
Penyimpanan Telur
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Telur
adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan
susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti
ayam, bebek, dan angsa. Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk
peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi
masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena
mengandung zat – zat gizi yang sangat baik & mudah dicerna. Oleh karenanya
telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak – anak yang sedang
tumbuh dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak dan juga
dianjurkan diberikan kepada orang yang sedang sakit untuk mempercepat proses
kesembuhannya.
Menurut
Rasyaf (1990), telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas
untuk perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur
akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian
utama: yaitu kulit telur, bagian cairan bening, & bagian cairan yang bewarna
kuning.
Menurut Sudaryani (2003), telur mempunyai kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang lengkap, akan tetapi lemak yang terkandung didalamnya juga tinggi. Penyimpanan telur memegang peranan penting dalam menjaga kualitas telur. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan telur adalah lama dan suhu penyimpanan, serta bau yang terdapat di sekitar tempat penyimpanan. Telur akan mengalami perubahan kualitas seiring dengan lamanya penyimpanan.
Tabel 1. Pengamatan
Telur Ayam Negri pada Suhu Pendinginan dengan Dilapisi Minyak (Kel 1)
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Kuning
telur diatas |
Ada
keretakan sedikit |
Cokelat
telur biasa |
Halus,
berbintik |
2,3
cm |
72 g |
7 |
Kuning
telur tetap diatas |
Keretakan
bertambah banyak |
Cokelat
pucat |
Halus,
bintik bertambah banyak |
2,3
cm |
72 g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Kuning
telur diatas |
Tidak
ada keretakan |
Cokelat
telur cerah |
Halus,
sedikit bintik |
2,1
cm |
71 g |
7 |
Kuning
telur tetap diatas |
Ada
retak |
Cokelat
gelap |
Halus,
bintik banyak |
2,5
cm |
71 g |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 2. Hasil
Pengamatan Telur Ayam Negeri pada Suhu Refrigrasi Tanpa Pelapisan (Kel 2 )
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Di tengah |
Tidak
ada keretakan |
Cokelat
telor |
Halus,
tidak berbintik |
2,5
cm |
67 g |
7 |
Kental
, mudah pecah |
Tidak
ada keretakan |
Cokelat
telur |
Halus,
tidak berbintik |
2,7
cm |
67 g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Di tengah |
Tidak
ada keretakan |
Cokelat
telur |
Halus,
tidak berbintik |
2,5
cm |
67 g |
7 |
Lebih
kental |
Tidak
ada keretakan |
Cokelat
telur |
Halus,
tidak berbintik |
2,5
cm |
67 g |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 3. Hasil
Pengamatan Telur Ayam Negeri pada Suhu Ruang (Kel 6 )
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Di permukaan,
kental +++ |
Tidak
ada keretakan |
Orange
telur |
Halus,
Berbintik |
2 ,05
cm |
66 g |
7 |
Di permukaan,
kental ++ |
Tidak
ada keretakan |
Orange
telur |
Halus,
berbintik + |
2,5
cm |
66 g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Dipermukaan,
kental + |
Tidak
ada keretakan |
Orange
telur |
Halus,
Berbintik ++ |
1,9
cm |
86 g |
7 |
Dipermukaan,
kental |
Tidak
ada keretakan |
Orange
telur pucat |
Halus,
berbintik +++ |
3,25 cm |
84 g |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 4. Hasil
Pengamatan Telur Bebek pada Suhu Dingin dengan Dilapisi Minyak (Kel 3)
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Kuning
telur mengambang dekat rongga udara |
Tidak
ada keretakan |
Biru
terang |
Bintik
|
2 cm |
61 g |
7 |
Masih
utuh dan mengambang, dekat dengan rongga udara |
Tidak
ada keretakan |
Biru
pudar |
Bintik
semakin banyak |
2,5
cm |
60 g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Mengapung,
berada di bagian atas telur, dekat dengan rongga udara |
Tidak
ada keretakan |
Biru
muda |
Tidak
ada bintik |
2,2
cm |
59 g |
7 |
Kuning
telur mengambang menutupi rongga udara |
Tidak
ada keretakan |
Agak
putih |
Halus,
terdapat banyak bintik |
2,7
cm |
60 g |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 5. Hasil
Pengamatan Telur Bebek pada Suhu Dingin (Kel 7)
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Tengah
|
Tidak
ada keretakan |
Biru
telur asin agak tua |
Ada
bintik, ada rongga |
2 cm |
63 g |
7 |
Ujung,
kental |
Tidak
ada keretakan |
Biru
telur asin bersih |
Tidak
ada bintik |
2,2
cm |
61 g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Tengah |
Tidak
ada keretakan |
Biru
telur asin |
Tidak
bintik, tidak rongga |
2,5
cm |
63 g |
7 |
Samping
atas, agak encer |
Tidak
ada keretakan |
Biru
telur asin |
Tidak
ada bintik |
2,7
cm |
62 g |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 6. Hasil
Pengamatan Telur Bebek pada Suhu Ruang (Kel 10)
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Tengah
(2,6 cm) diatas, halus, tidak berbintik |
Tidak
ada keretakan |
Mint |
Lebih
kental |
2,05
cm |
65 g |
0 |
Tengah
(2,6 cm) diatas |
Tidak
ada keretakan |
Mint
pucat |
Lebih
kental |
2,1
cm |
65 g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Tengah
(2,6 cm) diatas, halus, tidak berbintik |
Tidak
ada keretakan |
Mint |
Agak
cair |
2,3
cm |
61 g |
0 |
Tengah
(2,6 cm) diatas |
Tidak
ada keretakan |
Mint
pucat kecoklatan |
Agak
cair |
2,1
cm |
60 g |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 7. Hasil
Pengamatan Telur Ayam Kampung pada Suhu Refrigerasi Tanpa Pelapisan (Kel 8)
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Berada
di bagian samping telur |
Ada
keretakan |
Putih
krem |
Halus,
berbintik |
2 cm |
40 g |
7 |
Kuning
telur diatas, rongga udara membesar |
Tidak
Ada keretakan |
Putih
gading bercak |
Halus,
berbintik + |
2,6
cm |
45 g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Berada
di bagian samping telur |
Tidak
ada keretakan |
Putih
krem |
Halus,
berbintik |
2,7
cm |
44 g |
7 |
Kuning
telur diatas, kental+++, rongga udara membesar |
Tidak
ada keretakan |
Putih
bercak |
Halus,
berbintik |
2,9
cm |
45 g |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 8. Hasil
Pengamatan Telur Ayam Kampung pada Suhu Refrigerasi Dilapisi Minyak (Kel 4)
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Tengah
,halus |
Ada
keretakan |
Putih,
|
- |
2,0
cm |
44 g |
7 |
Tengah |
Tidak
Ada keretakan |
Putih,
agak krem |
- |
2,6cm |
44 g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Di tengah,
agak kasar |
Tidak
ada keretakan |
putih |
Putih
telur kental, kuning telur buyar |
2,0
cm |
45 g |
7 |
Tengah,
lebih kental |
Tidak
ada keretakan |
Putih
krem |
Putih
telur encer, kuning telur bulat |
3,3
cm |
45 g |
Sumber: Dokumentasi
Pribadi, 2017
Tabel 9.
Hasil Pengamatan Telur Puyuh pada Suhu Refrigerasi (Kel 5)
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Mengapung,
berada di bagian tengah |
Tidak
ada keretakan |
Agak
pudar |
Agak
kasar |
1,4
cm |
10
g |
7 |
Di
tengah, lebih encer |
Tidak
ada |
Sedikit
pudar |
Agak
kasar |
1,8
cm |
11
g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Mengapung,
berada di bagian tengah |
Tidak
ada keretakan |
Lebih
terang |
Halus,
|
1,9
cm |
11
g |
7 |
Ditengah,
lebih kental |
Tidak
ada |
Lebih
terang |
Halus,
berpori kecikl |
2,0
cm |
11
g |
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 10.
Hasil Pengamatan Telur Puyuh pada Suhu Refrigerasi (Kel 9)
Perlakuan |
Hari
ke- |
Karakteristik |
|||||
Kuning
Telur |
Keretakan |
Warna
Cangkang |
Kehalusan |
Diameter
Rongga Udara |
Berat |
||
Telur
Dicuci |
0 |
Kuning
telur di tengah, kental + |
Tidak
ada keretakan |
Putih
gading, coklat gelap, bintik putih |
Sedikit
kasar |
1,3
cm |
11
g |
7 |
Kuning
telur ditengah,kental++ |
Tidak
ada keretakan |
Putih
gading, cokelat gelap, bintik putih |
Sedikit
kasar |
1,3
cm |
11
g |
|
Telur
Dilap |
0 |
Kuning
telur di tengah, encer + |
Tidak
ada keretakan |
Putih
gading, cokelat gelap |
halus |
1,5
cm |
10
g |
7 |
Kuning
telur di pinggir,encer ++ |
Tidak
ada keretakan |
Putih
gading, cokelat gelap |
halus |
1,5
cm |
10
g |
4.1 Kualitas Telur Bagian Luar
Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar yang menentukan baik kualitas internal dan eksternal. Kualitas eksternal telur difokuskan pada retakan, warna, dan kehalusan kulit telur.
Telur dilakukan pembersihan terlebih dahulu
sebelum dilakukan candling. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi mikroba yang tumbuh pada telur. Proses pembersihan
inilah yang membantu telur dapat tetap terjaga kualitasnya selain penyimpanan
dalam lemari es.
Candling merupakan cara
yang biasa dilakukan oleh peternakan dan konsumen untuk mengetahui kualitas isi
telur. Pada prinsipnya peneropongan merupakan pemeriksaan telur dengan cahaya.
Peneropongan biasanya dilakukan di tempat gelap agar bayangan telur tampak
jelas. Retak halus dapat diketahui melalui peneropongan telur. Tujuannya adalah
untuk menghindari agar tidak tertipu membeli telur yang jelek di pasaran.
Pendinginan
ditujukan untuk menyimpan telur ayam dalam waktu yang lebih lama. Dalam
penyimpanan ini perlu diperhatikan faktor suhu dan kelembabannya pada suhu yang
rendah atau dingin. Pada penyimpanan seperti ini peristiwa fisik maupun kimia
mikroba akan terhambat, sehingga telur menjadi lebih awet.
Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang
melindungi telur dari penurunan kualitas baik disebabkan oleh kontaminasi
mikroba, kerusakan fisik, maupun penguapan. Salah satu yang mempengaruhi kualitas kulit
atau kerabang telur adalah umur, semakin meningkatnya umur unggas maka kualitas
kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin menipis, warna kerabang
semakin pudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010). Kerabang telur
memiliki sifat keras, halus, dilapisi kapur, dan terikat kuat pada bagian luar
lapisan membran kulit luar (Winarno dan Koswara, 2002).
a.
Retakan
Berdasarkan
hasil pengamatan dengan metode peneropongan menggunakan cahaya, sampel telur
yang mengalami keretakan yaitu pada kelompok 1 yang telurnya dicuci, dilapisi
minyak dan disimpan pada suhu pendinginan. Kemudian setelah seminggu
penyimpanan, keretakan telur bertambah banyak dibandingkan sebelum penyimpanan.
Adanya retakan pada telur akan membuat telur cepat mengalami penurunan
kualitas. Keretakan juga terjadi pada telur ayam kampung namun setelah
dilakukan penyimpanan tidak ada keretakan baik yang dilakukan pelapisan minyak
maupun tidak.
Pelapisan
minyak kelapa dapat mempertahankan kualitas telur ayam ras. Minyak kelapa
memiliki persentase asam laurat yang tinggi (44-52%) (Ketaren, 1986). Asam
laurat pada minyak kelapa dapat dijadikan sebagai bahan pengawet karena
mengandung monolaurin berupa gliserol monoester yang bersifat anti bakteri dan anti
jamur (Aminah dan Supraptini, 2010). Namun hasil pengamatan yang didapatkan
sampel telur yang dilapisi minyak lebih banyak mengalami keretakan dibandingkan
yang tidak dilapisi oleh minyak.
b.
Warna
Pengamatan
menunjukkan perbedaan warna pada setiap sampel telur. Perbedaan warna ini
dipengaruhi oleh genetik masing-masing unggas (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Warna kerabang selain itu dipengaruhi oleh jenis pigmen, konsentrasi pigmen
warna telur, dan strruktur dari kerabang telur (Hargitai et al., 2011). Warna
kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna utama, yaitu putih dan
coklat. Warna coklat pada kerabang dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari
protoporpirin, koproporpirin, uroporpirin, dan beberapa jenis porpirin yang
belum teridentifikasi (Miksik et al., 1996).
Menurut
Joseph et al. (1999) yang mengatakan bahwa telur dengan kerabang warna gelap
lebih tebal dan kuat jika dibandingkan dengan telur yang memiliki kerabang
berwarna terang. Telur dengan warna coklat tua memiliki ketebalan kerabang
rata-rata 0,29 + 0,01 mm, sedangkan coklat muda adalah 0,22 + 0,04
mm. Menurut Haryono (2000) kerabang telur yang lebih tipis relatif berpori
lebih banyak dan besar sehingga mempercepat turunnya kualitas telur akibat
penguapan.
Hasil
pengamatan menunjukkan kesesuaian dengan literatur, yakni telur ayam negeri
memiliki warna coklat gelap-coklat muda namun warnanya tidak terlalu
menunjukkan degradasi warna dibandingkan dengan telur yang bewarna terang
seperti pada telur ayam kampung, telur puyuh maupun telur bebek yang terlihat
degradasi warnanya menjadi lebih pucat dan bintik yang bertambah banyak.
Tebal
tipisnya telur dipengaruhi oleh strain ayam, umur induk, pakan, stress, dan
penyakit pada induk. Semakin tua umur induk, maka semakin tipis kerabangnya, hal
ini dikarenakan induk tidak mampu untuk memproduksi kalsium yang cukup guna
memenuhi kebutuhan kalsium dalam pembentukan kerabang telur (Yuwanta, 2010).
c.
Kehalusan
Pengamatan
yang dilakukan pada sampel yang tidak dilapisi minyak dan dilapisi minyak pada
tingkat kehalusan tidak menunjukkan adanya perubahan kehalusan yang terjadi.
Hal ini menunjukkan kualitas telur tidak mengalami penurunan. Namun, sampel
mengalami bintik-bintik yang bertambah banyak baik sampel yang tidak dilapisi
minyak maupun dilapisi minyak.
4.2 Kualitas Telur Bagian Dalam
Kualitas internal mengacu pada putih telur (albumen),letak kuning telur, viskositas, dan ukuran rongga udara.
a. Letak
Kuning Telur
Kuning telur tidak mengandung senyawa anti bakteri,
selain itu komponennya sangat lengkap sehingga mudah dimanfaatkan oleh mikroba.
Jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh bakteri antara lain ret roti, saus
rits, dan black rots (Muchtadi, 1992). Mikroorganisme terutama bakteri,
memasuki telur melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan
tipis protein yang menutupi kuli telur telah rusak (Pelczar, 1986).
Hasil pengamatan menunjukkan pada sampel telur ayam
negeri, telur puyuh dan telur bebek kuning telur berada di atas ataupun
mengambang, sedangkan pada sampel ayam kampung kuning telur berada pada bagian samping
telur pada sampel yang tidak dilapisi minyak dan disimpan di suhu refrigasi.
Namun setelah penyimpanan kuing telur berada diatas/mengambang.
b.
Rongga Udara
Menurut Pescatore dan Jacob (2011) seiring
bertambahnya umur, telur akan kehilangan cairan dan isinya semakin menyusut
sehingga memperbesar rongga udara. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan
menunjukkan rata-rata sampel rongga udaranya bertambah besar.
Namun pada sampel telur ayam negeri yang dicuci dan
dilapisi minyak pada suhu pendinginan tidak mengalami perubahan rongga udara
begitu pula pada sampel telur ayam negeri yang dilap tanpa pelapisan minyak dan
disimpan pada suhu refrigerasi, dan sampel telur puyuh pada suhu refrigerasi.
Hal ini menunjukkan telur yang disimpan pada suhu refrigerasi tidak mengalami
penurunan kualitas. Refrigerasi adalah penyimpanan diatas titik beku bahan
pangan. Penyimpanan ini dapat memperpanjang masa simpan telur, sehingga
kualitasnya dapat dipertahankan lebih lama. Hal ini disebabkan pada suhu rendah
aktifitas mikroba dihambat, demikian pula reaksi kimia dan biokimia. Keuntungan
lain dari penyimpanan refrigerasi adalah sifat organoleptik (rasa, keempukan,
tekstur, warna dan flavor) serta nilai gizinya sulit dibedakan dengan bahan
pangan segar (Desrosier, 1988).
4.3 Bobot Telur
Klasifikasi telur berdasarkan faktor kualitas dan berat. Berat telur yang berbeda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, pakan, dan genetik. Semakin lama waktu penyimpanan semakin bertambah besar penyusutan berat telur. Penyusutan berat telur yang terjadi selama penyimpanan disebabkan oleh penguapan air dan pelepasan gas CO2 dari dalam isi telur melalui pori-pori kerabang. Penguapan air dan pelepasan gas seperti CO2, NH3, N2, dan H2S sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik telur terjadi sejak telur keluar dari tubuh unggas melalui pori-pori kerabang telur dan berlangsung secara terus-menertus sehingga menyebabkan penurunan kualitas putih telur, terbentuknya rongga udara, dan menurunkan berat telur. Semakin lama telur disimpan penguapan yang terjadi akan membuat bobot telur menyusut (Buckle et al., 1987).
Hasil pengamatan menunjukkan sampel telur masih memiliki bobot yang sama bahkan setelah penyimpanan yaitu pada sampel telur ayam negeri pada suhu refrigerasi, telur ayam negeri yang dicuci dan disimpan pada suhu ruang, telur bebek yang dicuci dan disimpan pada suhu ruang, telur ayam kampung yang dilapisi minyak dan disimpan pada suhu refrigerasi dan telur puyuh yang disimpan pada suhu refrigerasi. Rata-rata bobot yang tidak berubah merupakan sampel yang disimpan pada suhu refrigerasi, karena refrigerasi memperpanjang masa simpan telur (Desrosier, 1988).
Telur yang mengalami penyusutan bobot yaitu telur yang
ayam negeri yang dilap dan disimpan pada suhu ruang, telur bebek yang dicuci
dan disimpan pada suhu dingin pada (kel 3), telur bebek yang disimpan pada suhu
dingin (kel 7), telur bebek yang dilap dan simpan pada suhu ruang, dan telur
puyuh yang dicuci dan disimpan pada suhu refrigerasi. Penyimpanan telur pada
suhu ruang memiliki kelembapan relatif rendah juga mempercepat penurunan berat
telur karena kelembapan yang rendah akan mempercepat penguapan CO2
dan H2O sehingga penurunan berat telur lebih cepat (Stadelman,
1995).
Ada juga telur yang mengalami kenaikan bobot yaitu
pada sampel telur bebek yang dilap dan disimpan pada suhu dingin, telur ayam kampung
pada suhu refrigerasi tanpa pelapisan. Kemungkinan hal ini dikarenakan adanya
air yang ikut tertimbang pada telur karena dari kulkas biasanya masih ada
tetesan-tetesan air yang menempel pada telur.
4.4
Kekentalan
Putih
telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan luar yang encer (Outer Thin)
(23%) merupakan bagian putih telur yang langsung dibawah selaput kulit, lapisan
luar yang kental (Firm) banyaknya 57% dengan konsentrasinya lebih tebal dan
kental, lapisan dalam yang encer (Inner Thin) banyaknya 19% dengan konsistensi
encer, dan lapisan dalam kalaza banyaknya 11% yang berfungsi untuk menahan
posisi kuning telur (Djannah, 1988).
Semakin
lama telur disimpan penguapan yang terjadi akan membuat putih telur menjadi
lebih encer (Buckle et al., 1987). Selain dipengaruhi lama penyimpanan,
penguapan ini dipengaruhi juga oleh suhu, kelembaban relatif, dan kualitas
kulit telur (Yuwanta, 2010).
Tabel 11. Jenis Grade Telur
Grade
AA |
Grade AA adalah kualitas telur tertinggi. Telur
grade AA dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Putih telur terlihat sangat
kental, bersih, warnanya jernih dan besar. Kuning telurnya terlihat besar dan
tetap ditengah, warna yang sempurna dan terlihat sangat bersih. |
Grade
A |
Kualitas telur grade A sedikit kurang
dari yang grade AA, tetapi kebanyakan konsumen tidak bisa membedakan.
Ruang udara sedikit lebih besar, proporsi ketebalan albumen tipis, tidak
begitu besar, dan isi dapat menyebar sedikit keluar setelah telur retak atau
terbuka. |
Grade
B |
Penurunan kualitas telur grade B cukup
terlihat. Putih dan kuning telur mungkin akan berubah warna, kurang bersih,
encer dan berbentuk aneh. Ruang udara dapat sangat besar dan memenuhi isi
telur, namun nilai gizinya sama dengan nilai yang lebih tinggi dan rasa mirip
dengan grade A atau pun grade AA. Kebanyakan telur grade
B digunakan untuk tujuan komersial yang menghasilkan produk telur dan
sebagian digunakan oleh tukang roti komersial. |
Grade
C |
Penurunan kualitas telur grade C
sangat terlihat. Ruang udara yang besar dan menekan isi telur. Kuning telur
terlihat mengalami perubahan warna yang signifikan dan kadang – kadang encer
dan mudah pecah atau mudah bercampur dengan putih telur. Putih telur terlihat
encer sekali dan tidak berbentuk. Namun gizi tidak begitu mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan grade B. |
Sumber: Rasyaf, 1990
Hasil pengamatan pada telur bebek yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan telur yang dicuci memiliki kekentalan yang lebih kental dibandingkan telur yang dilap dan begitu pula pada telur ayam negeri yang disimpan pada suhu ruang.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan
yang didapatkan dari hasil praktikum penanganan telur yaitu:
1. Telur
yang disimpan pada suhu refrigasi memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan
yang disimpan pada suhu ruang.
2. Telur
yang dilapisi minyak seharusnya memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan
telur yang tidak dilapisi oleh minyak, akan tetapi berdasarkan hasil praktikum
telur yang tidak dilapisi minyak memliki mutu lebih baik daripada yang dilapisi
minyak.
3. Telur
yang dicuci memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan telur yang dilap.
4. Telur
mengalami penurunan bobot selama penyimpanan pada suhu ruang, sedangkan pada
suhu refrigasi bobot telur kebanyakan tidak berubah.
5. Telur
setelah penyimpanan mengalami keretakan lebih banyak dibandingkan setelah
penyimpanan.
6. Telur
memiliki kekentalan yang lebih kental sebelum penyimpanan dibandingkan setelah
penyimpanan.
7. Telur
yang dicuci memiliki kekentalan yang lebih kental dibandingkan telur yang
dilap.
8. Rongga
udara telur setelah penyimpanan lebih besar dibandingkan sebelum penyimpanan.
9. Warna
telur setelah penyimpanan lebih pudar dibandingkan sebelum penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah,
S dan Supraptini. 2010. Minyak Kelapa Berpotensi Sebagai Pengawet Buah dan
Sayuran. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status kesehatan,
Jakarta, vol. 38. no.2 hal. 67-79.
Buckle,
K. A., R. A. Edward, W. R. Day, G. H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Desrosier,
N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan, Penterjemah Muchi Mulyohardjo. UI Press,
Jakarta.
Djannah,
Djamalin. Beternak Ayam. 1988. Penerbit Yasaguna. Anggota IKAPI, Surabaya.
Hargitai,
R., R. Mateo, J. Torok. 2011. Shell
Thickness And Pore Density In Relation To Shell Colouration Female
Characteristic, And Enviroental Factors In The Collared Flyctcher Ficedula
Albicollis. J. Ornithol. 152: 579-588.
Ketaren,
1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Miksik,
I., V. Holan, dan Z. Deyl. 1996. Avian Eggshell Pigments And Their
Variability, Comp. Biochem, Physiol. Elsevier Science. 113B:607-612.
Muchtadi, T.R. dan
Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pelczar, Michael
J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press, Jakarta.
Pescatore, T. Dan
J. Jacob. 2011. Grading Table Eggs. University of Kentucky Cooperative
Extension, Lexington.
Rasyaf, M., 1990.
Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.
Romanoff,
A. I. Dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Jhon Willey and Sons. Inc, New
York.
Stadellman,
W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. Fourt Ed
Food Product Press, London.
Sudaryani.
2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno,
F. G., dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Pengamatan dan Pengolahannya.
M-Brio Press, Bogor.
Yuwanta,
T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa kontak aku melalui ig ya
Tidak ada komentar: