Sistem Dispersi Pangan


 ABSTRACT

 

           The food dispersion system is a discrete particle system in a continuous phase. The purpose of this practuce is to know the food dispersion system with both the dispersant phase and the dispersed phase, knowing the emulsion type O / W and W / O and knowing the influence of emulsifying agent. Based on the results of the practicum found sugars and salt soluble in water, tapioca starch in water produces a rough dispersion, skim milk with water forming colloidal sol system, egg white with air forming colloidal system of foam, sugar with gas to form arum manis with solid colloidal foam system, and oil with water forms a colloidal emulsion system. Emulsion stability in CMC is bigger than gum arab. The emulsion stability with the yolk is rapidly dissolved compared to the detergent, while the salt and pepper are not emulsifiers. Salad dressing and mayonaise is an oil in water emulsion system while margarine, butter and milk are water-in-oil emulsion systems. The relative stability of coconut milk is highest in coconut milk> coconut milk powder> fresh coconut milk.

Keywords: colloidal, emulsion, emulsifier, food dipersion system


PENDAHULUAN

         

            Sistem dispersi pangan adalah sistem partikel diskrit dalam fase kontinyu (cairan) (Fennema, 1996). Fase terdispersi dapat berupa kristal bahan padat yang amorf, fragmen-fragmen sel, sel utuh, tetesan dari suatu cairan ataupun gas (deMan, 1997). Umumnya, sistem dispersi digolongkan menjadi tiga, yaitu dispersi molekular atau biasa disebut larutan, dispersi koloidal dan dispersi kasar (Martin, 2008).

          Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi. Bila suatu bahan berada dalam keadaan subdifisi ini. Bahan itu memperagakan sifat-sifat yang menarik dan penting yang tidak merupakan ciri dari bahan dalam agregat yang lebih besar (Keenan, 1984).

          Baik zat terdispersi maupun pendispersi dapat berbentuk gas, cairan ataupun padatan (kecuali keduanya berbentuk gas, karena molekul gas tidaklah sebesar koloid), berikut jenis-jenis dari koloid:

1.         Sol (Fase terdispersi padat)

a)   Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat. Contoh: paduan logam, gelas warna, intan hitam.

b)  Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair. Contoh: cat, tinta, tepung dalam air.

c)   Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas. Contoh: debu di udara, asap pembakaran.

2.         Emulsi (Fase terdispersi cair)

a)   Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat. Contoh: jelly, keju, mentega, nasi.

b)  Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair. Contoh: susu, mayonais, krim tangan.

c)   Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Contoh: hairspray, obat nyamuk.

3.         Buih (Fase terdispersi gas)

a)   Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat. Contoh: batu apung, marshmallow, karet busa, styrofoam.

b)  Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair. Contoh: putih telor yang dikocok, busa sabun.

(Brady, 1986).

Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonik. Pada bagian emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butiir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air (Winarno, 2002).

          Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).

          Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).

          Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui sistem dispersi pangan dengan baik itu fase pendispersi maupun fase terdispersinya, mengetahui jenis emulsi O/W dan W/O dan mengetahui pengaruh zat pengemulsi.

 

BAHAN DAN METODE

 

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain beaker glass, cover glass, garpu, gelas, gelas ukur, hot plate, kaca objek, mikroskop, mixer, penangas air, rak tabung reaksi, sendok makan, sendok teh, spatula, stopwatch, dan tabung reaksi.

            Bahan yang digunakan antara lain  air, akuades, arum manis, asam asetat, CMC, detergen, garam, gula, gum arab, larutan sudan, margarin, mayonaise mentega, merica, methylene blue salad dressing, sodium-calsium alginate, santan bubuk, santan kara, santan kelapa, susu skim, susu UHT, tapioka, telur dan xanthan.

 

Larutan

          Diambil 1 sendok makan gula atau garam dan dimasukkan wadah yang berisi air kemudian diaduk dan diamati warna, kejernihan serta homogenitasnya.

 

Dispersi Kasar

          Diambil 1 sendok teh tapioka dan dimasukkan wadah yang berisi air kemudian diaduk dan diamati. Larutan tadi selanjutnya didiamkan 5 menit dan diamati kembali, lalu diaduk dan diamati larutannya.

 

Sol

            Diambil 1 sendok makan susu skim dan diamati, lalu dimasukkan ke dalam 1 gelas air hangat      dan diaduk. Setelah dilarutkan diamati kembali larutannya.

 

Busa

          Disiapkan putih telur dengan memisahkannya dengan kuning telur. Putih telur tadi dikocok menggunakan garpu dan mixer, kemudian diamati busa yang terbentuk dari masing-masing alat.

 

Emulsi

Disiapkan 3 butir telur dan dipisahkan antara putih dan kuningnya. Ditakar 50 mL minyak, diamati dan ditakar air sebanyak 150 mL. Minyak dimasukkan ke dalam air, diaduk kemudian diamati. Satu sendok teh kuning telur dimasukkan ke dalam campuran tersebut, diaduk dan diamati perubahannya.

 

Busa Padat

Diamati sampel arum manis.

 

Pengaruh Pemanasan

            10 gram margarin/mentega dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dimasukkan ke dalam penangas air. Diamati setiap perubahannya dan dicatat waktu pelelehannya.

 

Kestabilan Emulsi

          Disiapkan 3 tabung reaksi dandiberi tanda sampai volume 5 mL. Masing-masing tabung dituangkan 5 mL air, 5 mL sodium-calsium alginate dan 0,5% xanthan. Ditambahkan sampel dan minyak sayur pada masing-masing tabung dan dikocok tabung reaksi selama 30 detik. Dicatat waktu yang dibutuhkan untuk pemisahan air dan minyak.

 

Stabilitas Zat Pengemulsi

Disiapkan 4 tabung reaksi dan ditambahkan pada masing-masing tabung 3 mL minyak dan 3 mL asam asetat. Garam, merica, detergen dan kuning telur dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian tabung reaksi dikocok. Tabung reaksi disimpan dalam raknya dan kemudian diamati kecepatan masing-masing emulsi menjadi dua lapisan.

 

Menentukan Jenis Emulsi

     Dibuat campuran methylen blue dan sudan III (50:50). Diletakkan sejumlah kecil sampel pada kaca objek dan diteteskan pewarna diatas kemudian ditutup dengan cover glass. Diamati dibawah mikroskop dan diidentifikasi jenis emulsinya.

 

Stabilitas Relatif Santan Kelapa

          Disaring santan kelapa untuk memisahkan impurities yang tercampur didalamnya. Dimasukkan 10 mL santan ke dalam tabung reaksi dan disimpan selama 1 minggu. Volume krim yang memisah dihitung berdasarkan perhitungan volume, yaitu luas permukaan tabung dikalikan dengan tinggi krim (A). Stabilitas santan dapat dihitung dengan cara:



HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Larutan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Larutan

Sampel

Larutan

Kejernihan

Homogeni
tas

Garam

Bening

Jernih

Homogen

Gula

Bening

Jernih

Homogen

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Larutan (dispersi molekul) merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Sistem ini sifatnya homogen, partikelnya tidak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra. Selain itu semua partikelnya memiliki dimensi kurang dari 1 nm. Sifat lain dari larutan yang dapat diamati adalah tak dapat disaring. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solute, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solvent (Winarno, 2002). Larutan garam dan gula yang dibuat dalam hal ini berdasarkan literatur diatas, gula dan garam merupakan zat terlarut dan air merupakan pelarutnya karena jumlah air lebih banyak dari gula/garam.

 

Dispersi Kasar

Tabel 2. Hasil Pengamatan Dispersi Kasar

Sampel

Sebelum

Setelah 5’

Setelah diaduk

Tapioka

Warna putih, larut, keruh, tidak ada endapan

Warna putih,  ada endapan, keruh, terpisah antara air dan endapan

Warna putih, larut, keruh, tidak ada endapan

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Dispersi kasar sering disebut juga sebagai suspensi. Suspensi merupakan campuran heterogen antara fasa terdispersi dengan medium pendispersi. Fasa terdispersi dengan medium pendispersi. Fasa terdispersi biasanya berupa padatan sedangkan medium pendispersi zat cair. Oleh karena dispersi kasar merupakan campuran heterogen, maka antara fasa terdispersi dengan medium pendispersi dapat dibedakan dengan jelas. Dispersi kasar mengandung partikel lebih besar dari 100 nm dalam suatu fase kontinyu. Keadaan suspensi partikel-partikel bahan tersebut berukuran besar atau kompleks sehingga tidak dapat larut dan tidak dapat membentuk koloid (deMan, 1997). Suspensi kanji yang terbentuk, terbentuk setelah 5 menit karena terdapat endapan dan terpisah dengan jelas antara endapan dan airnya.

 

Sol

Tabel 3. Hasil Pegamatan Sol

Sampel

Karakteristik Fisik

Kejer
nihan

Homo
genitas

Susu Skim

Sebelum dilarutkan

Putih, kusam, halus

-

-

Setelah dilarutkan

Putih, larut

Keruh

++

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Sol adalah salah satu jenis dispersi koloid yang merupakan campuran yang berada antara larutan sejati dengan suspensi (partikel padat berukuran 1-100 nm). Sol mempunyai fase pendispersi padat dan fase terdispersi cair atau sebaliknya (deMan, 1997).  

          Sampel susu tampak homogen jika dilihat tanpa mikroskop, tetapi dengan menggunakan mikroskop tampak adanya partikel-partikel fase terdispersi.  Berdasarkan sistem dispersinya, suatu koloid tampak seperti suspensi. Secara fisik tampak seperti larutan sehingga sering juga disebut dengan istilah suspensi homogen. Saat ditambahkan air dan diaduk susu menjadi larut, karena susu mendapat dorongan sehingga dapat memecah partikel-partikel dalam air sehingga membentuk larutan. Sementara jika tidak diaduk dan dibiarkan akan terjadi pemisahan larutan menjadi tidak homogen. Namun ketika didiamkan larutan susu tersebut tetap homogen. Selain itu protein dari susu akan membentuk dispersi koloidal yang membuat susu tercampur dengan air.

         

Busa

Tabel 4. Hasil Pengamatan Busa

Pengamatan

Garpu

Mixer

Kecepatan Pembentukan Busa

Lambat

Cepat

Warna

Putih + +

Putih +

Tekstur

Kental + +

Kental +

Ukuran busa

Besar

Kecil

Gambar

Molekulnya renggang

Molekulnya rapat

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Busa adalah sistem dispersi dengan fase terdispersi gas dan fase kontinyu cair. Gas yang terdispersi biasanya akan terperangkap di dalam zat cair. Foam atau busa pada dasarnya sangat mirip dengan emulsi o/w (oil in water). Keduanya adalah dispersi dari cairan hidrofobik. Perbedaan busa dengan emulsi o/w adalah adanya gelembung pada busa, sedangkan pada emulsi o/w tidak terdapat gelembung (deMan, 1997).

          Busa terbentuk karena putih telur sebagai fase pendispersi akan membentuk lapisan yang berfungsi sebagai penangkap udara saat dikocok. Pengocokan pada putih telur menyebabkan gelembung udara terperangkap dalam albumen cair kemudian mengembang dan membentuk busa, semakin banyak udara yang terperangkap maka busa yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya. Kestabilan busa ditentukan oleh kandungan ovomucin yang merupakan salah satu komponen dari putih telur (Muchtadi, 2008). Busa lebih baik dikocok dengan menggunakan mixer selain molekulnya yang lebih padat juga lebih cepat pengerjaannya dibandingkan menggunakan garpu.

 

Emulsi

Tabel 5. Hasil Pengamatan Emulsi

Sampel

Karakteristik

Minyak

Warna kuning

Minyak + air

Tidak larut, 2 fase, warna bening dan kuning

Minyak + air + aduk

Tidak larut, ada gelembung minyak

Minyak + air + kuning telur

Larut, ada gelembung minyak

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonik. Pada bagian emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butiir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air (Winarno, 2002).

Emulsi adalah suspensi yang stabil dari suatu bahan cair di dalam bahan cair lain, dimana bahan-bahan cair itu tidak tercampur. Kemantapan emulsi diperoleh dengan penyebaran butir sangat halus bahan cair, yang disebut fase dioperasi, menembus bahan lain, yang disebut fase tetap. Emulsi stabil apabila cairan tersebut dapat menahan tanpa mengalami perubahan, untuk waktu yang cukup lama,tanpa butir fase dispersi berkmpul satu sama lain atau mengendap (Earle, 1969).

Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur, tetapi saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda (Winarno, 2002), air dan minyak merupakan emulsi walaupun diaduk kedua cairan ini tidak akan bercampur. Agar kedua cairan ini bercampur dibutuhkan pengemulsi. Kuning telur merupakan pengemulsi karena mempunyai gugus polar dan non polar. Gugus polar mengikat air dan gugus non polar mengikar minyak. Oleh karena itu setelah ditambahkan kuning telur, air dan minyak larut.

 

Busa Padat

Normalnya busa sel tertutup memiliki kekuatan pemampatan yang lebih tinggi. Karena lebih padat, busa sel tertutup membutuhkan lebih banyak material. Sel-sel tertutup bisa diisi dengan sebuah gas khusus yang menyediakan insulasi yang unggul. Hal ini berlawanan dengan busa sel terbuka yang akan diisi dengan apapun yang berada di sekelilinginya. Busa sel terbuka menjadi penyekat yang relatif bagus saat diisi dengan udara. Tapi jika terisi air, sifat penyekatnya akan berkurang (Tranggono dan Sutardi, 1990). Busa padat yang diamati kali ini merupakan arum manis yang diteliti dengan kaca pembesar terlihat serabut-serabutnya, material busa padat ini adalah gula karena busa padat membutuhkan lebih banyak material dibandingkan busa sel terbuka sehingga gula yang digunakan untuk membuat arum manis lebih banyak dibandingkan  busa sel terbuka.

 

Pengaruh Pemanasan

Tabel 6. Hasil Pengamatan Pengaruh Pemanasan

Sampel

Warna

Kekeruhan

Waktu Pelelehan

Margarin

Kuning
+ + +

Keruh
+ + +

63 detik

Mentega

Kuning

Keruh +

22 detik

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Berdasarkan literatur, titik leleh suatu lemak ditentukan dari banyaknya ikatan rangkap pada asam- asam lemak penyusunnya, dimana semakin banyak ikatan rangkap pada asam-asam lemak penyusunnya, maka semakin rendah titik leleh suatu lemak dan jika dibandingkan dengan sesama lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, maka semakin panjang rantai maka titik leleh semakin tinggi pada suatu lemak (Winarno, 2002).

          Margarin memiliki waktu pelelehan lebih lama dibandingkan mentega. Hal ini disebabkan margarin memiliki asam lemah tidak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan mentega sehingga  pemutusan rantai lebih lama, sehingga waktu pelelehan lebih lama juga (Winarno, 2002).

 

Kestabilan Emulsi

Tabel 7. Hasil Pengamatan Kestabilan Emulsi

Sampel

Lama Pemisahan

Akuades + minyak sayur

-

CMC + minyak sayur

2 menit

Gum arab + minyak sayur

10 detik

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya krim, dan memberikan penampilan, bau, warna dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik. Beberapa peneliti mendefinisikan ketidak stabilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya penimbunan dari fase dalam dan pemisahannya dari produk. Krim yang diakibatkan oleh flokulasi dan konsentrasi bola-bola fase dalam, kadang-kadang tidak dipertimbangkan sebagai suatu tanda ketidakpastian. Tetapi suatu emulsi adalah suatu sistem yang dinamis, dan flokulasi serta krim yang dihasilkan mengambarkan tahap-tahap potensial terhadap terjadinya penggabungan fase dalam yang sempurna. Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi adalah inversi fase, yang dapat membantu atau merusak dalam teknologi emulsi. Inversi fase meliputi perubahan tipe emulsi dari o/w menjadi w/o atau sebaliknya. Begitu terjadi inversi fase setelah pembuatan, secara logis hal ini dapat dipertimbangkan sebagai suatu pertanda dari ketidakstabilan (Martin, 2008).

          Gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula (Tranggono dkk, 1991). Gum dimurnikan melalui proses pengendapan dengan menggunakan etanol dan diikuti proses elektrodialisis (Stephen dan Churms, 1995). Menurut Imeson (1999), gum arab stabil dalam larutan asam. pH alami gum dari Acasia Senegal ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam glukoronik. Emulsifikasi dari gum arab berhubungan dengan kandungan nitrogennya (protein).  Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas.

 

Stabilitas Zat Pengemulsi

Tabel 8. Hasil Pengamatan Stabilitas Zat Pengemulsi

Sampel

Kecepatan Memecah Emulsi

Garam

- (tidak larut)

Merica

- (tidak larut)

Detergen

2’ 10” (larut)

Kuning Telur

28” (larut)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Pada bagian emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air (Winarno, 2002).

          Garam dan merica bukanlah emulsifier sehingga waktu untuk memisahnya pun sangatlah cepat karena kedua larutan tidak melarut. Detergen dan kuning telur adalah pengemulsi karena dapat melarutkan dua larutan yang sebelumnya tidak saling melarut.Dalam kuning telur terdapat lesitin yang berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat air dan lemak (Tarwotjo, 1998). Beberapa contoh aplikasi surfaktan antar lain bahan utama untuk industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, bahan emulsifier untuk sanitasi industri pangan. Selain itu surfaktan juga digunakan untuk (Supriningsih, 2010).

 

Menentukan Jenis Emulsi

Tabel 9. Hasil Pengamatan Menentukan Jenis Emulsi

Sampel

Jenis Emulsi

Warna

Salad dressing

Oil in Water

biru

Mayonaise

Oil in Water

biru

Margarin

Water in Oil

biru

Susu UHT

Water in Oil

biru

Mentega

Water in Oil

biru

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Sistem emulsi minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W) adalah sistem emulsi dengan minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi. Emulsi tersebut dapat ditemukan dalam beberapa bahan pangan yaitu mayonnaise, susu, krim dan adonan roti. Berkebalikan dengan M/A, emulsi air dalam minyak (A/M) atau water in oil (W/O) adalah emulsi dengan air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi. Jenis emulsi ini dapat ditemukan dalam produk margarin dan mentega (Winarno, 2002). Hasil praktikum sesuai dengan literatur namun pada susu seharus susu merupakan emulsi oil in water, kesalahan yang terjadi kemungkinan kesalahan pada pengamatan.

 

Stabilitas Relatif Santan Kelapa

Tabel 10. Hasil Pengamatan Stabilitas Relatif Santan Kelapa

Sampel

Stabilitas

Santan Bubuk

85 %

Santan Segar

50 %

Santan Kara

100 %

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

          Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air karena emulsifier pada santan lebih terikat atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat membantu terjadinya emulsi minyak dalam air. Pada kelapa adanya penstabil emulsi yang berupa protein kelapa, air dan minyak dapat membentuk emulsi yang stabil yaitu santan kelapa (Filiyanti , dkk, 2013). Kestabilan relatif santan dinyatakan sebagai perbandingan emulsi santan yang tersisa setelah penyimpanan dengan banyaknya emulsi sebelum penyimpanan. Kestabilan santan ditentukan dari terbentuknya krim. Semakin sedikit krim yang terbentuk stabilitas relatif santan semakin baik yakni pada santan kara karena tidak ada krim yang terbentuk.


 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum didapati gula dan garam larut dalam air, tepung tapioka dalam air menghasilkan dispersi kasar, susu skim dengan air membentuk sistem koloid sol, putih telur dengan udara membentuk sistem koloid busa, gula dengan gas membentuk arum manis dengan sistem koloid busa padat, dan minyak dengan air membentuk sistem koloid emulsi. Kestabilan emulsi pada CMC lebih besar daripada gum arab. Stabilitas emulsi dengan kuning telur cepat larut dibandingkan dengan detergen, sedangkan garam dan merica bukan pengemulsi. Salad dressing dan mayonaise merupakan sistem emulsi oil in water sedangkan margarin, mentega dan susu merupan sistem emulsi water in oil. Stabilitas relatif santan kelapa paling besar pada santan kara>santan bubuk>santan segar.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek Cetakan ke- 9. Gajah Mada University- Press, Yogyakarta.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press, Jakarta.

Brady, J.  E. 1986. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Biina Purna Aksara, Jakarta.

deMan, John. M.1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB, Bandung.

Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry Third Edition. University of Wiscorsin Madison, New York.

Filiyanti, I., D. R. Affandi, dan B. S. Amanto. 2013. Kajian Penggunaan Susu Tempe dan Ubi Jalar Ungu Sebagai Pengganti Susu Skim pada Pembuatan Es Krim Nabati Berbahan Dasar Santan Kelapa. Jurnal Teknosains Pangan. Vol 2, No 2.

Imeson, A. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher Inc., New York.

Keenan, C. W. 1984. Kimia untuk Universitas. Erlangga, Jakarta.

Martin, A. 2008. Farmasi Fisik. UI Press, Jakarta.

Muchtadi, D. 2008. Teknologi Pangan Penghasil Protein. Alfabeta, Bandung.

Stephen, A. M. and S. C. Churms. 1995. Food Polysaccarides and Their Applications. Marcell Dekker Inc., New York.

Supriningsih, Dwi. 2010. Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) sebagai surfaktan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR). Universitas Indonesia, Jakarta.

Tarwotjo C. S. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Grasindo, Jakarta.

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia, Teknologi Pasca Panen dan Gizi. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti. 1991. BahanTambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


PDFnya disini

Kalau linknya bermasalah, bisa kontak aku lewat ig

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.