Proses Termal


ABSTRAK
Proses termal dalam suatu pengolahan pangan bertujuan untuk memperpanjang keawetan produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen, memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk, meningkatkan daya cerna protein dan karbohidrat, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan. Letalitas (Fo) adalah waktu pada suhu referensi konstan yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat mematikan yang sama dengan suhu aktual yang dialami pada titik pemanasan paling rendah dalam wadah makanan selama proses retort. Dari hasil praktikum proses termal pada sampel susu pada suhu 65oC dan 72oC didapatkan nilai letalitas sebesar 489,56 detik dan  6223,03 detik, sedangkan pada sampel jus alpukat pada suhu 65oC dan 72oC didapatkan nilai letalitas sebesar 300,31 detik dan 7288,22 detik.
Kata kunci: letalitas, proses termal, suhu

ABSTRACT
Thermal process in a food processing aims to extend the durability of food products by killing spoil and pathogenic microbes, improving sensory quality, softening products, improving protein digestibility and carbohydrates, and destroying unnecessary components. lethality is time at a constant reference process temperature needed to produce the same lethality delivered by the actual temperature experienced at the slowest heating point in a food container during a retort process. From the results of the thermal process practicum on milk samples at 65oC and 72oC obtained lethality value of 489.56 seconds and 6223.03 seconds, whereas in samples of avocado juice at 65oC and 72oC obtained lethality value of 300.31 seconds. and 7288.22 seconds.
Key words: lethality, temperature, thermal process


PENDAHULUAN

Proses termal dalam suatu pengolahan pangan bertujuan untuk memperpanjang keawetan produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen, memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk, meningkatkan daya cerna protein dan karbohidrat, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan. Proses termal yang berlebihan dapat merusak komponen gizi dan menurunkan mutu sensori produk (Yuswita, 2006).
Proses termal (sterilisasi) yang ditujukan bukan hanya untuk membunuh mikroba, namun harus mempertimbangkan kualitas dari produk akhir dengan cara meminimalkan kerusakan mutu. Dengan demikian, optimasi proses termal diperlukan untuk dapat menentukan kombinasi suhu dan waktu selama pemanasan dan pendinginan yang dapat memenuhi kriteria kemanan pangan dan mutu. Karekteristik produk pangan dan jenis kemasan yang digunakan juga sangat menentukan kombinasi suhu dan waktu yang diperlukan untuk tujuan proses termal tersebut. Suhu proses untuk membunuh spora mikroba patogen yang dapat membentuk toksin dan dapat meracuni manusia umumnya dilakukan pada 110o - 130oC selama waktu tertentu, tergantung pada kondisi dari produknya. Semakin tinggi suhu maka akan semakin pendek waktu yag diperlukan untuk dapat membunuh mikroba tersebut. Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam proses pengalengan yang menentukan sukses tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan. Proses ini dilakukan setelah kaleng ditutup dan dimasukkan ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar yang digunakan adalah 121,1oC (250oF), (Kusnandar, 2006).
Inaktivasi mikroba adalah reaksi kimia orde pertama dan ketergantungan suhu terhadap laju konstanta dapat dinyatakan dalam bentuk energi aktivasi atau nilai z. Konstanta laju untuk inaktivasi dalam hal ini adalah energi aktivasi. Energi aktivasi bernilai negatif untuk reaksi yang meningkatkan laju diiringi dengan kenaikan suhu. Nilai z dapat digunakan pada nilai F target untuk inaktivasi mikroba, atau pada nilai D untuk menentukan waktu pemanasan yang diperlukan untuk inaktivasi pada suhu yang berbeda. Ini juga dapat digunakan pada waktu pemanasan pada satu suhu, untuk menentukan kesetaraan dalam tingkat mematikan pada suhu referensi. Sebuah plot semi-logaritmik waktu pemanasan untuk inaktivasi terhadap suhu disebut plot waktu kematian termal, oleh karena itu persamaan berdasarkan plot semi-logaritmik linier ini disebut persamaan model waktu mati termal untuk inaktivasi mikroba pada temperatur yang berbeda. (Toledo, 2007)
Letalitas adalah waktu pada suhu referensi konstan yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat mematikan (letalitas) yang sama dengan suhu aktual yang dialami pada titik pemanasan paling rendah dalam wadah makanan selama proses retort, disimbolkan sebagai F0 (Barbosa-Cánovas, 2009).
Pada proses pasteurisasi nilai letalitas dikenal juga sebagai Pasteurisation Unit (PU). Satu PU dari pemanasan pada suhu 60oC (140oF) untuk 1 menit ekivalen dengan nilai Z 10oC (18oF) yaitu dibandingkan dengan nilai Z tertinggi pada bakteri vegeratif (lihat tabel 5). Maka nilai PU untuk temperatur (T,oC) dan waktu pemanasan (t, menit) adalah:
(Deeth dan Lewis, 2017)
Pada suhu 63oC untuk waktu 30 menit mempunyai nilai 60 PU sedangkan pada kondisi HTST (72oC/15s) mempunyai nilai 3.96 PU (Wilbey, 1993). Pasteurisasi adalah proses pemanasan makanan pada suhu 63oC selama 30 menit. Tujuannya untuk membunuh mikroba patogen. Namun bakteri yang tahan panas masih dapat hidup. Karena itu produk pangan pasteurisasi harus disimpan dalam kulkas atau dingin. (Yuyun dan Gunarsa, 2011)

METODOLOGI

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu beaker glass, neraca digital, hotplate, stopwatch dan termometer.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu jus alpukat dan susu.

Prosedur
Sampel ditimbang terlebih dahulu ± 30 gram ke dalam beaker glass, kemudian diukur suhu awal dari sampel. Beaker glass yang berisi larutan sampel ditaruh di atas hotplate yang telah digantung termometer diatasnya dan ditunggu hingga suhu yang diinginkan (65 atau 72 oC) dan diukur suhunya setiap 30 detik. Setelah mencapai suhu yang diinginkan dikeluarkan beaker glass yang berisi sampel dengan masih berjalannya waktu hingga detik ke-1800. Lethal Rate dan Letalitas (Fo) suatu bahan dapat dicari dengan menggunakan rumus:
Keterangan
T  = Suhu (oC)
T0 = Suhu awal/suhu referensi (oC)
LI  = Lethal Rate I
LII = Lethal Rate II
F0 = Letalitas (detik)
Z   = Peningkatan temperatur yang dibutuhkan untuk mengurangi nilai D s  ebanyak 1 log.
(Toledo, 2007)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1.  Grafik Hubungan antara LR dengan Waktu pada Sampel Susu 65oC

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Suhu dengan Waktu pada Sampel Susu 65oC
Menurut Regulasi “The Milk (Special Designation) Regulations 1977 (S.I 1977 No. 1033;16 June 1977)” susu dipasteurisasi pada temperatur tidak lebih dari 62.8oC dan tidak lebih dari 65.6oC atau kurang lebih 63oC selama 30 menit dan segera didinginkan pada suhu kamar. (The Milk (Special Designation) Regulations, 1977). Nilai Z dan nilai D pada tiap bakteri berbeda-beda dapat dilihat pada lampiran 2 Tabel 5 dan Tabel 6 tergantung bakteri mana yang akan menjadi target. Pada suhu 63oC untuk waktu 30 menit mempunyai nilai 60 PU atau nilai letalitas 60 menit (Wilbey, 1993).
Pada sampel susu pada suhu 65oC didapatkan nilai letalitas sebesar 489,56 detik atau 8,16 menit. Namun proses ini masih dikatakan belum selesai, dikarenakan seharusnya bila sesuai dengan prosedur suhu sampel harus kembali ke awal lagi. Suhu referensi yang digunakan adalah 63.3oC dan z= 10oC. Bila dibandingkan dengan standar proses ini masih kurang lama atau suhu yang digunakan kurang tinggi sehingga tingkat mematikan (letalitasnya) kurang dari standar.
Gambar 3. Grafik Hubungan antara LR dengan Waktu pada Sampel Susu 72oC
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Susu dengan Waktu pada Sampel Susu 72oC
Pada sampel susu pada suhu 72oC didapatkan nilai letalitas sebesar 6223,03 detik atau 103, 72 menit. Suhu referensi yang digunakan adalah 63.3oC dan z= 10oC. Bila dibandingkan dengan standar yaitu nilai letalitasnya 60 menit, proses ini melebihi standar sehingga tingkat mematikan (letalitasnya) cukup untuk proses pasteurisasi.
Berdasarkan hasil praktikum ini maka membuktikan bahwa pasteurisasi 63oC selama 30 menit setara dengan pasteurisasi 72oC selama 15 detik, karena nilai letalitasnya kurang lebih sama. Namun pada praktikum ini proses pemanasan yang dilakukan yaitu selama 3 menit dari suhu awal sehingga nilai letalitasnya melebihi standar.
Gambar 5. Grafik Hubungan antara LR dengan Waktu pada Sampel Jus Alpukat 65oC
Gambar 6. Grafik Hubungan antara Suhu dengan Waktu pada Sampel Jus Alpukat 65oC
Pada sampel jus alpukat pada suhu 65oC didapatkan nilai letalitas sebesar 300,31 detik atau 5,01 menit. Namun proses ini masih dikatakan belum selesai, dikarenakan seharusnya bila sesuai dengan prosedur suhu sampel harus kembali ke awal lagi.  Suhu referensi yang digunakan adalah 63.3oC dan z= 10oC. Bila dibandingkan dengan standar yaitu nilai letalitasnya 60 menit proses ini masih kurang lama atau suhu yang digunakan kurang tinggi sehingga tingkat mematikan (letalitasnya) kurang dari standar.

Gambar 7Grafik Hubungan antara LR dengan Waktu pada Sampel Jus Alpukat
Gambar 8. Grafik Hubungan antara Suhu dengan Waktu pada Sampel Jus Alpukat
       Pada sampel jus alpukat pada suhu 72oC didapatkan nilai letalitas sebesar 7288,22 detik atau 121, 47 menit Suhu referensi yang digunakan adalah 63.3oC dan z= 10oC. Bila dibandingkan dengan standar yaitu nilai letalitasnya 60 menit, proses ini melebihi standar sehingga tingkat mematikan (letalitasnya) cukup untuk proses pasteurisasi.
Bila membandingkan lamanya suhu naik antara susu dengan jus alpukat, maka lebih lama jus alpukat untuk naik suhunya dibandingkan susu. Menurut Suryatin, 2004 titik didih suatu larutan dipengaruhi oleh jenis pelarut dan zat terlarutnya serta kekentalan larutan. Bila dibandingkan jus alpukat lebih kental dibandingkan susu oleh karena itu suunya naik juga lebih lama dibandingkan susu.

KESIMPULAN

Dari hasil praktikum proses termal pada sampel susu pada suhu 65oC dan 72oC didapatkan nilai letalitas sebesar 489,56 detik dan  6223,03 detik, sedangkan pada sampel jus alpukat pada suhu 65oC dan 72oC didapatkan nilai letalitas sebesar 300,31 detik. dan 7288,22 detik.

DAFTAR PUSTAKA

Barbosa-Cánovas dan V. Gustavo. 2009. Food Engineering. Eolls Publisher Co. Ltd., 
      Oxford, UK.
Deeth, H. J. dan Lewis, M. L. 2017. High Temperature Processing of Milk and  Milk Products. John Willey and Sons Ltd, Oxford, UK.
Heldman, D. R. 2007. Encyclopedia of Agricultural, Food and Biological Engineering. Marcel Dekker Inc., New York, USA.
Juffs H. dan Deeth, H. C. 2007. Scientific Evaluation of Pasteurisation for Pathogen in Milk and Milk Products. FSANZ, Canberra.
Kusnandar, dkk. 2006. Prinsip Teknik Pangan. IPB, Bogor.
Suryatin Budi. 2004. Sains. Grasindo, Jakarta.
The Milk (Special Designation) Regulations 1977, Statutory Instrument No. 1033, HMSO, London, 1977.
Toledo, Romeo T. 2007. Fundamentals of Food Process Engineering 3rd ed. University of 
      Georgia, Georgia.
Wilbey, R. A. 1993.  Pasteurization of   foods: Principles of pasterization: In: Encyclopedia 
     of Food Science, Food Technology and Nutrition (eds R. Macrae, R. K Robinson dan M.  
     J. Saddler. Academic Press, London, UK.
Yuswita, Elia. 2006. Optimasi Proses Termal utuk Membunuh Clostridium botulinum
     Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yuyun dan Gunarsa, D. 2011. Cerdas Mengemas Produk Makanan dan Minuman. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.