Titrasi Asam Basa



ABSTRACT

          Titrasi asam basa merupakan studi kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam basa. Dalam percobaan titrasi, suatu larutan yang konsentrasinya diketahui secara pasti disebut sebagai larutan standar, ditambahkan secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai kedua larutan tersebut mengalami reaksi kimia yang berlangsung sempurna. Akhir reaksi selama titrasi diketahui dengan bantuan suatu indikator yang menandakan titik akhir titrasi. Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara drastis bila volume titrannya mencapai titik ekuivalen. Dari hasil praktikum titrasi asam basa standarisasi HCl 0,1 N menggunakan Na2CO3 sebagai BBP dan metil orange sebagai indikator sengan titik akhir bewarna oranye didapatkan hasil normalitas HCl sebesar 0,0971 N.
Keywords: asam basa, indikator, standarisasi, titik akhir, titik ekuivalen, titrasi

PENDAHULUAN

          Titrasi yaitu penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yng konsentrasinya diketahui, kepada larutan yang mengandung zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu titik akhir ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis misalnya warna campuran yang bereaksi. Titik akhir yang dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak bewarna dengan menambahkan zat yang disebut indikator, yang mengubah warna pada titik akhir (Oxtoby, 2001).
          Teori bronsted lowry melukiskan reaksi asam basa dalam  peristiwa perpindahan proton, yaitu perbadingan kekuatan asam basa menentukan kearah mana reaksi asam basa akan terjadi., yaitu dari kombinasi asam basa yang lebih kuat ke yang lebih lemah. Teori lewis memnadang reaksi asam basa dari arah pembentukan ikatan kovalen antara zat penerima pasangan elektron (asam) dengan pemberi (donor) elektron (basa). Gunanya yang paling besar adalah dalam keadaan dimana reaksi terjadi tanpa kehadiran suatu pelarut atau pada saat suatu asam tidak mengandung atom hidrogen. Ada beberapa macam titrasi bergantung pada reaksinya.  Salah satunya adalah titrasi asam basa (Brady, 1999).
          Reaksi ionik yang muncul dalam titrasi asam basa adalah (H+ ditulis sebagai representasi dari H3O+)
          H+ + OH- → H2O
Satu mol HCl melengkapi 1 mol H+, sedangkan 1 mol H2SO4 melengkapi 2 mol H+. Sama seperti tadi, 1 mol NaOH melengkapi 1 mol OH-, sedangkan 1 mol Ca(OH)2 melengkapi 2 mol OH-(Day, 1999).
          Berat gram-ekivalen (yang biasa disingkat berat ekivalen, BE) dari sebuah asam atau basa didefinisikan sebagai berat yang diperlukan dalam gram untuk melengkapi atau bereaksi dengan 1 mol H+ (1,008 g). BE dari suatu substansi tersebut dinamakan ekivalen (eq). Jika n adalah jumlah mol H+ yang dilengkapi oleh 1 mol asam atau yang direaksikan dengan 1 mol basa, hubungan antara kedua berat molekul dan berat ekivalen adalah
  
      
Untuk HCl dan NaOH, n= 1 dan BM dan BE adalah sama. Untuk H2SO4 dan Ca(OH)2, n= 2 dan BE adalah setengah BM (Day, 1999) .
          Dalam titrasi, suatu larutan yang harus dinetralkan dimasukkan ke dalam wadah atau tabung. Larutan lain yaitu basa, dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam, mula-mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut tercapai. Salah satu usaha untuk mencapai titik setara dalam melalui perubahan warna dari indikator asam basa. Titik pada saat titrasi dimana indikator berubah warna dinamakan titik akhir (end point) dari indikator. Yang diperlukan adalah memadankan titik akhir indikator yang perubahannya terjadi dalam selang pH yang meliputi pH sesuai dengan titik setara. Indikator asam basa adalah asam lemah yang tak terionnya (Hln) mempunyai warna yang berbeda dengan warna anionnya. Jika sedikit indikator dimasukkan dalam larutan, larutan akan berubah warna menjadi warna (1) atau warna (2) tergantung pada apakah kesetimbangan bergerak ke arah bentuk asam atau anion. Arah pergeseran kesetimbangan dalam reaksi berikut tergantung pada [H3O+] atau dengan kata lain pada pH .
          HIn + H2O → H3O+ + In-
        Warna (1)       Warna (2)
(Petruci, 1987).
          Titrasi asam basa merupakan studi kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam basa. Dalam percobaan titrasi, suatu larutan yang konsentrasinya diketahui secara pasti disebut sebagai larutan standar, ditambahkan secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai kedua larutan tersebut mengalami reaksi kimia yang berlangsung sempurna. Apabila suatu asam dititrasi dengan suatu basa kuat maka konsentrasi asam kuat dapat diketahui dengan mengukur jumlah basa kuat yang bereaksi dengannya. Akhir reaksi selama titrasi diketahui dengan bantuan suatu indikator (Setiyo, 2010).
          Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidi alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkali metri). Reaksi-reaksi ini melibatkan senyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air (Bassett, 1994).
          Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu diguakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekivalen 4-10. Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara drastis bila volume titrannya mencapai titik ekuivalen (Khopkar, 2003).
Gambar 1. Kurva Titrasi
Titik ekuivalen adalah titik dalam titrasi ialah saat bila zat-zat yang direkasikan tepat dalam jumlah yang ekivalen (sebanding), misalnya dalam titrasi asam dengan suatu basa. Titik ekuivalen ialah titik akhir teoritik suatu titrasi, dalam prakteknya titik ekuivalen ini berbeda dengan titik akhir titrasi karena terbatasnya indikator dan kesalahan-kesalahan pengamatan (Franklin, 1977).
          Setiap akan melakukan percobaan ataupun mereaksikan larutan dalam suatu wadah, misalnya beaker glass maupun labu Erlenmeyer, harus terlebih dahulu dilakukan pembilasan dengan menggunakan aquades. Hal ini dimaksudkan untuk membersihkan alat yang yang akan dipakai serta meminimalisir terjadinya kontaminasi dari lingkungan. Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan kimia maka dari itu kita harus berhati-hati dalam melakukan percobaan (Khopkar, 2003).

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan
          Alat yang digunakan yaitu bulb, botol gelap, beaker glass, buret 50 mL, buret 100 mL, corong, labu ukur 250 mL, magnetic stirrer, neraca analitik, pipet tetes, dan pipet ukur 10 mL.
          Bahan yang digunakan yaitu alkohol 96%, aquades,  HCl 37%, metil orange, dan Na2CO3.

Pembuatan larutan HCl 0,1 N
          Dipipet 2,1 mL HCl 37% BJ 1,19 g/mL ke dalam labu ukur  250 mL yang telah berisi air kemudian ditepatkan dan dihomogenkan.

Pembuatan larutan Na2CO3 anhidrous 0,1 N
          Ditimbang  1,325 gram Na2CO3 ke dalam beaker glass. Kemudian beaker glass tersebut di atas magnetic stirrer dan diaduk hingga padatan larut. Dimasukkan larutan tadi ke labu ukur 250 mL dengan bantuan corong dan ditepatkan kemudian dihomogenkan.

Pembuatan larutan alkohol 96%
          Dipipet  18,2 mL alkohol 96% ke dalam beaker glass kemudian diencerkan larutan tersebut hingga 25 mL menggunakan aquades dan dimasukkan ke dalam botol gelap.

Pembuatan larutan indikator metil orange
          Ditimbang 1 gram metil orange ke dilarutkan dengan alkohol 70% ke dalam labu ukur 100 mL, ditepatkan dan dihomogen. Kemudian dimasukkan ke dalam botol gelap.

Standarisasi HCl 0,1 N terhadap Na2CO3 0,1 N
          Dipipet 10 mL larutan Na2CO3 0,1 N dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL kemudian diteteskan 3 tetes indikator metil orange. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N hingga didapatkan titik akhir bewarna oranye. Dilakukan duplo dan dihitung normalitas HClnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Tabel Hasil Standarisasi HCl 0,1 N dengan Na2CO3
Kel
VHCl (mL)
NHCl (N)
1
11,00
0,0909
2
10,80
0,0923
3
10,50
0,0953
4
10,00
0,1000
5
10,15
0,0985
6
10,00
0,1000
7
10,15
0,0985
8
10,15
0,0985
9
10,10
0,0990
10
10,25
0,0976
11
10,25
0,0976
Ʃ
113,35
1,0682
10,30
0,0971
          Pada praktikum titrasi asam basa kali ini yaitu standarisasi HCl menggunakan Na2CO3. Larutan HCl harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum digunakan karena HCl merupakan bahan baku sekunder (BBS). Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering dilakukan dengan titrasi (Harjadi, 2000).
          Standarisasi merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya telah diketahui. Larutan standar kadang-kadang dapat dibuat dari sejumlah contoh solute yang diinginkan yang secara teliti ditimbang dengan melarutkannya ke dalam volume larutan yang secara teliti diukur volumenya. Cara ini biasanya tidak dapat dilakukan, akan tetapi karena relatif sedikit reaksi kimia yang diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk memenuhi permintaan analis akan ketelitiannya. Beberapa zat tadi yang memadai dalam hal ini disebut standar primer. Suatu larutan lebih umum distandarisasikan dengan cara titrasi yang pada proses itu dengan sebagian berat dari standar primer (Oxtoby, 2001).
          Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri. Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu,
1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zatkemudian melarutkannya untuk memperoleh volum tertentu, tetapi dapat distandartkan dengan larutan standar primer, disebut larutan standar sekunder. Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan:
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahuikemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak menyerap uap air, tidak meyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 2000).
          Pada percobaan ini,  yang bertindak sebagai larutan baku primer adalah HCl karena berat molekulnya lebih kecil dan derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer,  larutannya relatif stabil dalam penyimpanan,  Sedangkan yang bertindak sebagai larutan baku primer adalah Na2CO3, karena berat molekulnya lebih besar, mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan murni,  tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.  Na2CO3 anhidrous merupakan hasil dari pengeringan Na2CO3.10H2O selama 30 menit pada suhu 250oC.  Pengeringan ini dilakukan agar H2O yang mengikat natrium karbonat Na2CO3 bisa hilang.

Gambar 2. Struktur Indikator Metil Orange
(Sumber: merckmilipore.com)
Indikator metil orange (MO) berfungsi sebagai larutan penunjuk pada praktikum kali ini. Metil orange adalah suatu basa organik yang bersifat amfoter karena adanya gugus basa dari N(CH3)2 dan gugus asam dari SO3-. Bila larutan diasamkan, konsentrasi ion akan naik dan larutan menjadi merah. Bila larutan ditambah basa ion amfoter ini bereaksi dengan OH- sambil terjadi perubahan struktur molekul dan warna menjadi kuning.
          Pada praktikum satandarisasi HCl dengan menggunakan Na2CO3 yang pertama kali dilakukan yaitu membuat larutan Na2CO3 0,1 N, larutan HCl 0,1 N dan indikator metil orange. Kemudian proses titrasi dilakukan dengan cara memipet 10 mL larutan Na2CO3 ke dalam erlenmeyer 100 mL, ditambahkan 3 tetes indikator metil orange dan kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N. Pada saat sebelum titrasi hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain; kebersihan alat yang digunakan sebelum praktikum, keamanan praktikan yaitu dengan cara menggunakan APD, pereaksi atau reagen, lama reagen disimpan, dan kondisi buret apakah bocor atau tidak. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi hasil titrasi maka dari itu harus diperhatikan baik-baik sebelum melakukan titrasi. Pada saat titrasi tetesan penitar setetes demi setetes jangan dibiarkan mengocor, karena dikhawatirkan titik akhirnya akan lewat.
          Standarnya pada titrasi, titrat yang dipipet seharusnya mengguakan pipet volumetri bukan menggunakan pipet ukur, selain itu setiap penggunaan buret seharusnya dibilas dulu dengan larutan yang akan distandarisasi baru dilakukan titrasi. Namun karena keterbatasan alat dan bahan maka hal-hal tersebut tidak dilakukan. Ketelitian alat berbeda-beda, lebih teliti menggunakan pipet volumetri dibandingkan pipet ukur dan lebih teliti buret 50 mL dibandingkan buret 100 mL.
          Pada kelompok 1 hasil titrasi jauh dari kelompok lain, hal ini dikarenakan lewatnya titik akhir pada titik akhir titrasi sehingga menyebabkan warnanya lebih tua dari kelompok lain yakni oranye tua. Pada praktikum kali ini seharusnya titik akhir titrasi bewarna oranye.
          Konsentrasi  asam klorida setelah standarisasi dengan natrium karbonat (Na2CO3) yaitu 0,0971 N. Hal ini menandakan bahwa tingkat kesalahan dalam percobaan ini sangat kecil karena hasil perhitungan dan hasil teori hampir mendekati 0,1N.

KESIMPULAN

          Dari hasil praktikum titrasi asam basa standarisasi HCl 0,1 N menggunakan Na2CO3 sebagai BBP dan  metil orange sebagai indikator dengan titik akhir bewarna oranye didapatkan hasil normalitas HCl sebesar 0,0971 N.

DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. 1994. Buku Ajaran Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur I edisi 5. Binarupa Aksara, Jakarta.
Day, R. A dan A. L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta.
Franklin. 1977. Ensiklopedi Umum. Kanisius, Yogyakarta.
Harjadi, W. 2000. Ilmu Kimia Analitik. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press,  Jakarta.
Oxtoby, dkk. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 1 Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga, Jakarta.
Setiyo, Widodo. 2010.  Kimia Analisis Kuantitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sukmariah. 2000. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.

PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.