Pindah Panas dalam Bahan Pangan
ABSTRACT
Heat transfer is the transfer of energy occurring to high
temperature objects or materials to low temperature objects or materials, to
achieve heat balance. Specific heat (Cp) controls the temperature
difference (dT) by adding a certain amount of heat (dQ) to one gram of
material. Thermal conductivity (k) is the heat rate per time (q) through
material of thickness (x) and surface area (A) and there is a temperature
difference (dT) between the two sides. The purpose of this practices is to know
the specific heat and thermal conductivity of the sample. From practice result,
the largest specific heat is guava juice 5541 J/kg0C on the hotplate
and jam 4419
J/kg0C on coldplate. The largest
thermal conductivity of apples in both devices is 25.87 W/m0C and
10.18 W/m0C on hotplate and coldplate.
Key words: heat transfer, specific heat, thermal conductivity,
temperature
ABSTRAK
Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada
benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah, hingga tercapainya
kesetimbangan panas. Panas spesifik (Cp) mengendalikan kenaikan
temperatur (dT) oleh penambahan sejumlah panas (dQ) pada satu gram material.
Konduktivitas termal (k) adalah laju panas persatuan waktu (q) yang melalui
suatu bahan pangan ketebalan (x) dan luas permukaan (A) dan terdapat perbedaan
suhu (dT) diantara kedua sisinya. Tujuan praktikum ini untuk mengetahui panas
spesifik dan konduktivitas termal dari sampel. Dari hasil praktikum diperoleh
panas spesifik pada hotplate terbesar dimiliki jus jambu sebesar 5541 J/kg0C
dan selai sebesar pada alat coldplate. Konduktivitas terbesar dimiliki
apel pada kedua alat yaitu sebesar 25.87 W/m0C dan 10.18 W/m0C
pada alat hotplate dan coldplate.
Kata kunci: konduktvitas termal, panas spesifik, perpindahan
panas, temperatur
PENDAHULUAN
Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada
benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu
rendah, hingga tercapainya kesetimbangan panas. Kesetimbangan panas terjadi
jika panas dari sumber panas sama dengan jumlah panas benda yang dipanaskan
dengan panas yang disebarkan oleh benda tersebut ke medium sekitarnya. Proses
perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme yaitu konduksi, konveksi
dan radiasi (Nurzannah, 2014).
Perpindahan panas mempelajari bagaimana panas dapat berpindah dari
peralatan atau sistem pengolahan ke dalam bahan pangan atau sistem pengolahan
ke dalam bahan pangan dan bagaimana karakteristik termal bahan pangan akibat
penerapan panas tersebut menjadi kajian yang sangat penting dalam
mengoptimalisasi proses pengolahan.
Panas spesifik atau panas jenis adalah sifat termal penting lain
untuk operasi pemrosesan untuk menentukan jumlah panas yang diperlukan proses
tersebut. Jadi panas spesifik (digunakan lambang Cp untuk panas
spesifik pada tekanan tetap) mengendalikan kenaikan temperatur dT oleh
penambahan sejumlah panas dQ pada satu gram material jadi dQ = m. Cp.dT.
(Smallman dkk, 2000)
Menurut Toledo 2007, salah satu model yang paling awal diggunakan
untuk menghitung panas spesifik adalah yang diusulkan oleh Siebel (1892):
Cp = 0,837 + 3,349 Xw
Cp = 0,837 + 3,349 Xw
dimana
Xw adalah kadar air yang dinyatakan sebagai fraksi massa. Model ini
tidak menunjukkan pengaruh suhu atau komponen-komponen lain dalam produk
pangan.
Pengaruh komponen-komponen produk dinyatakan dalam suatu persamaan
empiris yang dikemukakan oleh Charm (1971):
Cp
= 2,093 Xf + 1,256 Xs + 4,187 Xw
dimana
X adalah fraksi massa; dan subskrip f adalah padatan lemak, s adalah nonlemak
dan w adalah air.
Heldman dan Singh (1981) mengemukaan persamaan yang didasarkan
pada komponen-komponen suatu produk pangan:
dimana X adalah fraksi massa; dan subskrip c adalah karbohidrat, p adalah protein, subskrip f adalah padatan lemak, a adalah abu dan w adalah air.
Persamaan-persamaan diatas tidak memasukkan keterkaitannya dengan
suhu. Namun, untuk proses-proses dimana suhu berubah harus menggunakan
model-model prediktif panas spesifik yang memasukkan keterkaitannya dengan
suhu. Choi dan Okos (1987) mempresentasikan suatu model komprehensif untuk
mendga panas spesifik berdasarkan pada komposisi dan suhu. Model tersebut
sebagai berikut:
Protein:
Cpp
= 2008.2 + 1208.9 × 10−3 T − 1312.9 × 10−6 T2
Lemak:
Cpf
= 1984.2 + 1473.3 × 10−3 T − 4800.8 ×10−6 T2
Karbohidrat:
Cpc
= 1548.8 + 1962.5 × 10−3 T − 5939.9 × 10−6 T2
Serat:
Cpfi
= 1845.9 + 1930.6 × 10−3 T − 4650.9 × 10−6 T2
Abu:
Cpa
= 1092.6 + 1889.6 × 10−3 T − 3681.7 × 10−6 T2
Air
diatas suhu pembekuan:
Cpwaf
= 4176.2 − 9.0864 × 10−5 T + 5473.1 × 10−6 T2
Panas spesifik dari campuran diatas suhu pembekuan adalah:
Cavg
= P(Cpp) + F(Cpf) + C(Cpc) + Fi(Cpfi) + A(Cpa) + M(Cpwaf)
dimana
P, F, Fi, A, C dan M, adalah fraksi massa dari protein, lemak, serat, abu,
karbohidrat dan air diatas suhu pembekuan.
Konduktivitas termal (k) adalah sifat bahan dan menunjukkan jumlah
panas yang mengalir melintasi satu satuan luas jika gradien suhunya satu. Bahan
yang mempunyai konduktivitas termal yang tinggi dinamakan konduktor sedangkan
bahan yang konduktivitas termalnya rendah disebut isolator (Iskandar, 2014).
Keterangan:
k = konduktivitas termal (W/m0C)
m = massa air (kg)
Cp = panas spesifik (J/kg0C)
dTw = perubahan suhu air (0C)
t = waktu (s)
A = luas permukaan (m2)
dTs = perubahan suhu sampel (0C)
Konduktivitas termal bahan bervariasi dengan komposisi dan, dalam
beberapa kasus, fisik komponen. Makanan, yang berasal dari biologis memiliki
komposisi yang sangat bervariasi dan struktur, oleh karena itu, k pada makanan
yang disajikan dalam tabel tidak selalu sama untuk semua makanan di kategori
yang tercantum. Efek variasi komposisi material pada nilai termal
konduktivitas, telah dilaporkan oleh Choi dan Okos (1987). Prosedur mereka
dapat digunakan untuk memperkirakan k dari komposisi. k dihitung dari
konduktivitas termal ki komponen murni dan fraksi volume tiap
komponen, Xvi. Asumsi penting yang digunakan dalam prosedur estimasi
ini adalah bahwa kontribusi masing-masing komponen terhadap konduktivitas
termal komposit sebanding dengan fraksi volume komponen sebagai berikut:
Konduktivitas termal (W/mK) dari air (kw),
es (kic), protein (kp), lemak (kf),
karbohidrat (kc), serat (kfi) dan abu (ka)
dihitung dalam temperatur 0C:
kw=
0.57109 + 0.0017625 T − 6.7306 × 10−6 T2
kic= 2.2196
− 0.0062489 T + 1.0154 × 10−4 T2
kp = 0.1788
+ 0.0011958 T − 2.7178 × 10−6 T2
kf = 0.1807
− 0.0027604 T − 1.7749 × 10−7 T2
kc = 0.2014
+ 0.0013874 T − 4.3312 × 10−6 T2
kfi =
0.18331 + 0.0012497 T − 3.1683 × 10−6 T2
ka = 0.3296
+ 0.001401 T − 2.9069 × 10−6 T2
Fraksi volume Xvi dari setiap
komponen dapat dicari dengan cara:
ρic = 916.89 − 0.13071 T
ρp = 1329.9 − 0.51814 T
ρf = 925.59 − 0.41757 T
ρc = 1599.1 − 0.31046 T
ρfi = 1311.5 − 0.36589 T
ρa = 2423.8 − 0.28063
T (Toledo, 2007)
METODELOGI
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan yaitu air, apel, jus jambu,
selai, sosis dan susu.
Alat yang digunakan yaitu beaker glass, coldplate,
hotplate, infrared thermometer, neraca analitik, penggaris, pisau, spatula
dan stopwatch.
Penentuan Panas
Spesifik
Disiapkan 10 gram air dan 10 gram sampel kemudian
ditaruh diatas hotplate/coldplate selama 5 menit dengan suhu 500C
untuk hotplate dan 00C untuk coldplate. Dicatat suhu
awal dan akhir sebelum dipanaskan/didinginkan, kemudian dihitung panas
spesifiknya.
Perhitungan panas spesifik dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Keterangan:
Cp = panas spesifik (kJ/kg0C)
dT = perubahan suhu (0C)
Q = panas kalor (kJ)
Penentuan Konduktivitas
Termal
Disiapkan 10 gram air dan 10 gram sampel, diukur
ketebalan dan luas permukaan sampel, kemudian ditaruh diatas hotplate/coldplate
selama 5 menit dengan suhu 500C untuk hotplate dan 00C
untuk coldplate. Dicatat suhu awal dan akhir sebelum dipanaskan/didinginkan.
Kemudian dihitung konduktivitas termalnya.
Perhitungan konduktivitas termal dapat dihitung
menggunakan rumus:
Keterangan:
m = massa air (kg)
Cp = panas spesifik (J/kg0C)
dTw = perubahan suhu air (0C)
t = waktu (s)
A = luas permukaan (m2)
dTs = perubahan suhu sampel (0C)
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Tabel
1. Hasil
perhitungan panas spesifik (hotplate)
Sampel
|
Panas Spesifik
(J/kg0C)
|
Susu
|
2293
|
Jus Jambu
|
5541
|
Selai
|
3971
|
Tabel
2. Hasil perhitungan panas spesifik (coldplate)
Sampel
|
Panas Spesifik
(J/kg0C)
|
Susu
|
3567
|
Jus Jambu
|
3096
|
Selai
|
4419
|
Pada
pengukuran panas spesifik sampel ditimbang terlebih dahulu, suhu awal dan suhu
akhir pada sampel dan air diuku untuk selanjutnya dapat dimasukkan ke dalam
perhitungan. Q yang dilepas = Q yang diterima, dari rumus tersebut nilai panas
spesifik dari suatu bahan pun dapat dihitung.
Tabel
3. Hasil perhitungan konduktivitas termal (hotplate)
Sampel
|
Konduktivitas
Termal (W/m0C)
|
Apel
|
10.18
|
Sosis
|
3.54
|
Tabel
4. Hasil
perhitungan konduktivitas termal (coldplate)
Sampel
|
Konduktivitas
Termal (W/m0C)
|
Apel
|
25.87
|
Sosis
|
13.3
|
Pada
pengukuran konduktivitas termal, sampel tidak ditimbang dahulu namun diukur
panjang, lebar dan tingginya untuk menghitung luas permukaan dan ketebalan
sampel untuk selanjutnya dapat dimasukkan ke dalam perhitungan. Suhu awal dan
suhu akhir pada sampel dan airpun harus diukur.
Dari
hasil praktikum dan perhitungan di atas antara hotplate dengan coldplate
berbeda cukup jauh. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain,
pada alat suhunya tidak merata, pengukuran suhu yang kurang tepat dan waktu
yang kurang bersamaan dalam mengukur suhunya.
Dilakukan
percobaan pada hotplate dan coldplate tujuannya untuk
membandingkan hasil panas spesifik dan konduktivitas termal yang seharusnya
sama.
Untuk
mengetahui panas spesifik dan konduktivitas termal yang sebenarnya perlu
dilakukan analisis pada bahan seperti komponen-komponen yang terdapat dalam
bahan seperti karbohidrat, protein, lemak, serat, abu dan airnya. Hal ini
dilakukan untuk dapat membandingkan hasilnya dengan percobaan yang dilakukan.
Bila
digunakan hasil panas spesifik dan konduktivitas termal dari literatur lain
tanpa dilakukan analisis pada bahan yang sama maka hasilnya tidak akan spesfik
karena setiap bahan mempunyai jumlah komponen-komponen gizi yang berbeda-beda.
Contoh susu X kandungannya tidak sama dengan suhu Y. Maka dari itu dari hasil
praktikum kali ini tidak dapat ditentukan hasil panas spesifik dan
konduktiivitas bahan yang sebenarnya.
KESIMPULAN
Dari
hasil praktikum diperoleh panas spesifik (hotplate) susu sebesar 2293 J/kg0C,
jus jambu sebesar 5541 J/kg0C, selai sebesar 3971 J/kg0C
dan konduktivitas termal (hotplate) apel 10.18 W/m0C dan
sosis sebesar 3.54 W/m0C sedangkan panas spesifik (coldplate)
susu sebesar 3567 J/kg0C, jus jambu sebesar 3096 J/kg0C,
selai sebesar 4419 J/kg0C dan konduktivitas termal (hotplate)
apel 25.87 W/m0C dan sosis sebesar 13.3 W/m0C. Dari kedua
alat didapatkan hasil panas spesifik dan konduktivitas termal yang berbeda.
Panas spesifik paling besar dimiliki oleh jus jambu pada alat hotplate dan
selai pada alat coldplate, sedangkan konduktivitas termal paling besar
dimiliki apel pada kedua alat.
DAFTAR PUSTAKA
Charm, S. E. l971. Fundamentals of
Food Engineering. 2nd ed. AVI
Publishing Co.,
Westport, CT.
Choi, Y. and Okos, M. R. 1987. Effect
of temperature and composition
on thermal
properties of foods.
In: Food Engineering and Process
Applications. M. Le Maguer
and P. Jelen,
Eds. Vol. 1. Elsevier, New York.
Heldman, D. R. and Singh, R. P. 1981. Food
Process Engineering. AVI
Publishing Co.,
Westport, CT.
Iskandar. 2014. Perpindahan Panas. Deepublush, Yogyakarta.
Nurzannah. 2014. Solusi Analitik Dan
Solusi Numerik Konduksi Panas Pada
Arah Radial
Dari Pembangkit Energi Berbentuk Silinder. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Smallman, R. E. dan Bishop, R. J. 2000. Metalurgi
Fisik Modern dan Rekayasa Material.
Erlangga, Jakarta.
Toledo, Romeo T. 2007. Fundamentals
of Food Process Engineering 3rd
ed. University of
Georgia,
Georgia.
PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya
Tidak ada komentar: