Laju Respirasi



IV.       HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).
Pola respirasi buah dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu respirasi klimakterik dan nonklimakterik. Respirasi buah klimakterik mempunyai karakteristik yaitu laju respirasinya pada saat awal setelah pemetikan akan menurun, secara tiba-tiba laju respirasi akan naik mencapai titik maksimum. Setelah mencapai titik maksimum respirasi akan menurun secara perlahan-lahan sampai buah menjadi layu dan busuk. Pola karakteristik buah non klimakterik memiliki karakteristik laju respirasinya tidak mengalami kenaikan dan terus-menerus menurun (Seymour dkk, 1993).
Laju dan pola respirasi yang diukur pada praktikum kali ini yaitu laju respirasi buah-buahan klimakterik dan non klimakterik. Mula-mula dipasang alat seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 1. Skema Percobaan Pengukuran Laju Respirasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Rangakaian alat di atas merupakan suatu aerator. Cara kerja alat tersebut  adalah udara yang dialirkan sebelum melewati contoh  terlebih dahulu dilewatkan pada larutan Ca(OH)2 jenuh (wadah I), kemudian NaOH  0,1 N (wadah II) untuk mengikat gas CO2 yang terkandung dalam udara. Setelah melewati buah-buahan (dalam desikator) gas CO2 yang diproduksi diikat oleh NaOH 0,1 N (wadah III dan IV). Untuk menentukan jumlah CO2 yang diikat oleh NaOH dilakukan dengan titrasi HCl 0,1 N dan indikator Phenolptalein.
Fungsi aerator untuk mengalirkan udara atau sebagai sumber O2, Ca(OH)2 berfungsi menangkap CO2 dari aerator sehingga tidak mengganggu hasil pengamatan. NaOH berfungsi untuk menangkap CO2 yang selanjutnya akan dititrasi dengan HCl, ciri CO2 sudah ditangkap oleh NaOH adalah tingkat kebasaan NaOH menurun.

4.1       Menentukan Pola Respirasi
Tabel 1. Hasil Pengamatan Menentukan Pola Respirasi
Sampel
Hari
Organoleptik
V HCl (mL)
Laju Respirasi (mg CO2/
g /jam)
Warna
Aroma
Tekstur
Blanko
0
-
-
-
17,00
0,0000
1
-
-
-
19,70
0,0000
2
-
-
-
14,10
0,0000
3
-
-
-
17,10
0,0000
4
-
-
-
19,00
0,0000
Tomat
W = 494 g
0
Jingga kehijauan
Bau tomat segar +++
Keras
15,05
0,0043
1
Jingga
Bau tomat ++
Lembek
17,20
0,0056
2
Jingga
Bau tomat busuk sedikit +
Lembek
14,50
-0,044
3
Jingga dan satu tomat berkapang
Satu tomat berbau busuk, yang lain bau tomat +
Lembek
16,70
0,00089
4
Jingga dan satu tomat berkapang
Bau busuk
Lembek
13,30
0,0126
Apel
W = 566 g
0
Hijau cerah
Bau apel segar
Keras
13,70
0,0064
1
Hijau pucat
Bau apel
Keras
17,90
0,0035
2
Mulai memerah
Bau apel
Keras
16,60
-0,0049
3
Hijau kemerah-merahan
Bau apel
Keras agak lembek
15,00
0,0040
4
Hijau sedikit merah
Bau apel
Keras sedikit lembek
10,50
0,0165
Timun
W=529 g
0
Hijau Muda
Bau Mentimun
Keras
13,10
0,0081
1
Hijau Muda
Bau Mentimun
Keras
14,50
0,0108
2
Hijau Muda
Tidak Berbau
Keras
13,50
0,0012
3
Hijau Muda
Tidak Berbau
Keras, Ditumbuhi Kapang
14,70
0,0050
4
Hijau Muda-Tua
Tidak Berbau
Keras, Ditumbuhi Kapang
12,00
0,0146
Jeruk
W= 518 g
0
Hijau kekuningan
Bau khas jeruk
Keras
16,00
0,0021
1
Hijau kekuningan
Bau jeruk
Keras
16,90
0,0059
2
Hijau kekuningan (kuning agak dominan)
Aroma jeruk hilang
Lembek
12,80
0,0028
3
Hijau kekuningan (kuning dominan)
Aroma asam
Lembek
14,80
0,0049
4
Hijau kekuningan (kuning dominan)
Aroma asam
Lembek
12,20
0,0144
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Laju respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, jumlah O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang terbentuk. Pengukuran laju respirasi biasanya hanya ditentukan dengan mengukur O2 dan CO2, yaitu dengan mengukur laju penggunaan O2 atau pengeluaran CO2 (Pantastico 1986).
Gambar 2. Grafik Menentukan Pola Respirasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Hasil pengamatan menunjukan bahwa sampel memiliki laju respirasi yang berbeda-beda. Laju respirasi pada tomat menghasilkan nilai negatif karena volume titrasi hasil aerasi lebih tinggi daripada volume titrasi blanko. Laju respirasi seharusnya tidak bernilai negatif. Kesalahan dapat terjadi dikarenakan aerasi sampel yang terlalu lama atau titrasi yang kurang akurat.
Apel dan tomat mengalami penurunan laju respirasi pada awalnya dan kemudian meningkat, maka buah apel dan tomat ini merupakan buah klimaterik. Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan. (Syarief dan Irawati, 1988).
Gambar 3. Skema (kurva) Hubungan Antara Proses Pertumbuhan Dengan Jumlah CO2 yang Dikeluarkan
(Sumber: Syarief dan Halid, 1993)
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa jumlah CO2 yang dikeluarkan akan terus menurun, kemudian pada saat mendekati “senescene” produksi CO2 kembali meningkat, dan selanjutnya menurun lagi. Buah-buahan yang melakukan respirasi semacam itu disebut buah klimaterik, sedangkan buah-buahan yang jumlah CO2 yang dihasilkannya terus menurun secara perlahan sampai pada saat senescene disebut buah non klimaterik.
Timun dan jeruk merupakan buah non klimaterik, namun pada grafik tidak terlihat terjadi penurunan laju respirasi. Perlakuan yang dilakukan menggunakan toples yang berbeda-beda dengan buah lainnya, kemungkinan terjadi kebocoron pada toples sehingga CO2 ikut masuk ke dalam toples sehingga laju respirasinya lebih tinggi dari yang sebenarnya, kemudian kemungkinan lainnya saat menunggu titrasi erlenmeyer tidak ditutup sehingga CO2 dari udara masuk ke dalam larutan.

4.2       Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi
Sampel
Hari/T/ RH
Organoleptik
V HCl (mL)
Laju Respirasi (mg CO2/
g /jam)
Warna
Aroma
Tekstur
Blanko
0
-
-
-
19,20
0,0000
1/ 21,9/65
-
-
-
18,30
0,0000
2/ 20,2/ 58
-
-
-
19,30
0,0000
3/ 16,7
-
-
-
20,00
0,0000
4/ 18,6/ 70
-
-
-
23,70
0,0000
Tomat
W = 468 g
0/ 21,6/ 61
Jingga kehijauan
Tomat segar
Keras
17,70
0,00353
1/ 13,0/ 65
Orange kemerahan
Bau khas tomat segar
Keras 
19,70
-0,0033
2/ 13,3/ 58
Orange kemerahan
Bau khas tomat
Keras
17,80
0,0035
3/ 13,4
Orange kekuningan
Bau khas tomat
Keras agak lunak
20,70
-1,6452
4/ 17,9/ 70
Orange kekuningan
Bau khas tomat
2 lunak, 2 agak lunak
22,50
0,0028
Apel
W = 498 g
0/ 23,6/ 61
Hijau kemerahan
Bau khas apel
Keras
17,70
0,00331
1/ 17,2/ 65
Hijau berbintik
Bau apel (+)
Keras
19,00
-0,00155
2/ 12,9/ 58
Hijau  kemerahan
Bau apel(+)
Keras
20,00
-0,00154
3/ 16,5
Hijau  kemerahan
Bau apel berkurang
Keras
19,60
0,00883
4/ 18,6/ 70
Hijau kemerahan
Bau apel berkurang
Keras
22,60
0,00243
Timun
W= 500 g
0/ 23,6/ 61
Hijau muda
Bau khas timun
Keras
17,70
0,0031
1/ 16,8/ 65
Hijau Muda
Tidak Berbau
Agak Lunak di ujung
15,70
1,3x10-3
2/ 15,6/ 58
Hijau Muda
Tidak Berbau
Agak Lunak di ujung
16,80
0,0055
3/ 17,2
Hijau Muda
Bau Mentimun Layu
Agak Lunak
16,90
0,00682
4/ 22,8/ 70
Hijau Muda
Bau Mentimun Layu
Agak Lunak
21,00
0,00594
Jeruk
W = 550 g
0/ 22,5/ 61
Hijau kekuningan
Bau khas jeruk
Keras
17,00
0,0044
1/ 18,4/ 65
Hijau muda
Bau jeruk (+)
Keras
17,90
8x10-4
2/ 12,2/ 58
Hijau tua bercak kuning
1 bau jeruk, lainnya tidak ada aroma
Agak lembek
20,30
-0,0020
3/ 12,9
Hijau tua bercak kuning
Lemah+ lainnya tidak ada aroma
Agak lembek
19,50
0,0020
4/ 18,1/ 70
Hijau tua bercak kuning ++
Lemah+ lainnya tidak ada aroma
Agak lembek
22,90
0,0016
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Laju respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan metabolisme dan seringkali digunakan sebagai indikasi umur simpan buah-buahan. Penyimpanan pada suhu dingin merupakan cara yang paling efektif dan bermanfaat untuk memperlambat perkembangan pembusukan pascapanen pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Tiap-tiap buah dan sayuran memiliki suhu optimum penyimpanan untuk menghambat penuaan dan pematangan proses-proses fisiologis (Winarno & Aman 1981). Metode yang umum digunakan untuk menurunkan laju respirasi buah-buahan segar adalah pengontrolan suhu ruang penyimpanan. Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena sederhana dan efektif.
Gambar 4. Grafik Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Laju respirasi seharusnya tidak bernilai negatif. Kesalahan dapat terjadi dikarenakan aerasi sampel yang terlalu lama atau titrasi yang kurang akurat. Hasil pengamatan di atas, terbukti bahwa suhu rendah dapat memperlambat laju respirasi. Bisa dilihat bahwa sayur yang disimpan pada suhu rendah memiliki laju respirasi lebih rendah dari penyimpanan pada suhu ruang. Pada buah klimaterik tetap memiliki laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan buah non-klimaterik.

4.3       Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi
Sampel
Hari
Organoleptik
V HCl (mL)
Laju Respirasi (mg CO2/
g /jam)
Warna
Aroma
Tekstur
Blanko
0
-
-
-
16,80
0,0000
1
-
-
-
20,70
0,0000
2
-
-
-
21,00
0,0000
3
-
-
-
19,40
0,0000
4
-
-
-
22,30
0,0000
Tomat
W = 382 g
0
merah kehiaju-an
bau khas tomat
keras +++
16,70
0,00029
1
merah kehiaju-an
bau tomat
keras +++
15,30
0,01555
2
oranye kehijau-an
bau tomat mulai hilang, bau karbit
keras ++
20,40
0,00173
3
oranye kehijau-an
berbau karbit dan tomat
keras ++
17,90
0,00432
4
oranye kehiaju-an
bau tomat +, bau karbit ++++
keras mulai lunak
19,10
0,00921
Apel
W = 536 g
0
Hijau kemerahan
Aroma  apel
Keras
14,80
0,00410
1
Hijau berbintik
Aroma apel
Keras  (+++)
12,40
0,01703
2
Hijau  kemerahan
Aroma apel
Keras (+++)
14,30
0,01375
3
Hijau  kemerahan
Aroma apel
Keras (+++)
20,40
-0,00205
4
Hijau kemerahan
Aroma apel
Keras (++)
21,70
0,00123
Timun
W = 426 g
0
Hijau
Khas timun
Keras +++
15,30
0,00387
1
Hijau Segar
Aroma Timun
Keras (++)
15,30
0,01394
2
Hijau
Karbit +++
Keras ++
13,10
0,02040
3
Hijau
Bau Karbit
Keras, bagian ujung mengkerut
18,30
0,00284
4
Kuning hijau muda
Karbit ++++
Lembek berair
10,70
0,02995
Jeruk
W = 598 g
0
Kuning kehijauan
Jeruk segar
Keras
15,50
0,00239
1
Kuning kehijauan
Jeruk sedikit karbit
Keras
16,70
0,00736
2
Kuning kehijauan
Karbit ++++
Keras melunak
19,50
0,00276
3
Kuning kehijauan
Karbit +++ dan jeruk +
Keras melunak
18,60
0,00147
4
Kuning
Karbit +++ dan jeruk +
Keras melunak
17,70
0,00846
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
            Mekanisme kerja etilen dalam hunungannya dengan permeabilitas sel ialah karena etilen adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu etilen dapat larut dan menembus ke dalam membran mitokondria. Apabila mitokondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian ditambah etilen, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitokondria akan dapat masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzim-enzim pematangan. Dengan kata lain etilen dapat menginduksi perubahan permeabilitas membran mitokondria, jadi memberikan kesempatan perpindahan ATP dan oleh sebab itu mendorong berlangsungnya klimakterik dan juga berbagai
reaksi sintesa lainnnya (Tranggono dan Setiaji, 1989).
Produksi etilena erat hubungannya dengan proses respirasi, yaitu banyaknya penggunaan oksigen pada saat respirasi berlangsung. Apabila produksi etilena banyak biasanya aktivitas respirasi itu meningkat ditandai dengan meningkatnya penyerapan oksigen. Oksigen sangat dibutuhkan dalam proses sintesis etilena dan reaksi-reaksi lainnya dalam pematangan. Konsentrasi yang rendah oksigen akan menghambat produksi etilena (Kartasapoetra 1989).
Peranan etilena tidak hanya pada pemasakan buah tetapi juga ada pertumbuhan, oleh karena itu etilena juga disebut zat pengatur tumbuh pada tumbuhan, terutama pada buah-buahan. Etilena merupakan pembangkit kemasakan buah dan peranannya tidak dapat digantikan oleh gas lain. Dengan adanya etilena, proses respirasi akan segera berlangsung dan ikut berperan dalam pemasakan. Fungsi etilena pada pemasakan buah klimakterik hanya sebagai pemacu dalam meningkatkan proses respirasi dan besarnya respon terhadap level endogenus bervariasi terhadap besar kecilnya konsentrasi dan sifat autokatalitiknya bersifat nyata (Wang, 1998).
Gambar 5. Grafik Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Cara untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah responnya terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat pra-panen maupun pasca panen. Sedangkan buah klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai (Pantastico, 1993). Etilen selain dapat memulai klimakterik, juga dapat mempercepat terjadinya klimakterik terutama pada buah-buahan yang mempunyai pola respirasi klimakterik. Sedangkan pada buah-buahan yang tergolong non klimakterik dengan penambahan etilen pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan perubahan pola respirasi. Berdasarkan grafik pada buah non klimaterik yaitu timun dan jeruk terjadi perubahan pola respirasi yang tadinya perlahan turun menjadi naik. Buah klimaterik yaitu apel dan tomat berdasarkan grafik lebih cepat menuju fase senescene akibat pemberian gas etilen ini.

4.4       Pengaruh Luka atau Memar terhadap Laju Respirasi
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pengaruh Luka atau Memar terhadap Laju Respirasi
Sampel
Hari
Organoleptik
V HCl (mL)
Laju Respirasi (mg CO2/
g /jam)
Warna
Aroma
Tekstur
Blanko
0
-
-
-
14,00
0,0000
1
-
-
-
20,20
0,0000
2
-
-
-
17,70
0,0000
3
-
-
-
21,70
0,0000
4
-
-
-
19,80
0,0000
Tomat
W = 430 g
0
Merah kehijauan +++
Keras
Bau tomat++
12,00
0,0051
1
Merah kehijauan ++
Keras
Bau tomat+
19,50
0,0018
2
Merah
Lembek
Bau tomat
16,50
0,0030
3
Merah, 2 berkapang
Lembek
Aroma asam, menuju busuk
13,00
0,022
4
Merah, 3 berkapang
Lembek, berair
Aroma asam dan busuk
15,00
0,012
Apel
W = 570 g
0
Hijau kemerahan
Keras
Bau apel (++)
15,70
-0,00328
1
Hijau kemerahan
Keras
Bau apel
15,20
0,00965
2
Hijau kemerahan
Keras
Bau apel
17,40
0,00579
3
Hijau  kemerahan
Keras
Bau apel sedikit
19,60
0,00405
4
Hijau kemerahan
Keras (+)
Bau apel (+)
11,30
0,01640
Timun
W=490 g
0
Hijau
Keras +
Bau khas timun
11,70
0,00516
1
Hijau muda ada kapang
keras
Bau busuk
13,70
0,01459
2
Hijau tua dan hijau muda (dominan), berkapang
Keras
Bau busuk
14,40
0,00726
3
Hijau Muda Pucat
Lembek (+++) pada bagian luka, ada lendir
Menyengat (++)
14,70
0,0154
4
Hijau muda pucat
Lembek (++++)
Berjamur (++)
Bau Busuk (+++)
15,00
0,01056
Jeruk
W = 530 g
0
Hijau kekuningan
keras
Bau khas jeruk
14,00
0,0000
1
Hijau kekuningan
Agak keras
Bau khas jeruk
16,00
0,0087
2
Kuning kehijauan
Lembek, hitam di bagian yang disayat
Aroma asam menuju busuk
18,80
-0,0023
3
Kuning kehijauan
Lembek
Aroma asam menuju busuk
11,80
0,0205
4
Cokelat yang dipenuhi lumus
Lembek ++
Aroma busuk menyengat
9,50
0,0213
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Laju respirasi lebih cepat jika suhu penyimpanan tinggi, umur panen muda, ukuran buah lebih besar, adanya luka pada buah dan kandungan gula awal yang tinggi pada produk (Winarno, 1992). Menurut Starret dan Laties (1993), menyebutkan bahwa buah yang mengalami luka akan mengakibatkan tekanan pada biosintesis etilen (wounded ethylene) dan kematangan buah semakin cepat.
Gambar 6. Grafik Pengaruh Luka atau Memar terhadap Laju Respirasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Jeruk, timun dan tomat mengalami kerusakan berupa kebusukan akibat luka/memar ini. Kerusakan hortikultura dapat dipercepat bila penanganan selama panen atau sesudah panen kurang baik. Sebagai contoh, komoditi tersebut mengalami luka memar, tergores, atau tercabik atau juga oleh penyebab lain seperti adanya pertumbuhan mikroba (Bourne, 2002).
 Luka atau memar yang terjadi pada buah-buahan akan meningkatkan sintesa etilen. Dengan demikian secara tidah langsung akan meningkatkan kecepatan respirasi, karena diketahui bahwa etilen dapat menstimulir reaksi enzimatis dalam buah-buahan. (Kader, 2002). Maka dari itu karena pada luka/memar produksi etilen pada buah lebih tinggi maka buah lebih cepat mengalami fase kebusukan atau senescene yang terlihat lebih jelas pada grafik laju respirasi tomat.
Hasil sampingan dari respirasi ini adalah karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan panas (Salunkhe dan Desai, 1984) sehingga pada timun wadah terlihat berair dan akhirnya tumbuhlah kapang. Kapang yang tumbuh dalam acar akan menyebabkan bahan acar, misalnya mentimun menjadi lembek, berlendir dan warnanya cenderung menjadi gelap (Frazier et al., 1956). Selain itu, kapang dapat menghasilkan mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Makfoeld, 1993). Mentimun yang sudah berkapang ini lebih baik tidak dikonsumsi karena ditakutkan terdapat mikotoksinnya dan akan berbahaya bagi tubuh.
Buah apel pada hari keempat laju respirasinya meningkat akibat apel akan menuju fase kematangan kemudian pembusukan atau fase senescene akan tetapi apel ini belum mengalami kebusukan dibandingkan buah yang lainnya. Luka memar pada apel ini mengakibatkan produksi gas etilen meningkat sehingga proses kematangannya lebih cepat akibat luka memar ini. Memar akan segera diikuti dengan pembusukan sehingga buah menjadi tidak layak jual. Memar mengindikasikan bahwa jaringandaging buah telah rusak sehingga mutu buah menurun (Wiyana, 2007).

V.        KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum penentuan laju respirasi buah dan sayuran serta pengaruh suhu, etilen dan luka memar terhadap laju respirasi adalah:
1.  Pola respirasi sayuran atau buah-buahan klimaterik akan mengalami penurunan laju respirasi, kenaikan yang signifikan, lalu penurunan kembali hingga mengalami kebusukan.
2.  Sampel non klimaterik laju respirasinya akan mengalami penurunan hingga akhirnya busuk.
3.   Timun dan jeruk merupakan buah non klimaterik.
4.   Tomat dan apel merupakan buah klimaterik.
5.   Laju respirasi pada suhu dingin lebih lambat daripada laju respirasi pada suhu ruang.
6.  Pengaruh etilen terhadap laju respirasi pada buah non klimaterik menyebabkan pola respirasinya berubah.
7.  Pengaruh etilen terhadap laju respirasi pada buah klimaterik menyebabkan lebih cepatnya buah menuju fase senescene.
8. Pengaruh luka memar terhadap laju respirasi menyebabkan buah lebih cepat membusuk.


DAFTAR PUSTAKA

Bourne, M. C. 2002. Food Texture and Viscocity: Concept and Measurement 2nd ed. An Elsevier Science, London.
Frazier, W.C., W.B. Sarles, J. B. Wilson and S.G. Knight. 1956. Microbiology General and Applied. Harper and Brothers, Ney York.
Kader, A.A. 2002. Respiration and Gas Exchange of Vegetables. Marcel Dekker, New York.
Kartasapoetra, W. A. G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian. Bina Aksara, Jakarta.
Lovelles, A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. PT Gramedia, Jakarta.
Makfoeld, D. 1993. Mikotoksin Pangan. Kanisius, Yogyakarta.
Pantastico, E. B. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan, Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. UGM Press, Yogyakarta.
Salunkhe, D. K. dan Desai, B. B. 1984. Postharvest Biotechnology of Vegetables, Vol. II. CRC Press Inc., Florida.
Seymour G.B., dkk. 1993. The Biochemistry of Fruit Ripening. Chapman and Hall, New York.
Starret A.A., dan G.G. Laties. 1993. Ethylene Dan Wound Induced Gene Expression In The Preclimateric Phase Of Ripening Avocado Fruit Dan Mesocarp Disc. Plant Physiol, 103:227-234.
Syarief, R. dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Syarief, R. dan H. Halid, 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.
Tranggono dan Setiaji, B. 1989. Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan Gizi UGM, Yogyakarta.
Wang, Y. 1998. The Chemistry, Fluxes and Sources of Carbon Dioxide in The Estuarine Waters of The Satilla and Altamaha Rivers. Limnol Oceanogr, Georgia.
Winarno F. G., dan Aman M. 1981. Fisiologi Lepaspanen. Sastra Hudaya, Jakarta.  
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wiyana, I. K. 2007. Respirasi pada Buah dan Sayuran. Paramita, Surabaya.

PDFnya disini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.