Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Asam Cuka
ABSTRACT
The determination of acetic acid in vinegar can be
determined by acid-base titration. Acetic acid (weak acid) with NaOH (strong
base) reacts to a base salt of sodium acetate so phenolphthalein is used as an
indicator, the end point is known by the red color of the titration solution.
In the practice of determining the concetration of acetic acid in this vinegar
acid obtained acetic acid concetration of 25,31%.
Keywords: acetic acid, end point, indicator, NaOH, titration,
vinegar
PENDAHULUAN
Asam asetat dalam produk pangan
umumnya ada pada asam cuka. Asam cuka ada yang berupa cuka makan adapula yang
berupa cuka dapur. Pada cuka makan umumnya asam asetat yang terkandung
didalamnya sebesar 5% dan pada cuka dapur asam asetat yang terkandung
didalamnya umumnya 20-30%. Pada praktikum kali ini yaitu penentuan kadar asam
asetat dalam asam cuka untuk mengetahui konsentrasi asam asetat dalam asam cuka
ini. Asam asetat ini dapat ditentukan kadarnya melalui titrasi asam
basa/alkalimetri dengan mereakasikan asam asetat dengan natrium hidroksida
(NaOH).
Titrasi yaitu penambahan secara cermat
volume suatu larutan yang mengandung zat A yng konsentrasinya diketahui, kepada
larutan yang mengandung zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang akan
mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi
yaitu titik akhir ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis misalnya warna
campuran yang bereaksi. Titik akhir yang dapat dideteksi dalam campuran reaksi
yang tidak bewarna dengan menambahkan zat yang disebut indikator, yang mengubah
warna pada titik akhir (Oxtoby, 2001).
Reaksi
penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat
golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidi
alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena
hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar
(asidimetri) dan titrasi asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang
berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkali metri). Reaksi-reaksi
ini melibatkan senyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air
(Bassett, 1994).
Titrasi
asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu diguakan
pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekivalen 4-10. Selama titrasi
asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara drastis bila
volume titrannya mencapai titik ekuivalen (Khopkar, 2003).
Titik ekuivalen adalah titik dalam
titrasi ialah saat bila zat-zat yang direkasikan tepat dalam jumlah yang
ekivalen (sebanding), misalnya dalam titrasi asam dengan suatu basa. Titik
ekuivalen ialah titik akhir teoritik suatu titrasi, dalam prakteknya titik
ekuivalen ini berbeda dengan titik akhir titrasi karena terbatasnya indikator
dan kesalahan-kesalahan pengamatan (Franklin, 1977).
Asam asetat memiliki beberapa nama
antara lain asam etanoat, vinegar (mengandung minimal 4 gram asam asetat per
100 larutan), atau asam cuka. Asam asetat merupakan senyawa organik yang
mengandung gugus asam karboksilat. Rumus molekul dari asam asetat adalah C2H4O2.
Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH,
atau CH3CO2H. Asam asetat memiliki sifat antara lain
(Perry, 1999):
a.
Berat molekul 60,05.
b.
Berupa cairan jernih (tidak berwarna).
c.
Berbau khas.
d.
Mudah larut dalam air, alkohol, dan eter.
e.
Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam
lemah (korosif).
f.
Asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada
16,7°C, sedikit di bawah suhu ruang.
g.
Mempunyai titik didih 118,1oC
h.
Mempunyai titik beku 16,7 oC
i.
Spesific grafity 1,049
Tujuan
dilakukannya praktikum penentuan kadar asam asetat dalam asam cuka ini untuk
mengetahui kadar asam asetat dalam cuka apakah sesuai dengan yang tertera pada
botol ataupun tidak.
BAHAN DAN METODE
Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan yaitu botol gelap,
beaker glass, bulb, buret 50 mL, buret 100 mL, corong, erlenmeyer, klem,
labu ukur 100 mL, labu ukur 1000 mL, magnetic stirrer, neraca analitik,
pipet tetes, pipet ukur 10 mL dan statif.
Bahan yang digunakan yaitu alkohol
96%, aquades, asam cuka merk belibis,
larutan HCl, indikator PP dan NaOH.
Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Hal pertama
yang dilakukan adalah menimbang NaOH anhidrous seberat 4
gram, kemudian dimasukkan padatan kedalam labu ukur 1000 mL yang sebelumnya sudah diisi sedikit akuades yang sudah dihilangkan
CO2nya dengan cara memanaskan air. Selanjutnya
ditepatkan hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
Standarisasi
NaOH terhadap HCl Standar
Pertama-tama,
dipipet larutan HCl standar 0,1 N sebanyak 10 mL. Kemudian
dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 100 ml dan ditambahkan 3 tetes indikator
PP. Dilakukan titrasi dengan NaOH yang sudah dibuat sebelumnya hingga warna
berubah menjadi merah. Titrasi dilakukan 2 kali (duplo) dan dilakukan
perhitungan N NaOH.
Penentuan
Konsentrasi Asam Asetat pada Cuka
Sebelum
dilakukan titrasi, cuka diencerkan terlebih dahulu. Semula cuka berkadar 25%
diubah menjadi 1%, 0,7%, 0,5%, 0,3%, dan 0,1% sebanyak 25 mL. Pengenceran menggunakan rumus :
Penentuan kadar
asam asetat dilakukan dengan titrasi. Pertama-tama, cuka yang sudah diencerkan
di pipet sebanyak 10 mL. Dimasukkan kedalam erlenmeyer
berukuran 100 mL dan ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes. Dilakukan titrasi menggunakan NaOH yang sebelumnya
sudah dibuat dan dilakukan hingga larutan berwarna merah. Perhitungan kadar
asam asetat dilakukan dengan menggunakan rumus:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum menetapkan kadar asam asetat
dalam asam cuka menggunakan natrium hidroksida, maka natrium hidroksida ini
harus diketahui kadarnya terlebih dahulu untuk memasukkannya ke dalam
perhitungan sehingga kadar asam asetat dalam asam cuka dapat diketahui.
Natrium
hidroksida (NaOH) adalah jenis basa yang paling sering digunakan dalam titrasi
asam-basa. NaOH sangat higroskopis dan sering mengandung garam tidak larut
natrium karbonat (Na2CO3). Maka dari itu normalitas NaOH
sebagai penitar tidak selalu presisi dan harus distandardisasi terlebih dahulu.
Dalam pembuatan larutan
NaOH tidak boleh digunakan suling biasa, karena air tersebut pada umumnya
mengandung terlalu banyak karbondioksida. Untuk memperoleh air bebas
karbondioksida, air suling harus didihkan lebih dahulu karena NaOH adalah salah
satu zat yang mudah menarik CO2 yang mudah bereaksi membentuk Na2CO3
(Nielsen, 2003).
NaOH merupakan bahan baku sekunder yang harus
distandarisasi terlebih dahulu salah satunya dengan bahan baku primer. Selain
bahan baku primer, NaOH juga dapat ditetapkan dengan bahan baku sekunder yang
telah distandarisasi atau diketahui kadarnya terlebih dahulu seperti pada
praktikum kali ini menggunakan HCl standar sebagai pembandingnya sehingga kadar
NaOH dapat dihitung. Titrasi berlangsung
antara larutan yang bersifat asam kuat (HCl) dan larutan yang bersifat basa
kuat (NaOH), maka indikator yang digunakan adalah indikator fenolftalein dengan
rentang pH antara 8,0 – 9.6 (Day dan Underwood,1999). Fenolftalein ini akan
berubah warna menjadi merah bila terdapat dalam lingkungan yang asam. Sehingga
pada saat titrasi berlangsung, jika larutan yang diberi indikator telah berubah
warna, berarti telah mencapai titik akhir titrasinya.
Reaksi yang terjadi anata HCl dengan NaOH adalah:
HCl + NaOH → NaCl + H2O
Tabel 1. Hasil Standarisasi NaOH terhadap HCl Standar 0,1 N
VNaOH (mL)
|
NNaOH (N)
|
11,20
|
0,091
|
10,00
|
0,102
|
10,40
|
0,098
|
10,15
|
0,100
|
10,00
|
0,102
|
Rata-rata
|
0,099
|
Pada penentuan kadar asam
asetat dalam asam cuka yang dititrasi dengan NaOH terjadi reaksi:
CH3COOH
+ NaOH → CH3COONa + H2O
NaOH merupakan basa kuat
sementara asam asetat bersifat asam lemah. Reaksi antara NaOH dengan asam
asetat menghasilkan garam natrium asetat dan air. Pada saat jumlah ekivalen
NaOH setara dengan asam asetat (titik ekivalen terjadi), maka pH larutan
ditentukan oleh garam natrium asetat. Garam natrium asetat merupakan garam
normal yang bersifat basa karena garam ini bereaksi dengan air menghasilkan ion
hidroksida, menyebabkan larutan bersifat basa. Untuk itu diperlukan indikator
yang bekerja di pH basa, yaitu phenol pthaelin (PP) dengan range pH 8,0 -9,8.
Sehingga titik akhir titrasi dapat di deteksi yaitu warna merah.
Fenolftalein merupakan salah
satu indikator yang mengubah warna menjadi merah muda bila larutan berubah dari
asam ke basa (Chang, 2005). Fenolftalin tidak bewarna dalam larutan asam dan
larutan netral tapi pink kemerahan dalam larutan basa (Oxtoby, 2001).
Tabel
2. Hasil Pengamatan Penentuan
Kadar Asam Asetat dalam Asam Cuka
Kel
|
%
|
VNaOH (mL)
|
Kadar CH3COOH
(%)
|
1
|
0,1
|
2,00
|
29,70
|
6
|
3,10
|
46,04
|
|
2
|
0,3
|
5,20
|
25,74
|
7
|
5,20
|
25,74
|
|
3
|
0,5
|
9,2
|
27,32
|
8
|
9,0
|
26,73
|
|
4
|
0,7
|
12,8
|
27,15
|
6
|
10,9
|
21,26
|
|
5
|
1,0
|
15,1
|
22,65
|
10
|
14,5
|
21,53
|
|
Rata-rata
|
27,39
|
Berdasarkan
hasil praktikum setiap kelompok terdapat perbedaan hasil, terutama kelompok 6
yang hasilnya jauh melebihi yang lain yaitu sebesar 46,04%. Terjadinya
berbedaan data ini dimungkinkan karena kesalahan pada saat dilakukan titrasi.
Kesalahan yang terjadi dimungkinkan karena beberapa alasan berikut:
a.
Persepsi warna satu dengan orang yang lainnya berbeda-beda, sehingga
terdapat perbedaan pendapat mengenai kapan titrasi harus dihentikan. Perbedaan
ini akan mempengaruhi perhitungan akhir kadar sampel asam asetat.
b.
Dimungkinkan pencucian alat yang akan digunakan untuk NaOH menggunakan
air yang tidak bebas CO2. Jika mengandung CO2,
konsentrasi NaOH yang akan diteliti menjadi tidak stabil dan terdapatnya
residu.
c.
Saat melakukan titrasi terlalu banyak orang yang melihat dan banyak
mengobrol. Dimungkinkan banyak CO2 yang masuk ke dalam sampel
sehingga perubahan warna menjadi sulit untuk terlihat dan menjadi tidak akurat,
karena pada titrasi ini CO2 merupakan zat pengotor.
Tabel
3. Hasil Perhitungan Standar Deviasi pada Penentuan
Asam Asetat dalam Asam Cuka
%
|
Kadar CH3COOH
(%)
|
Standar Deviasi
(SD)
|
0,1
|
29,70
|
11,55
|
46,04
|
||
0,3
|
25,74
|
0
|
25,74
|
||
0,5
|
27,32
|
0,42
|
26,73
|
||
0,7
|
27,15
|
4,16
|
21,26
|
||
1,0
|
22,65
|
0,79
|
21,53
|
||
Standar Deviasi Keseluruhan
|
7,0984
|
|
RSD
|
70,984
|
Ketelitian dan kecermatan dapat diartikan sebagai kesesuaian antara
nilai-nilai dari suatu pengukuran-pengukuran dari suatu kualitas yang sama.
Ketepatan dari suatu pengukuran adalah kesesuaian antara penetapan itu dengan
nilai sebenarnya. Deviasi (penympangan), rata-rata (mean) atau deviasi
rata-rata relattif merupakan rata-rata dari ketelitian. Dalam analisa
kualitatif ketelitian paling teliti atau paling teliti dari pada ½ bagian per
seribu (Bassett, 1994).
Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya
konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara
laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar
satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb)
adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD ≤ 2%
(Riyanto, 2012).
Dari hasil yang didapatkan RSDnya 70,984% artinya presisinya sangat tidak
baik. Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan
baku relatif (koefisien variasi). Precision dapat dinyatakan sebagai repeatability
(keterulangan) atau reproducibility (ketertiruan). Besarnya RSD
menyatakan tingkat ketelitian analis,
semakin kecil % RSD yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat
ketelitiannya.(Riyanto, 2012).
Tabel
4. Kadar Asam Asetat setelah diurutkan
Kadar CH3COOH
(%)
|
21,26
|
21,53
|
22,65
|
25,74
|
25,74
|
26,73
|
27,15
|
27,32
|
29,70
|
46,04
|
Data 46,70% sangat jauh dibandingkan yang lain bila data diurutkan dan diuji dengan uji
dixon maka data ini dapat dibuang (Lampiran).
Tabel 5. Kadar Asam Asetat setelah dilakukan Uji Dixon
Kadar CH3COOH
(%)
|
21,26
|
21,53
|
22,65
|
25,74
|
25,74
|
26,73
|
27,15
|
27,32
|
29,70
|
Setelah
data 46,70% dibuang maka konsentrasi rata-ratanya menjadi 25,31% dan juga RSD
yang lebih kecil dibandingkan sebelum data 46,04% dibuang. Data ini lebih
mendekati hasil yang tertera pada botol kemasan dan lebih dapat diterima.
KESIMPULAN
Asam asetat dapat
ditentukan kadarnya dengan menitrasinya dengan NaOH menggunakan indikator
fenolftelein hingga didapatkan titik akhir bewarna merah. Dari hasil praktikum
penentuan kadar asam asetat dalam asam cuka didapatkan kadar asam cuka sebesar
25,31%.
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J. 1994. Buku Ajaran Vogel Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar/Konsep-konsep Inti
Jilid 2 Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta.
Day, R. A dan A. L. Underwood. 1999. Analisis Kimia
Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta.
Franklin. 1977. Ensiklopedi Umum. Kanisius,
Yogyakarta.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Nielsen, S. Suzanne. 2003. Food Analysis 3rd
Edition. Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York.
Oxtoby, dkk. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid
1 Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
Perry, R.H., dan Green, D. 1999. Perry’s Chemical
Engineer’s Handbook 7th ed. McGraw-Hill Book Company,
New York.
Riyanto. 2012. Validasi dan Verifikasi Metode Uji. Deepublish,
Yogyakarta. PDfnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya
Tidak ada komentar: