Penyimpanan Telur

IV.       HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

 


Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa. Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat – zat gizi yang sangat baik & mudah dicerna. Oleh karenanya telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak – anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak dan juga dianjurkan diberikan kepada orang yang sedang sakit untuk mempercepat proses kesembuhannya.

Menurut Rasyaf (1990), telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama: yaitu kulit telur, bagian cairan bening, & bagian cairan yang bewarna kuning.

Menurut Sudaryani (2003), telur mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung didalamnya juga tinggi. Penyimpanan telur memegang peranan penting dalam menjaga kualitas telur. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan telur adalah lama dan suhu penyimpanan, serta bau yang terdapat di sekitar tempat penyimpanan. Telur akan mengalami perubahan kualitas seiring dengan lamanya penyimpanan.

Tabel 1. Pengamatan Telur Ayam Negri pada Suhu Pendinginan dengan Dilapisi Minyak (Kel 1)

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur Dicuci

0

Kuning telur diatas

Ada keretakan sedikit

Cokelat telur biasa

Halus, berbintik

2,3 cm

72 g

7

Kuning telur tetap diatas

Keretakan bertambah banyak

Cokelat pucat

Halus, bintik bertambah banyak

2,3 cm

72 g

Telur Dilap

0

Kuning telur diatas

Tidak ada keretakan

Cokelat telur cerah

Halus, sedikit bintik

2,1 cm

71 g

7

Kuning telur tetap diatas

Ada retak

Cokelat gelap

Halus, bintik banyak

2,5 cm

71 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

 

Tabel 2. Hasil Pengamatan Telur Ayam Negeri pada Suhu Refrigrasi Tanpa Pelapisan (Kel 2 )

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur Dicuci

0

Di tengah

Tidak ada keretakan

Cokelat telor

Halus, tidak berbintik

2,5 cm

67 g

7

Kental , mudah pecah

Tidak ada keretakan

Cokelat telur

Halus, tidak berbintik

2,7 cm

67 g

Telur Dilap

0

Di tengah

Tidak ada keretakan

Cokelat telur

Halus, tidak berbintik

2,5 cm

67 g

7

Lebih kental

Tidak ada keretakan

Cokelat telur

Halus, tidak berbintik

2,5 cm

67 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

 

Tabel 3. Hasil Pengamatan Telur Ayam Negeri pada Suhu Ruang (Kel 6 )

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur Dicuci

0

Di permukaan, kental +++

Tidak ada keretakan

Orange telur

Halus, Berbintik

2 ,05 cm

66 g

7

Di permukaan, kental ++

Tidak ada keretakan

Orange telur

Halus, berbintik +

2,5 cm

66 g

Telur Dilap

0

Dipermukaan, kental +

Tidak ada keretakan

Orange telur

Halus, Berbintik ++

1,9 cm

86 g

7

Dipermukaan, kental

Tidak ada keretakan

Orange telur pucat

Halus, berbintik +++

3,25 cm

84 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

 

Tabel 4. Hasil Pengamatan Telur Bebek pada Suhu Dingin dengan Dilapisi Minyak (Kel 3)

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur Dicuci

0

Kuning telur mengambang dekat rongga udara

Tidak ada keretakan

Biru terang

Bintik

2 cm

61 g

7

Masih utuh dan mengambang, dekat dengan rongga udara

Tidak ada keretakan

Biru pudar

Bintik semakin banyak

2,5 cm

60 g

Telur Dilap

0

Mengapung, berada di bagian atas telur, dekat dengan rongga udara

Tidak ada keretakan

Biru muda

Tidak ada bintik

2,2 cm

59 g

7

Kuning telur mengambang menutupi rongga udara

Tidak ada keretakan

Agak putih

Halus, terdapat banyak bintik

2,7 cm

60 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

 

Tabel 5. Hasil Pengamatan Telur Bebek pada Suhu Dingin (Kel 7)

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur

Dicuci

0

Tengah

Tidak ada keretakan

Biru telur asin agak tua

Ada bintik, ada rongga

2 cm

63 g

7

Ujung, kental

Tidak ada keretakan

Biru telur asin bersih

Tidak ada bintik

2,2 cm

61 g

Telur Dilap

0

Tengah

Tidak ada keretakan

Biru telur asin

Tidak bintik, tidak rongga

2,5 cm

63 g

7

Samping atas, agak encer

Tidak ada keretakan

Biru telur asin

Tidak ada bintik

2,7 cm

62 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

 

Tabel 6. Hasil Pengamatan Telur Bebek pada Suhu Ruang (Kel 10)

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur Dicuci

0

Tengah (2,6 cm) diatas, halus, tidak berbintik

Tidak ada keretakan

Mint

Lebih kental

2,05 cm

65 g

0

Tengah (2,6 cm) diatas

Tidak ada keretakan

Mint pucat

Lebih kental

2,1 cm

65 g

Telur Dilap

0

Tengah (2,6 cm) diatas, halus, tidak berbintik

Tidak ada keretakan

Mint

Agak cair

2,3 cm

61 g

0

Tengah (2,6 cm) diatas

Tidak ada keretakan

Mint pucat kecoklatan

Agak cair

2,1 cm

60 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

 

Tabel 7. Hasil Pengamatan Telur Ayam Kampung pada Suhu Refrigerasi Tanpa Pelapisan (Kel 8)

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur Dicuci

0

Berada di bagian samping telur

Ada keretakan

Putih krem

Halus, berbintik

2 cm

40 g

7

Kuning telur diatas, rongga udara membesar

Tidak Ada keretakan

Putih gading bercak

Halus, berbintik +

2,6 cm

45 g

Telur Dilap

0

Berada di bagian samping telur

Tidak ada keretakan

Putih krem

Halus, berbintik

2,7 cm

44 g

7

Kuning telur diatas, kental+++, rongga udara membesar

Tidak ada keretakan

Putih bercak

Halus, berbintik

2,9 cm

45 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

 

Tabel 8. Hasil Pengamatan Telur Ayam Kampung pada Suhu Refrigerasi Dilapisi Minyak (Kel 4)

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur Dicuci

0

Tengah ,halus

Ada keretakan

Putih,

-

2,0 cm

44 g

7

Tengah

Tidak Ada keretakan

Putih, agak krem

-

2,6cm

44 g

Telur Dilap

0

Di tengah, agak kasar

Tidak ada keretakan

putih

Putih telur kental, kuning telur buyar

2,0 cm

45 g

7

Tengah, lebih kental

Tidak ada keretakan

Putih krem

Putih telur encer, kuning telur bulat

3,3 cm

45 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

 

Tabel 9. Hasil Pengamatan Telur Puyuh pada Suhu Refrigerasi (Kel 5)

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur

Dicuci

0

Mengapung, berada di bagian tengah

Tidak ada keretakan

Agak pudar

Agak kasar

1,4 cm

10 g

7

Di tengah, lebih encer

Tidak ada

Sedikit pudar

Agak kasar

1,8 cm

11 g

Telur Dilap

0

Mengapung, berada di bagian tengah

Tidak ada keretakan

Lebih terang

Halus,

1,9 cm

11 g

7

Ditengah, lebih kental

Tidak ada

Lebih terang

Halus, berpori kecikl

2,0 cm

11 g

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017

Tabel 10. Hasil Pengamatan Telur Puyuh pada Suhu Refrigerasi (Kel 9)

Perlakuan

Hari ke-

Karakteristik

Kuning Telur

Keretakan

Warna Cangkang

Kehalusan

Diameter Rongga Udara

Berat

Telur Dicuci

0

Kuning telur di tengah, kental +

Tidak ada keretakan

Putih gading, coklat gelap, bintik putih

Sedikit kasar

1,3 cm

11 g

7

Kuning telur ditengah,kental++

Tidak ada keretakan

Putih gading, cokelat gelap, bintik putih

Sedikit kasar

1,3 cm

11 g

Telur Dilap

0

Kuning telur di tengah, encer +

Tidak ada keretakan

Putih gading, cokelat gelap

halus

1,5 cm

10 g

7

Kuning telur di pinggir,encer ++

Tidak ada keretakan

Putih gading, cokelat gelap

halus

1,5 cm

10 g

 

4.1       Kualitas Telur Bagian Luar

            Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar yang menentukan baik kualitas internal dan eksternal. Kualitas eksternal telur difokuskan pada retakan, warna, dan kehalusan kulit telur.

  Telur dilakukan pembersihan terlebih dahulu sebelum dilakukan candling. Hal ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang tumbuh pada telur. Proses pembersihan inilah yang membantu telur dapat tetap terjaga kualitasnya selain penyimpanan dalam lemari es.

Candling merupakan cara yang biasa dilakukan oleh peternakan dan konsumen untuk mengetahui kualitas isi telur. Pada prinsipnya peneropongan merupakan pemeriksaan telur dengan cahaya. Peneropongan biasanya dilakukan di tempat gelap agar bayangan telur tampak jelas. Retak halus dapat diketahui melalui peneropongan telur. Tujuannya adalah untuk menghindari agar tidak tertipu membeli telur yang jelek di pasaran.

             Pendinginan ditujukan untuk menyimpan telur ayam dalam waktu yang lebih lama. Dalam penyimpanan ini perlu diperhatikan faktor suhu dan kelembabannya pada suhu yang rendah atau dingin. Pada penyimpanan seperti ini peristiwa fisik maupun kimia mikroba akan terhambat, sehingga telur menjadi lebih awet.

            Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang melindungi telur dari penurunan kualitas baik disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan fisik, maupun penguapan. Salah satu yang mempengaruhi kualitas kulit atau kerabang telur adalah umur, semakin meningkatnya umur unggas maka kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin menipis, warna kerabang semakin pudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010). Kerabang telur memiliki sifat keras, halus, dilapisi kapur, dan terikat kuat pada bagian luar lapisan membran kulit luar (Winarno dan Koswara, 2002).

 

a.      Retakan

Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode peneropongan menggunakan cahaya, sampel telur yang mengalami keretakan yaitu pada kelompok 1 yang telurnya dicuci, dilapisi minyak dan disimpan pada suhu pendinginan. Kemudian setelah seminggu penyimpanan, keretakan telur bertambah banyak dibandingkan sebelum penyimpanan. Adanya retakan pada telur akan membuat telur cepat mengalami penurunan kualitas. Keretakan juga terjadi pada telur ayam kampung namun setelah dilakukan penyimpanan tidak ada keretakan baik yang dilakukan pelapisan minyak maupun tidak.

Pelapisan minyak kelapa dapat mempertahankan kualitas telur ayam ras. Minyak kelapa memiliki persentase asam laurat yang tinggi (44-52%) (Ketaren, 1986). Asam laurat pada minyak kelapa dapat dijadikan sebagai bahan pengawet karena mengandung monolaurin berupa gliserol monoester yang bersifat anti bakteri dan anti jamur (Aminah dan Supraptini, 2010). Namun hasil pengamatan yang didapatkan sampel telur yang dilapisi minyak lebih banyak mengalami keretakan dibandingkan yang tidak dilapisi oleh minyak.

 

b.     Warna

Pengamatan menunjukkan perbedaan warna pada setiap sampel telur. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik masing-masing unggas (Romanoff dan Romanoff, 1963). Warna kerabang selain itu dipengaruhi oleh jenis pigmen, konsentrasi pigmen warna telur, dan strruktur dari kerabang telur (Hargitai et al., 2011). Warna kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna utama, yaitu putih dan coklat. Warna coklat pada kerabang dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari protoporpirin, koproporpirin, uroporpirin, dan beberapa jenis porpirin yang belum teridentifikasi (Miksik et al., 1996).

Menurut Joseph et al. (1999) yang mengatakan bahwa telur dengan kerabang warna gelap lebih tebal dan kuat jika dibandingkan dengan telur yang memiliki kerabang berwarna terang. Telur dengan warna coklat tua memiliki ketebalan kerabang rata-rata 0,29 + 0,01 mm, sedangkan coklat muda adalah 0,22 + 0,04 mm. Menurut Haryono (2000) kerabang telur yang lebih tipis relatif berpori lebih banyak dan besar sehingga mempercepat turunnya kualitas telur akibat penguapan.

Hasil pengamatan menunjukkan kesesuaian dengan literatur, yakni telur ayam negeri memiliki warna coklat gelap-coklat muda namun warnanya tidak terlalu menunjukkan degradasi warna dibandingkan dengan telur yang bewarna terang seperti pada telur ayam kampung, telur puyuh maupun telur bebek yang terlihat degradasi warnanya menjadi lebih pucat dan bintik yang bertambah banyak.

Tebal tipisnya telur dipengaruhi oleh strain ayam, umur induk, pakan, stress, dan penyakit pada induk. Semakin tua umur induk, maka semakin tipis kerabangnya, hal ini dikarenakan induk tidak mampu untuk memproduksi kalsium yang cukup guna memenuhi kebutuhan kalsium dalam pembentukan kerabang telur (Yuwanta, 2010).

 

c.      Kehalusan

Pengamatan yang dilakukan pada sampel yang tidak dilapisi minyak dan dilapisi minyak pada tingkat kehalusan tidak menunjukkan adanya perubahan kehalusan yang terjadi. Hal ini menunjukkan kualitas telur tidak mengalami penurunan. Namun, sampel mengalami bintik-bintik yang bertambah banyak baik sampel yang tidak dilapisi minyak maupun dilapisi minyak.

 

4.2       Kualitas Telur Bagian Dalam

Kualitas internal mengacu pada putih telur (albumen),letak kuning telur, viskositas, dan ukuran rongga udara. 

a. Letak Kuning Telur

Kuning telur tidak mengandung senyawa anti bakteri, selain itu komponennya sangat lengkap sehingga mudah dimanfaatkan oleh mikroba. Jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh bakteri antara lain ret roti, saus rits, dan black rots (Muchtadi, 1992). Mikroorganisme terutama bakteri, memasuki telur melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kuli telur telah rusak (Pelczar, 1986).

Hasil pengamatan menunjukkan pada sampel telur ayam negeri, telur puyuh dan telur bebek kuning telur berada di atas ataupun mengambang, sedangkan pada sampel ayam kampung kuning telur berada pada bagian samping telur pada sampel yang tidak dilapisi minyak dan disimpan di suhu refrigasi. Namun setelah penyimpanan kuing telur berada diatas/mengambang.

 

b. Rongga Udara

Menurut Pescatore dan Jacob (2011) seiring bertambahnya umur, telur akan kehilangan cairan dan isinya semakin menyusut sehingga memperbesar rongga udara. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan menunjukkan rata-rata sampel rongga udaranya bertambah besar.

Namun pada sampel telur ayam negeri yang dicuci dan dilapisi minyak pada suhu pendinginan tidak mengalami perubahan rongga udara begitu pula pada sampel telur ayam negeri yang dilap tanpa pelapisan minyak dan disimpan pada suhu refrigerasi, dan sampel telur puyuh pada suhu refrigerasi. Hal ini menunjukkan telur yang disimpan pada suhu refrigerasi tidak mengalami penurunan kualitas. Refrigerasi adalah penyimpanan diatas titik beku bahan pangan. Penyimpanan ini dapat memperpanjang masa simpan telur, sehingga kualitasnya dapat dipertahankan lebih lama. Hal ini disebabkan pada suhu rendah aktifitas mikroba dihambat, demikian pula reaksi kimia dan biokimia. Keuntungan lain dari penyimpanan refrigerasi adalah sifat organoleptik (rasa, keempukan, tekstur, warna dan flavor) serta nilai gizinya sulit dibedakan dengan bahan pangan segar (Desrosier, 1988).

 

4.3       Bobot Telur

Klasifikasi telur berdasarkan faktor kualitas dan berat. Berat telur yang berbeda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, pakan, dan genetik. Semakin lama waktu penyimpanan semakin bertambah besar penyusutan berat telur. Penyusutan berat telur yang terjadi selama penyimpanan disebabkan oleh penguapan air dan pelepasan gas CO2 dari dalam isi telur melalui pori-pori kerabang. Penguapan air dan pelepasan gas seperti CO2, NH3, N2, dan H2S sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik telur terjadi sejak telur keluar dari tubuh unggas melalui pori-pori kerabang telur dan berlangsung secara terus-menertus sehingga menyebabkan penurunan kualitas putih telur, terbentuknya rongga udara, dan menurunkan berat telur. Semakin lama telur disimpan penguapan yang terjadi akan membuat bobot telur menyusut (Buckle et al., 1987).

Hasil pengamatan menunjukkan sampel telur masih memiliki bobot yang sama bahkan setelah penyimpanan yaitu pada sampel telur ayam negeri pada suhu refrigerasi, telur ayam negeri yang dicuci dan disimpan pada suhu ruang, telur bebek yang dicuci dan disimpan pada suhu ruang, telur ayam kampung yang dilapisi minyak dan disimpan pada suhu refrigerasi dan telur puyuh yang disimpan pada suhu refrigerasi. Rata-rata bobot yang tidak berubah merupakan sampel yang disimpan pada suhu refrigerasi, karena refrigerasi memperpanjang masa simpan telur (Desrosier, 1988).

Telur yang mengalami penyusutan bobot yaitu telur yang ayam negeri yang dilap dan disimpan pada suhu ruang, telur bebek yang dicuci dan disimpan pada suhu dingin pada (kel 3), telur bebek yang disimpan pada suhu dingin (kel 7), telur bebek yang dilap dan simpan pada suhu ruang, dan telur puyuh yang dicuci dan disimpan pada suhu refrigerasi. Penyimpanan telur pada suhu ruang memiliki kelembapan relatif rendah juga mempercepat penurunan berat telur karena kelembapan yang rendah akan mempercepat penguapan CO2 dan H2O sehingga penurunan berat telur lebih cepat (Stadelman, 1995).

Ada juga telur yang mengalami kenaikan bobot yaitu pada sampel telur bebek yang dilap dan disimpan pada suhu dingin, telur ayam kampung pada suhu refrigerasi tanpa pelapisan. Kemungkinan hal ini dikarenakan adanya air yang ikut tertimbang pada telur karena dari kulkas biasanya masih ada tetesan-tetesan air yang menempel pada telur.

 

4.4 Kekentalan

Putih telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan luar yang encer (Outer Thin) (23%) merupakan bagian putih telur yang langsung dibawah selaput kulit, lapisan luar yang kental (Firm) banyaknya 57% dengan konsentrasinya lebih tebal dan kental, lapisan dalam yang encer (Inner Thin) banyaknya 19% dengan konsistensi encer, dan lapisan dalam kalaza banyaknya 11% yang berfungsi untuk menahan posisi kuning telur (Djannah, 1988).

Semakin lama telur disimpan penguapan yang terjadi akan membuat putih telur menjadi lebih encer (Buckle et al., 1987). Selain dipengaruhi lama penyimpanan, penguapan ini dipengaruhi juga oleh suhu, kelembaban relatif, dan kualitas kulit telur (Yuwanta, 2010).

Tabel 11.  Jenis Grade Telur

Grade AA

Grade AA adalah kualitas telur tertinggi. Telur grade AA dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Putih telur terlihat sangat kental, bersih, warnanya jernih dan besar. Kuning telurnya terlihat besar dan tetap ditengah, warna yang sempurna dan terlihat sangat bersih.

Grade A

Kualitas telur grade A sedikit kurang dari yang grade AA, tetapi kebanyakan konsumen tidak bisa membedakan. Ruang udara sedikit lebih besar, proporsi ketebalan albumen tipis, tidak begitu besar, dan isi dapat menyebar sedikit keluar setelah telur retak atau terbuka.

Grade B

Penurunan kualitas telur grade B cukup terlihat. Putih dan kuning telur mungkin akan berubah warna, kurang bersih, encer dan berbentuk aneh. Ruang udara dapat sangat besar dan memenuhi isi telur, namun nilai gizinya sama dengan nilai yang lebih tinggi dan rasa mirip dengan grade A atau pun grade AA. Kebanyakan telur grade B digunakan untuk tujuan komersial yang menghasilkan produk telur dan sebagian digunakan oleh tukang roti komersial.

Grade C

Penurunan kualitas telur grade C sangat terlihat. Ruang udara yang besar dan menekan isi telur. Kuning telur terlihat mengalami perubahan warna yang signifikan dan kadang – kadang encer dan mudah pecah atau mudah bercampur dengan putih telur. Putih telur terlihat encer sekali dan tidak berbentuk. Namun gizi tidak begitu mengalami penurunan bila dibandingkan dengan grade B.

Sumber: Rasyaf, 1990

Hasil pengamatan pada telur bebek yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan telur yang dicuci memiliki kekentalan yang lebih kental dibandingkan telur yang dilap dan begitu pula pada telur ayam negeri yang disimpan pada suhu ruang.


V.        KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil praktikum penanganan telur yaitu:

1.      Telur yang disimpan pada suhu refrigasi memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan yang disimpan pada suhu ruang.

2.      Telur yang dilapisi minyak seharusnya memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan telur yang tidak dilapisi oleh minyak, akan tetapi berdasarkan hasil praktikum telur yang tidak dilapisi minyak memliki mutu lebih baik daripada yang dilapisi minyak.

3.      Telur yang dicuci memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan telur yang dilap.

4.      Telur mengalami penurunan bobot selama penyimpanan pada suhu ruang, sedangkan pada suhu refrigasi bobot telur kebanyakan tidak berubah.

5.      Telur setelah penyimpanan mengalami keretakan lebih banyak dibandingkan setelah penyimpanan.

6.      Telur memiliki kekentalan yang lebih kental sebelum penyimpanan dibandingkan setelah penyimpanan.

7.      Telur yang dicuci memiliki kekentalan yang lebih kental dibandingkan telur yang dilap.

8.      Rongga udara telur setelah penyimpanan lebih besar dibandingkan sebelum penyimpanan.

9.      Warna telur setelah penyimpanan lebih pudar dibandingkan sebelum penyimpanan.

 

DAFTAR PUSTAKA 

Aminah, S dan Supraptini. 2010. Minyak Kelapa Berpotensi Sebagai Pengawet Buah dan Sayuran. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status kesehatan, Jakarta, vol. 38. no.2 hal. 67-79.

Buckle, K. A., R. A. Edward, W. R. Day, G. H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan, Penterjemah Muchi Mulyohardjo. UI Press, Jakarta.

Djannah, Djamalin. Beternak Ayam. 1988. Penerbit Yasaguna. Anggota IKAPI, Surabaya.

Hargitai, R., R. Mateo, J. Torok. 2011. Shell Thickness And Pore Density In Relation To Shell Colouration Female Characteristic, And Enviroental Factors In The Collared Flyctcher Ficedula Albicollis. J. Ornithol. 152: 579-588.

Ketaren, 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Miksik, I., V. Holan, dan Z. Deyl. 1996. Avian Eggshell Pigments And Their Variability, Comp. Biochem, Physiol. Elsevier Science. 113B:607-612.

Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press, Jakarta.

Pescatore, T. Dan J. Jacob. 2011. Grading Table Eggs. University of Kentucky Cooperative Extension, Lexington.

Rasyaf, M., 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Romanoff, A. I. Dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Jhon Willey and Sons. Inc, New York.

Stadellman, W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. Fourt Ed Food Product Press, London.

Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Winarno, F. G., dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Pengamatan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


PDFnya disini

Kalau linknya bermasalah bisa kontak aku melalui ig ya

 

  

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.