IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Senyawa Antimikroba
No Kelompok
Senyawa Antimikroba
Zona Penghambat (mm)
Suseptibilitas (R/I/S)
1B
Amoxilin
19.75
Sensitif (S)
2B
Jahe Segar
0
Resistant (R)
3B
Lengkuas Segar
0
Resistant (R)
4B
Daun Sirih
0
Resistant (R)
5B
Bawang Putih
3.75
Resistant (R)
6B
Jahe Bubuk
0
Resistant (R)
7B
Kunyit Segar
0
Resistant (R)
8B
Ketumbar Bubuk
8.5
Intermediet (I)
9B
Lada Bubuk
15
Sensitif (S)
10B
Lemon
1
Resistant (R)
11B
Bubuk Pala
0
Resistant (R)

4.2 Pembahasan
Praktikum yang dilakukan kali ini adalah pengujian aktivitas antimikroba dari bahan pengawet alami. Bahan pangan atau makanan disebut rusak atau tidak layak dimakan jika sifat-sifat bahan pangan atau makanan tersebut telah berubah. Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Kerusakan karena serangga atau binatang pengerat, adanya aktivitas enzim dan non enzim dalam bahan makanan, dan adanya kerusakan fisik, misalnya karena proses pembekuan, pengeringan, pemanasan, dan tekanan.
Antimikroba adalah substansi yang menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteria atau mikroorganisme lain, sedangkan antibiotik mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain. (Kee dan Hayes, 1996).
Senyawa antibakterial dapat dibuat atau didapatkan dari sumber alami seperti dari tanaman-tanaman rempah dan obat. Beberapa contoh bahan antimikroba pada sampel kali ini adalah lengkuas segar, jahe segar, lemon, kunyit segar dan daun sirih, sedangkan antibiotik buatan yaitu amoxilin. Salah satu fungsi dari senyawa antimikroba adalah untuk pengawetan atau pengobatan. Pada bahan pangan fungsi dari senyawa antimikroba adalah untuk pengawetan, sedangkan dalam bidang farmasi adalah untuk pengobatan yang nantinya konsentrasi zat diuji lagi dengan metode KHM (Konsentrasi Hambat Minumum) (Harmita dan Radji, 2006).
Metode pengujian yang digunakan pada praktikum kali ini adalah metode cakram Kirby-Bauer, yaitu dengan cara cakram yang telah mengandung antibiotik diletakkan diatas pelat agar yang mengandung mikroorganisme yang akan diuji Efektivitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernih atau bersih yang mengelilingi cakram tempat aktivitas antimikroba terdifusi (Harmita dan Radji, 2006).
Untuk menghindari dan mengurangi kemungkinan pencemaran suatu produk oleh mikroorganisme, dilakukan proses pengawetan produk. Secara garis besar tehnik pengawetan dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu pengawetan secara alami, pengawetan secara biologis dan pengawetan secara kimia. Syarat zat pengawet adalah mampu membunuh kontaminan mikroorganisme, tidak toksik atau menyebabkan iritasi pada pengguna, stabil dan aktif, serta selektif dan tidak bereaksi dengan bahan.
Oleh karena itu tujuan dari praktikum ini untuk mempelajari cara pengujian efektivitas senyawa antimikroba dari bahan pengawet alami. Bahan antimikroba berfungsi untuk mematikan, merusak, menghambat pertumbuhan dari mikroba. Antimikroba bekerja dengan cara merusak dinding sel atau merusak protein dari mikroba sehingga mikroba tersebut mati. Bahan antimikroba bekerja dengan beberapa mekanisme yaitu membunuh dirinya sendiri, mempertahankan hidupnya, dan melawan bakteri lain.
Resisten atau (R) adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti mikroba atau antibiotik tertentu atau zat yang tidak bisa menjadi antimikroba. Resisten dapat berupa resisten alamiah, resisten karena adaya mutasi spontan (resisten kromonal) dan resisten karena terjadinya pemindahan gen yang resisten (resistensi ekstrakrosomal) atau dapat dikatakan bahwa suatu mikroorganisme dapat resisten terhadap obat-obat antimikroba, karena mekanisme genetik atau non-genetik.
Intermediet atau (I) adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari keadaan sensitif ke keadaan yang resisten tetapi tidak resisten sepenuhnya. Pada keadaan ini antimikroba tidak dapat membunuh mikroba secara langsung.
Sensitif atau (S) adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya hambat terhadap mikroba. Pada keadaan ini antimikroba dapat membunuh mikroba. Berdasarkan pembelajaran Resistant (R) memiliki rentang <6mm, Intermediet (I) 7-10mm dan Sensitive (S) memiliki rentang >10mm.
Prosedur dimulai dari suasana steril yang harus diciptakan dari awal praktikum hingga akhir praktikum dengan cara tangan dan area meja dibasahi alkohol 70%. Selain itu, pengerjaan dilakukan di dekat api untuk mengurangi atau mencegah bakteri kontaminan menempel pada alat maupun media. Pertama-tama disiapkan cawan petri steril kemudian tuangkan media NA cair streil (45°) sebanyak ± 10-15 mL. NA merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Kemudian selanjutnya cawan petri dan didiamkan beberapa saat sampai media agar membeku. Direndam paper-disc dalam larutan antimikroba beberapa saat hingga paper-disc tersebut tenggelam pada larutan antimikroba. Paper-disc merupakan medium untuk antimikroba. Selanjutnya dicelupkan swab kapas steril ke dalam larutan kultur mikroba, lalu disapukan ke atas permukaan lempeng media NA yang terdapat pada cawan petri secara perlahan dan merata. Dibiarkan kultur meresap dan mengering selama ± 10 menit hal ini bertujuan agar Escherichia coli dapat beradaptasi, berkembang biak dan melakukan kontak dengan medium NA.
Selanjutnya diambil paper-disc yang sudah direndam dalam larutan antimikroba dengan menggunakan pinset steril, penggunaan pinset bertujuan untuk menghindari adanya lemak apabila tangan menyentuh kertas cakram secara langsung, sehingga akan mempengaruhi perkembangan diameter. Kemudian ditempatkan di atas permukaan lempeng agar cawan petri tepatnya ditengah-tengah, sedikit ditekan supaya menempel. Paper-disc yang dicelupkan pada bahan uji sebaiknya tidak terlalu basah karena cairan bahan uji dapat menetes pada media agar sebelum paper-disc diletakkan. Selain itu, ketika paper-disc yang terlalu basah diletakkan pada media agar, cairan bahan uji bisa meluber sehingga memengaruhi zona kerja bahan antimikroba tersebut. Ditutup cawan petri secara normal dan tidak perlu disimpan secara terbalik karena didalam cawan petri tersebut terdapat paper-disc dimana apabila disimpan terbalik makan paper-disc tersebut dapat saja jatuh pada tutup cawan petri sehingga dapat mempengaruhi proses pengamatan. Setelah itu diinkubasi cawan pada suhu 37°C selama 2 hari, suhu 37°C merupakan suhu optimal untuk suatu bakteri tumbuh dan berkembang biak. Setelah di inkubasi, diamati dan dicatat adanya zona bening di sekitar paper-disc dan diukur luasnya menggunakan penggaris hingga millimeter terdekat. Dihitung masing-masing d1 (Horizontal), d2 (Vertikal) dan d3 (Miring) sepanjang zona terang yang terbentuk saja untuk mengetahui spektrum kerjanya. Kemudian jumlahkan dan cari rata-ratanya, setelah diamati maka praktikan dapat menggolongkan apalah antimikroba yang diamati tergolong senyawa resisten (R), Intermediet (I), atau Sensitif (S).
Diameter pada zona bening yang dihasilkan dari senyawa antimikroba tidaklah sama, maka dari itu dihitung diameter mayor dan minornya kemudian dikurangi diameter paper disc dan dirata-ratakan untuk mendapatkan hasilnya. Media dan koloni bakteri yang dipakai kali ini yaitu NA dan E. coli tidak begitu menampakkan perbedaan yang jelas bagian yang ditumbuhi bakteri dan zona beningnya sehingga untuk pengamatannya cukup sulit karena perbedaannya sangat tipis. Selain itu waktu inkubasi kurang lama yaitu hanya sekitar 1 hari dikarenakan keesokan harinya libur, seharusnya cawan petri diinkubasi selama 2 hari sehingga pertumbuhan E. coli lebih optimal dan dapat lebih terlihat antara pertumbuhan bakteri E. coli dengan zona beningnya.
Selain itu media yang digunakan seharusnya Muller Hilton Agar (MHA) bukan Nutrient Agar (NA), jika menggunakan MHA penampakannya akan lebih jelas. NA setelah beku warnanya buram, ditambah lagi bakterinya yaitu E. coli yang buram juga sehingga terlihat hampir sama warnanya jadi tidak terlalu terlihat perbedaan sehingga pengamatannya lebih sulit. Lama perendaman paper-disc juga sebentar sedangkan bakteri yang tumbuh banyak, konsentrasi dan jumlah antimikrobanya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali sehingga tidak terbentuk zona bening pada beberapa sampel karena bakteri E. coli lebih kuat dibanding senyawa antimikrobanya. Beberapa sampel juga tidak murni yaitu berupa bubuk yang tentu kandungan zat aktif didalamnya lebih sedikit dibandingkan bahan yang segar sehingga zona beningnya juga tidak terbentuk.


V. KESIMPULAN
     
    Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
- Pengujian aktivitas mikroba yang dilakukan melalui metode Kirby Bauer.
- Media yang digunakan adalah NA dan bakteri yang ditumbuhkan adalah E. coli.
- Beberapa senyawa antimikroba pada praktikum kali ini mendapatkan hasil Resistant (R) yaitu memiliki zona bening kurang dari 6 mm yaitu jahe segar, lengkuas segar, jahe bubuk, kunyit segar, bawang putih, daun sirih, lemon dan bubuk pala.
- Ketumbar bubuk memiliki zona bening 8.75mm yang termasuk ke dalam kelompok Intermediet (I).
- Senyawa antimikroba yang tergolong dalam kelompok yang Sensitif (S) yaitu amoxilin dan lada bubuk.
- Waktu inkubasi kurang lama, yang seharusnya 2 hari menjadi 1 hari, sehingga pertumbuhan E. coli tidak optimal dan senyawa antimikroba tidak menghasilkan zona bening.
- Media yang digunakan seharusnya Muller Hilton Agar (MHA) bukan Nutrient Agar (NA), sehingga pengamatan zona beningnya lebih sulit karena warna antara zona bening dan media yang ditumbuhi E. coli hampir sama. 


DAFTAR PUSTAKA
Cappuccino, J. S. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. Inc.California: The Benjamin/Cummings Publishing .
Djide M, N. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Makassar: Universitas Hasanuddin
Harmita dan Radji, Maksum. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Ed. 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Kee, Joyce L. dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Maksum, R. 2002. Buku Ajar Mikrobiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Widjajanti, U. 1996. Obat-Obatan. Yogyakarta: Kanisius.


JAWABAN PERTANYAAN

1.    Seberapa besar efektifitas ekstrak kunyit sebagai antimikroba alami bila dibandingkan dengan Penicilin?
Lebih kuat Penicilin sebagai antimikroba dibandingkan ekstrak kunyit dari data 48 jam dengan metode Kirby-Bauer didapatkan zona bening pada ekstrak kunyit 8.75mm sedangkan pada Penicilin sebesar 16.5mm.
Sumber:    Hidayati, Ernin dkk. 2002. Isolasi Enterobacteriaceae Patogen dari                       Makanan Berbumbu dan Tidak Berbumbu Kunyit (Curcuma longa L.) serta Uji Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma longa L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri yang Diisolasi. Bandung: FMIPA ITB.
2.  Diskusikan kesulitan-kesulitan yang dialami saat menguji efektivitas antimikroba dengan menggunakan metode Kirby-Bauer
Kesulitan yang dialami saat menguji efektivitas antimikroba dengan    menggunakan metode Kirby-Bauer yaitu saat meletakkan paper-disc yang    harus hati-hati agar tidak terletak ditempat yang tidak diinginkan, karena sekali tersentuk oleh media agar, paper-disc tidak boleh dipindahkan atau pun digeser kembali. Selain itu saat menunggu agarnya beku cukup lama dan saat swab bagian agarnya ada yang rusak saat diswab.

PDFnya disini atau ini
Kalau linknya bermasalah bisa komen di bawah atau kontak aku di ig ya

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.