jumlahnya sedikit). Zat-zat pembentuk campuran homogen bercampur secara merata, tidak dapat dibedakan, serba sama, tidak memiliki bidang batas, dan mempunyai sifat yang sama di seluruh bagian. Komposisi solvent dan solute dalam larutan dinyatakan sebagai konsentrasi larutan, dan untuk proses pencampuran solvent dan solute dalam larutan disebut proses solvasi. Sedangkan menurut Brady (1999), larutan adalah campuran molekul (atom atau ion dalam beberapa hal), biasanya molekul-molekul pelarut agak berjauhan dalam larutan dibanding dalam pelarut murni.
          Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol amoniak, kloroform, benzena, minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak disebutkan (Gunawan, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu temperatur, sifat pelarut, efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks dan lain-lain (Khopkar, 2003).
          Larutan buffer adalah semua larutan yang pHnya dapat dikatakan tetap walaupun ditambahkan sedikit asam atau sedikit basa. Biasanya larutan buffer mengandung asam lemah beserta basa lemah konjugatnya dalam konsentrasi yang hampir sama. Larutan buffer berperan besar dalam mengontrol kelarutan ion-ion dalm larutan sekaligus mempertahankan pH dalam proses biokimia dan fisiologis (Oxtoby, 2001).
          Berdasarkan literatur Soemanto (2000), sifat fisik asam asetat adalah memiliki aroma bau asam, tidak berwarna dan tidak terdapat endapan pada larutannya. Sifat kimia dari larutan ini adalah larutan ini sangat korosif dan menyebabkan luka bakar. Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
          Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dengan jumlah maksimum. Menurut literatur Sumardjo (2006), pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara partikel yang melarut dan partikel yang tidak terlarut.
          Natrium klorida merupakan suatu mineral yang berbentuk bubuk kristal padat, berbau sedikit, berasa seperti garam dengan berat molekul 58,44 g/mol. Natrium klorida berwarna putih dengan pH (1% soln/air) 7 atau netral. Titik didih Natrium klorida adalah 1413oC dengan titik leleh sebesar 801oC. Natrium klorida mudah larut dalam air dingin maupun air panas. Natrium klorida juga larut dalam gliserol dan ammonia.  Dalam alkohol, natrium klorida sedikit larut, sedangkan pada asam klorida NaCl tidak larut sama sekali (Dunn, 2010).
          Natrium hidroksida (NaOH) adalah jenis basa yang paling sering digunakan dalam titrasi asam-basa. NaOH sangat higroskopis dan sering mengandung garan tidak larut natrium karbonat (Na2CO3). Maka dari itu normalitas NaOH sebagai penitar tidak selalu presisi dan harus distandardisasi terlebih dahulu (Nielsen, 2003).
          Ninhidrin adalah suatu pereaksi analitik yang dipakai untuk mendeteksi asam amino yang didapatkan dari hidrolisa protein. (Fessenden, 1997).  Zat pengoksidasi ninhidrin dengan larutan protein membentuk larutan bewarna ungu sampai biru. Reaksi ini berjalan dengan sempurna pada pH 5-7 dan sedikit pemanasan. Reaksi ini berlaku untuk semua protein, hasil antara hidrolisisnya dan hasil akhir hidrolisisnya yaitu asam amino. Khusus untuk asam amino prolin dan hidroksi prolin akan terbentuk warna kuning (Sumardjo, 2006).

          Fenolftalein merupakan salah satu indikator yang mengubah warna menjadi merah muda bila larutan berubah dari asam ke basa (Chang, 2005). Fenolftalin tidak bewarna dalam larutan asam dan larutan netral tapi pink kemerahan dalam larutan basa (Oxtoby, 2001).
          Kalium hidroksida atau caustic potash adalah padatan putih yang diperoleh dari elektrolisis larutan KCl dengan katoda Hg. KOH  larut dalam air dan alkohol, digunakan sebagai larutan elektrolit dalam Ni-Fe electric storage battery dalam pembuatan sabun lunak (Daintith, 2010).
          Seliwanoff dipakai untuk menunjukkan adanya ketoheksosa, misalnya fruktosa. Senyawa Seliwanoff adalah resorsinol dalam asam klorida encer. Pendidihan fruktosa dengan pereaksi Seliwanoff menghasilkan larutan bewarna merah. Dua tahap reaksi terjadi dalam pendidihan ini, yaitu dehidrasi fruktosa oleh HCl yang ada dalam pereaksi Seliwanoff membentuk hidroksimetilfurfural dan kondensasi hidroksunerilfurfural yang terbentuk dengan resorsinol membentuk senyawa bewarna merah (Sumardjo, 2006).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan
          Alat yang digunakan yaitu batang pengaduk, botol gelap, beaker glass, cawan aroji, erlenmeyer, labu ukur, magnetic s tirrer, neraca analitik, pipet tetes, pipet ukur dan spatula.
          Bahan yang digunakan yaitu alkohol 95%, aquades, asam asetat 25%, aseton, CH3COONa.3H2O, CuSO4, Fenolftalein (PP), Garam, Gula, HCl encer, HgCl2, Kloroform, KOH, NaOH, Na2S2O3.5H2O, Ninhidrin, dan Resorsinol.

Alkohol 95% netral
          Disiapkan 100 mL alkhol 95% kemudian diteteskan indikator PP 3-5 tetes dan ditambahkan KOH 0,1 N setetes demi setetes hingga larutan bewarna merah muda berbayang dan dimasukkan ke dalam botol pereaksi.

Larutan Asam Asetat 0,1 N
          Diambil 1,14 mL asam asetat 25% dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditepatkan lalu dihomogenkan.

Larutan Asam Asetat Glasial:Kloroform (3:2)
Pertama ditentukan perbandingan asam asetat dan klorofom yaitu 3:2. Dimana asam asetat sebanyak 60 mL dan klorofom (CHCl3) 40 mL, keduanya dimasukan ke dalam erlenmeyer, kemudian dihomogenkan, dan disimpan ke dalam botol gelap

Larutan Buffer Asetat pH 6
          Ditimbang CH3COONa sebesar 12,87  gram dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Kemudian dilarutkan dengan sedikit asam asetat. Setelah larut ditambahkan kembali asam asetat hingga mencapai pH 6 dan dimasukkan ke dalam botol pereaksi. 

Larutan CuSO4 0,1%
          Ditimbang padatan CuSO4  sebesar 0,025 gram dan dilarutkan ke dalam 25 mL aquades dalam beaker glass, diaduk hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol pereaksi.

Larutan Garam Jenuh
          Dalam pembuatan larutan ini, pertama ditimbang NaCl seberat 10 gr, di masukan air kedalam beaker glass, kemudian Nacl  di tambahkan kedalam aquades sedikit demi sedikit, dan dimasukan kedalam botol.

Larutan Gula 1%
          Ditimbang sebesar 0,25 gram gula dan dilarutkan ke dalam 25 mL aquades dalam beaker glass, diaduk hingga homogen dan dimasukkan ke dalam botol pereaksi.

Larutan HgCl2 0,1 %
          Ditimbang HgCl2  sebesar 0,025 gram dan dimasukkan ke dalam 25 mL aquades dalam beaker glass dan diaduk hingga larut dan dimasukkan ke dalam botol pereaksi.

Larutan Indikator PP 1%
Pada pembuatan larutan ini, pertama disiapkan 25 mL alkohol 95%, dilarutkan 1 gr PP ke dalam 25 mL alkohol 95%, diaduk hingga homogen, setelah itu dimasukan ke dalam botol gelap.

Larutan KOH 0,1 N
          Ditimbang KOH sebesar 0,561 gram dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditepatkan lalu dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam botol.

Larutan NaOH 1 N
          Ditimbang NaOH sebesar 2  gram dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditepatkan lalu dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam botol.


Larutan NaOH 10%
          Ditimbang NaOH sebesar 5 gram dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditepatkan lalu dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam botol.
           
Larutan Na-tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
          Ditimbang Na2S2O3.5H2O  sebesar 1,2409  gram dan dimasukkan ke dalam beaker glass, dilarutkan dengan 50 mL aquades yang telah dipanaskan dan ditambahkan dengan 0,005 gram Na2CO3 anhidrous kemudian dihomogenkan. Setelah itu dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, ditepatkan lalu dihomogenkan.

Larutan Ninhidrin 0,1%
          Ditimbang Ninhidrin  sebesar 0,1 gram dan dimasukkan ke dalam 100 mL aseton dalam beaker glass dan diaduk hingga larut. Selanjutnya ditutup dengan cawan arloji dan diletakkan di atas magnetic stirrer dan diaduk dengan stirrer hingga semuanya larut kemudian dimasukkan ke dalam botol pereaksi.

Larutan Seliwanoff
Dalam pembuatan larutan ini, pertama dipipet 0,0025 gr resolsinol, kemudian HCl encer 50 mL, ditambahkan sebagai pelarutnya, diaduk sampai homogen dan dimasukan ke dalam botol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Alkohol 95% netral
          Alkohol 95%  netral menggunakan PP sebagai indikatornya dengan warna larutan awal larutan tak bewarna karena alkohol bersifat asam dan pada suasana asam indikator PP tidak bewarna menjadi larutan bewarna merah berbayang yang menandakan alkohol tersebut sudah netral. Apabila alkohol ini bewarna merah maka alkohol sudah terlalu basa karena pada pH tinggi indikator PP bewarna merah. Indikator PP memiliki trayek pH 8-9,6 (Day dan Underwood, 1999).
          Alkohol 95% netral digunakan untuk melarutkan fenolftalein untuk digunakan sebagai indikator PP.

Larutan Asam Asetat 0,1 N
          Sebelum membuat larutan asam asetat 0,1 N dari asam asetat 25% terlebih dahulu dihitung konsentrasi asam asetat 25% dalam normalitas yang selanjutkan akan dapat dihitung dengan rumus pengenceran. Hasil dari pengenceran larutan asam asetat ini adalah larutan tak bewarna berbau menyengat.
          Larutan asam asetat ini dapat digunakan sebagai salah satu komponen pembuat buffer apabila dicampurkan dengan CH3COONa, pembuatan minyak pisang dan lainnya.

Larutan Asam Asetat Glasial:Kloroform (3:2)
Gambar 1. Diagram fasa kloroform - air - asam asetat
          Kurva yang terdapat dalam segitiga merupakan kelarutan antara ketiga zat. Di dalam kurva terdiri atas campuran sistem yang memiliki dua fasa cair-cair, yaitu: asam asetat dengan kloroform yang larut dalam air dan asam asetat dengan air yang larut dalam kloroform. Garis PQ merupakan garis penentu komposisi sistem, yang letaknya tidak sejajar dengan garis , dan disebut garis dasi (tie line).
            Dua fasa dalam kesetimbangan harus selalu bertemperatur sama. Lebih dari itu harus bertekanan sama, asalkan tidak terpisah oleh dinding keras atau oleh suatu antar permukaan yang memiliki lengkung berarti. Akhirnya sembarang zat yang dapat lalu-lalang dengan bebas diantara kedua fasa itu harus memiliki potensial kimia yang sama di dalamnya. Kriteria penting bagi kesetimbangan ini yang dinyatakan oleh sifat-sifat intensif T, P, dan µ, langsung menuju kepada aturan fasa Wiliard Gibbs (Konnerth, 1993).
            Dua fasa tersebut adalah asam asetat yang bersifat polar dan kloroform yang bersifat non polar sehingga kedua larutan ini tidak dapat menyatu. Hasil dari campuran asam asetat glasial dan kloroform (3:2) ini adalah larutan tak bewarna yang berbau menyengat.
            Larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2) ini digunakan dalam penetapan bilangan peroksida. Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. (Nielsen, 2003) Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan selanjutnya terbentuk senyawa aldehid, senyawa lakton, maupun senyawa akrolein. Hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak serta ketengikan minyak. Semakin besar nilai bilangan peroksida berarti semakin banyak peroksida yang terdapat pada sampel.

Larutan Buffer Asetat pH 6
          Pada pembuatan buffer asetat digunakan CH3COOH sebagai asam lemahnya dan CH3COONa sebagai basa konjugat atau garamnya.
CH3COOH →   CH3COO-         + H+
Asam        Basa konjugat        Asam konjugat
Berdasarkan teori Bronsted-Lowry, asam adalah senyawa yang berion dan membebaskan ion-ion hidrogen atau proton ke lingkungan sekitarnya dan basa adalah senyawa yang dapat menerima ion-ion hidrogen (Cairns, 2004). Dari reaksi diatas CH3COOH berperan sebagai asam karena membebaskan ion hidrogen atau proton dan CH3COO- sebagai basa konjugatnya sehingga CH3COOH dan CH3COONa adalah pasangan asam-basa konjugat yang dapat membentuk buffer asetat.
Hasil akhir pembuatan  larutan buffer asam asetat pH 6 ini, larutan tak bewarna dan berbau menyengat.

Larutan CuSO4 0,1%
          Larutan CuSO4 dibuat dari melarutkan padatan CuSO4 ke dalam aquades. Digunakan aquades sebagai pelarut berdasarkan MSDSnya. Hasil pembuatan larutan ini ialah larutan tak bewarna dan tak berbau.

Larutan Gula 1%
          Larutan gula dibuat dari padatan gula bewarna putih yang setelah dilarutkan dengan aquades menjadi larutan tak bewarna.

Larutan Garam Jenuh
`        Larutan garam jenuh dibuat dengan cara melarutkan garam ke dalam aquades hingga garam tidak melarut kembali. Tanda garam tersebut tidak larut kembali yaitu terdapat endapan garam yang tidak dapat larut lagi dan larutan yang bewarna keruh. Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan (Lestandina, Dina dan Istikomah, 2009).

Larutan HgCl2 0,1 %
          Padatan HgCl2 yang bewarna putih dilarutkan dengan aquades. Hasil akhir dari larutan ini berwarna bening, tidak berbau. Digunakan air sebagai pelarut karena HgCl2 ini larut dalam air.
          Larutan ini dapat digunakan untuk membuat pereaksi Mayer bila dicampurkan dengan KI. Pereaksi ini digunakan untuk menganalis secara kualitatif alkaloids dalam sampel. Reaksi positif adanya alkaloids dalam sampel ialah terbentuknya endapan bewarna putih.

Larutan Indikator PP 1%
          Berdasarkan MSDS Indikator PP dilarutkan dengan alkohol (Ethyl Alcohols/Etanol) karena dengan alkohol maka sifat-sifat kimia dan fisikanya mendapatkan hasil yang paling baik dibandingkan dilarutkan dengan air biasa. Indikator PP biasa digunakan dalam titrasi asam basa.

Larutan Na-tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
          Hasil dari pembuatan larutan Na-tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N adalah larutan tak bewarna dan tak berbau. Fungsi dari penambahan Na2CO3 pada pembuatan larutan tio ini adalah sebagai pengawet. Jika tidak ditambahkan, maka larutan tidak tahan lama dan sangat mudah rusak.
          Larutan Na-tiosulfat ini biasanya digunakan dalam penetapan kadar gula dengan metode luff-schrool dengan cara sampel gula direaksikan dengan CuSO4 berlebih yang akan mengoksidasi gugus aldehid pada karbohidrat dan sisa Cu akan bereaksi dengan kelebihan KI dan I2 yang bebas akan dititrasi dengan Na2S2O3 menggunakan pati sebagai indikatornya (Nollet, 2004).

Larutan NaOH 10% dan Larutan NaOH 1 N
          Sebelum dilarutkan, NaOH berupa padatan putih yang umumnya berbentuk pellet yang kemudian dilarutkan dengan aquades yang telah dididihkan menjadi larutan tidak bewarna.
          Pada pembuatan NaOH 10% maka untuk memperoleh jumlah yang harus ditimbang dari %w/v tapi jika ingin membuat NaOH 1 N maka jumlah yang ditimbang menggunakan rumus normalitas.
          Pada pembuatan NaOH, NaOH dapat larut dalam air hal ini karena keduanya bersifat polar sama sehingga terjadi gaya tarik menarik molekul antara polar dengan polar serta membentuk ikatan hydrogen sehingga sangat sulit untuk dipisahkan kembali. Pada  hasil pengamatan diperoleh NaOH berwarna bening. Hal ini karena luas permukaan NaOH lebih kecil dan bentuknya lebih padat dan besar, sehingga saat dilarutkan dalam air, hanya permukaan NaOH saja yang bereaksi atau reaksinya tidak terjadi secara merata.
          Selain diketahui bahwa dalam itu proses pelarutan NaOH dalam air yang berada dalam gelas kimia, gelas kimia tersebut terasa panas. Hal ini bahwa terjadi reaksi eksoterm yaitu pelepasan kalor dari system ke lingkungan karena titik didih NaOH lebih besar dibandingakan titik didih air. Semakin banyak massa NaOH maka larutan akan semakin panas dan kalor yang dilepas juga semakin besar. Selain itu ketika NaOH dilarutkan dalam air, NaOH akan terurai secara sempurna menjadi ion Na (Na+) dan ion OH– ,dimana ion Na oleh keaktifan lagam Na itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan panas serta untuk memutuskan ikatan hydrogen jaga saat penguraian NaOH maka dilepaskan kalor yang besar oleh NaOH kedalam larutan sehingga terjadilah reaksi eksoterm.
          Dalam pembuatan larutan NaOH tidak boleh digunakan suling biasa, karena air tersebut pada umumnya mengandung terlalu banyak banyak karbondioksida. Untuk memperoleh air bebas karbondioksida, air suling harus didihkan lebih dahulu karena NaOH adalah salah satu zat yang mudah menarik CO2 yang mudah bereaksi membentuk Na2CO3 (Nielsen, 2003).

Larutan Ninhidrin 0,1%
          Larutan ninhidrin dibuat dari melarutkan ninhidrin ke dalam aseton. Digunakan aseton sebagai pelarutnya karena pada MSDS pembuatan ninhidrin dilarutkan dengan aseton.
Pada pembuatan larutan ini yang menjadi pelarutnya adalah aseton, aseton adalah senyawa keton yang paling sederhana yang dapat bercampur dengan air, senyawa ini digunakan sebagai pelarut dan sebagai bahan mentah pembuatan plastik (Daintith, 2005). Hasil akhir dari larutan ini berwarna bening, tidak berbau dan tidak menimbulkan endapan.

Larutan KOH 0,1 N
Larutan KOH 0,1 N dibuat dari padatan KOH yang bewarna putih yang setelah dilarutkan dengan air yang telah dididihkan menjadi larutan tak bewarna dan tak berbau.
Larutan KOH ini dapat digunakan dalam bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang di perlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. KOH bereaksi dengan asam lemak membentuk garam potasium (sabun) dan gliserol, reaksi ini disebut reaksi penyabunan. Angka penyabunan dapat digunakan untuk menentukan berat molekulminyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C  pendek  berarti  mempunyai  berta molekul  relatif  kecil  akan mempunyai  angka penyabunan  yang besar  dan  sebaliknya minyak dengan berat molekul besarmempunyai angka penyabunan relatif kecil (Katoch, 2011).

Larutan Seliwanoff
          Larutan Seliwanoff berdasarkan MSDS dibuat dengan cara mencampurkan resorsinol dengan HCl encer. Hasil pencampurannya, larutan ini merupakan larutan tidak bewarna dan berbau asam.
          Apabila larutan Seliwanoff bereaksi dengan ketoheksosa maka akan membentuk senyawa yang bewarna merah (Sumardjo, 2006).

KESIMPULAN

          Hasil akhir larutannya alkohol 95% netral bewarna merah muda berbayang. Larutan asam asetat 0,1 N, larutan asam asetat glasial:kloroform (3:2), larutan buffer asetat pH 6 merupakan larutan tak bewarna namun berbau menyengat. Larutan CuSO4 0,1%, larutan gula 1%, larutan HgCl2 0,1 %, indikator PP 1%, larutan KOH 0,1 N, larutan NaOH 1 N, larutan NaOH 10%, larutan Na-tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, larutan Ninhidrin 0,1%, dan larutan Seliwanoff merupakan larutan tak bewarna dan larutan garam jenuh merupakan larutan yang bewarna agak keruh.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara, Jakarta.
Cairns, Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar/Konsep-konsep Inti Jilid 2 Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta.
Daintith, J. 2005. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga, Jakarta.
Day, R. A dan A. L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta.
Dunn, Kevin M. 2010. Scientific Soapmaking: The Chemistry of the Cold Process. Clavicula Press, Farmville.
Gunawan, D, Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Fessendens, Raplh J. dan Joan S. F. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Erlangga, Jakarta.
Katoch, Rajan. 2011. Analytical Techniques in Biochemistry and Molevular Biology. Springer, New York.
Khopkar, S.M. 2003. Kimia Analitis. UI-Press, Jakarta.
Konneth. 1993. Prinsip-Prinsip Kesetimbangan Kimia Edisi Keempat. UI Press, Jakarta.
Lesdantina, Dina dan Istikomah. 2009. Pemurnian NaCl Dengan Menggunakan Natrium Karbonat. Teknik Kimia UNDIP, Semarang.
Nielsen, S. Suzanne. 2003. Food Analysis 3rd Edition. Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York.
Nollet, Leo M. L. 2004. Handbook of Food Analysis Second Edition. Marcel Dekker Inc., New York.
Oxtoby, dkk. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 1 Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
Soemanto. 2000. Pengenalan Bahan Kimia MSDS Puslitbang LIPI. Terdapat pada : http://file.upi.edu (Diakses pada tanggal 11 Oktober 2017).
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta.
Utami, B. 2007. Kimia. CV. Haka MJ, Surakarta.

PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.