Penyimpanan Daging



 

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Penyimpanan daging pada suhu ruang dan dingin.

Kel.

Hari

Wo

Wh

Warna

Tekstur

Lendir

Aroma

6

0

 

-

Merah segar

Kenyal

-

Daging segar

1

21 g

20 g

Merah gelap++

Lunak+

Berlendir+

Menyengat+

2

19 g

18 g

Merah hitam++

Keras+

Berlendir+++

Menyengat+++

7

0

12.5 g

-

Merah daging

Lunak++

-

Daging segar++

1

13 g

13 g

Merah gelap+

Kenyal++

-

Lemah+

2

12 g

17 g

Merah gelap++

Keras+

-

Lemah++

3

12 g

16 g

Merah gelap++

Keras+

-

Lemah++

4

13 g

14 g

Merah tua kehitaman

Keras++

-

Daging tidak segar

9

0

7 g

-

Merah tua

Kenyal

-

Segar

1

7 g

7 g

Merah gelap +

Kenyal++

-

Lemah+

2

7 g

8 g

Merah gelap +

Keras+

-

Lemah++

3

7 g

9 g

Merah gelap++

Keras+

-

Menyengat++

 

Tabel 2. Penyimpanan daging dengan pembekuan

Kel

Hari

Wo

Wh

Warna

Tekstur

Lendir

Aroma

 

10

0

10 g

10 g

Merah terang+++

Kenyal+++

-

Daging kuat+++

1

10 g

4 g

Merah terang++

Kenyal+++

-

Daging kuat++

2

6 g

4 g

Merah terang++

Kenyal+

-

Lemah+

3

8 g

9 g

Merah terang+

Kenyal+

-

Lemah+

4

10 g

9 g

Merah terang+

Kenyal+

-

Lemah++

 

8

0

24 g

24 g

Merah terang+++

Kenyal+++

-

Kuat+++

1

24 g

21 g

Merah terang++

Kenyal++

-

Kuat+

2

25 g

27 g

Merah terang+

Kenyal++

-

Kuat+

3

25 g

29 g

Merah terang+

Kenyal+

-

Lemah+

4

25 g

27 g

Merah pucat

Kenyal

-

Lemah++

 


4.2 Pembahasan

Praktikum yang dilakukan kali ini, dilakukan penyimpanan daging sapi pada keadaan dingin, beku, dan disimpan dalam suhu ruang. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mencuci daging dengan tujuan untuk membersihkan daging dari debu, pasir, atau kotoran yang terlihat. Setelah itu daging dipotong agar memudahkan dalam pengamatan. Daging yang sudah dipotong kemudian ditimbang pada neraca analitik, hasilnya dicatat agar dapat dibandingkan dengan hari selanjutnya. Selain berat, diamati juga warna, tekstur, aroma, dan ada tidaknya lendir pada daging. Sebelum penyimpanan, daging dibungkus dengan plastik cling wrap karena bahan ini paling baik untuk membungkus makanan asam, makanan segar, dan makanan olahan. Setelah itu, daging disimpan pada suhu ruang, keadaan dingin yang hanya dimasukkan ke dalam kulkas, dan keadaan beku yang dimasukkan ke dalam freezer. Saat akan mengamati pada daging beku, harus dilakukan thawing terlebih dahulu. Thawing pencairan daging dari keadaan beku. Thawing sering kali menyebabkan perubahan atau penurunan mutu daging -baik dari aspek mutu zat gizi, mutu sensori, mutu hygiene dan keamanan pangan, maupun mutu teknologi- lebih signifikan dibandingkan perubahan mutu selama penyimpanan beku sendiri. Oleh sebab itu, teknik thawing yang salah akan mengakibatkan penurunan mutu yang berarti, dan sebaliknya thawing yang benar juga akan menjamin mutu daging beku lebih stabil dan konsisten. Kesalahan thawing dapat mengakibatkan kehilangan cairan daging yang terlalu banyak, sehingga rendemen turun, aroma dan rasa daging jauh berkurang, struktur serat daging rusak sehingga mengakibatkan penurunan mutu tekstur (menjadi liat, misalnya), penurunan mutu teknologi, misalnya dari segi kelarutan, dan daya emulsinya. Sedangkan pada daging kontrol dan daging kondisi dingin dapat langsung diamati tanpa proses thawing.

Berdasarkan hasil pengamatan penyimpanan daging pada suhu ruang daging lebih cepat membusuk karena pada suhu ruang, mikroba yang tumbuh lebih cepat dan juga pada hari 3 karena sudah berbau busuk dan juga berbelatung sehingga dibuang. Selain itu pada suhu ruang mikroba lebih optimal tumbul dibandingkan pada suhu pendinginan dan pembekuan. Dari hasil pengamatan terdapat pula perubahan tekstur pada daging yang diakibatkan berubahnya daya ikat daging terhadap air. Hal ini mengakibatkan keempukan daging menurun. Selain itu kerusakan daging juga dapat disebabkan karena adanya aktivitas mikroba yang memecahkan protein daging (Kusnanto, 1977).

Selain perubahan aroma, terdapat pula perubahan warna daging yang semakin lama semakin pucat. Warna pada daging dapat digunakan sebagai indikator utama pada daging yang masih mentah maupun pada daging olahan. Warna pada daging segar dihasilkan oleh dua pigmen, yaitu mioglobin yang merupakan pigmen utama pada daging segar, dan hemoglobin yang terdapat dalam jumlah kecil pada daging segar. Mioglobin merupakan pigmen utama yang bertanggung jawab untuk warna daging. (Etza dkk, 2014). Akan tetapi warna daging ketika membusuk warnanya semakin gelap dan kehitaman serta berbau menyengat.

Pembusukan makanan disebabkan oleh aktivitas mikrobial pada makanan tersebut atau karena pelepasan enzim intraseluler dan ekstraseluler mikrobial pada makanan tersebut. Parameter kebusukan makanan antara lain perubahan warna, aroma (bau), tekstur, bentuk, terbentuknya lendir, terbentuknya gas, dan akumulasi cairan. Pembusukan makanan oleh mikroba terjadi lebih cepat daripada pembusukan karena enzim intraseluler dan ekstraseluler. Makanan mentah dan yang telah diproses mengandung berbagai macam kapang, khamir, dan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan menyebabkan kebusukan.  Perkembangbiakan mikroba ini menjadi sangat penting pada proses pembusukan karena bakteri memerlukan waktu yang cepat, diikuti oleh khamir dan kapang. Mikroorganisme pembusuk memperoleh kebutuhan dari makanan untuk tumbuh yang berasal dari karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat-zat ini dalam makanan bervariasi tergantung temperatur, ketersediaan air, tekanan osmose, pH, potensial oksidasi reduksi, dan tekanan atmosfer.

Selama penyimpanan suhu ruang terdapat lendir yang terbentuk pada daging disebabkan oleh produksi dekstran, eksopolisakarida atau banyaknya sel mikroba yang tumbuh. Lendir akan muncul di sekeliling permukaan daging. Berdasarkan pengamatan, lendir akan banyak terbentuk pada daging di suhu ruang karena mikroba yang dapat menempel dan tumbuh pada daging akan lebih banyak daripada daging pada kondisi beku dan dingin. Daging yang disimpan pada kondisi dingin dan secara aerob dan mengalami kebusukan, biasanya didominasi oleh bakteri Pseudomonas. Populasi bakteri Pseudomonas pada level 107-8CFU/g mengakibatkan timbulnya lendir dan bau busuk. Spesies Pseudomonas menghabiskan glukosa dan laktat daging dan mulai memetabolisme komponen nitrogen seperti asam amino (Nychas, dkk 2008). Banyak jenis bakteri yang dapat hidup pada suhu dingin penyimpanan daging, namun Pseudomonas spp. mempunyai waktu generasi yang paling cepat sehingga mendominasi populasi bakteri yang tumbuh (Ray dan Bhunia 2008).

Berdasarkan hasil pengamatan penyimpanan daging pada suhu pendinginan bobot daging ada yang tetap ada pula yang semakin lama semakin naik. Seharusnya yang terjadi adalah penurunan berat daging. Penurunan berat pada bahan pangan yang didinginkan disebabkan karena air dalam bahan pangan tersebut mengalami penguapan selama pendinginan. Pengurangan berat pada daging disebabkan oleh kelembaban relatif kurang dari 90% (Desrosier, 1969). Kenaikan berat pada daging ini dapat disebabkan karena daging tersebut menyerap air di dalam kulkas dan juga dapat disebabkan kurang telitinya timbangan, karena timbangan yang digunakan timbangan untuk memasak yang setiap penimbangan selalu berubah beratnya.

Pendinginan daging dilakukan untuk menurunkan suhu karkas/daging menjadi di bawah ±7oC dan di atas titik beku daging (-1,5oC). Tujuan pendinginan daging adalah untuk mempertahankan kesegaran daging, memperpanjang masa simpan daging, memberikan bentuk atau tekstur daging yang lebih baik, dan mengurangi kehilangan bobot daging. Dengan pendinginan, maka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging akan dihambat, serta aktivitas enzim-enzim dalam daging dan reaksi-reaksi kimia juga akan dihambat. Namun pendinginan dapat berpengaruh terhadap rasa, tekstur, dan nilai gizi serta sifat-sifat lainnya (Winarno, 1973).

Menurut Fellows (2000) penyusutan berat selama pendinginan dapat disebabkan karena kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke udara disekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Sedangkan pada produk daging penyustan berat dapat disebabkan karena terjadi kerusakan gel protein dan mengalami proses koagulasi protein, sehingga menurunkan daya ikat protein terhadap air dan air bebas di dalam daging akan lepas menuju ke udara disekitarnya yang akan hilang bersama dengan uap air. Kerusakan struktur molekul akibat pendinginan ini juga dapat menyebabkan penyusutan berat.

Berdasarkan hasil pengamatan penyimpanan daging pada suhu pembekuan ada bobot daging sapi yang naik, ada juga bobot daging yang turun. Bobot daging yang naik ini disebabkan proses thawing yang menggunakan air sehingga daging menyerap air dan bobotnya bertambah karena penyerapan air ini. Sebaiknya proses thawing dibiarkan di suhu ruang hingga esnya mencair untuk mendapatkan bobot hasil penyimpanan beku yang sebenarnya.

Pembekuan dapat menghentikan pertumbuhan mikroba. Untuk pertumbuhannya, mikroba mempunyai batas suhu minimal, untuk pertumbuhannya artinya di bawah suhu tersebut mikroba tidak akan memperbanyak diri (walaupun belum tentu mati). Umur simpan daging selama pembekuan sangat tergantung dari berbagai faktor, diantaranya adalah jenis daging, ukuran daging, mutu bahan baku, teknik pembekuan, jenis dan cara pengemasan, suhu pembekuan, dan lain-lain. Daging dengan pembekuan lambat (suhu > -18oC) umumnya umurnya kurang dari 6 bulan, dengan pembekuan sedang (suhu -18 s/d -24oC) bisa sampai 1 tahun, dan bila dengan pembekuan cepat (< -30oC), yang didukung pengemasan baik dapat mencapai 2 tahun.

Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan (Hudaya, 2008). Sehingga setelah proses pendinginan atau pembekuan sebaiknya daging langsung diolah.


V. KESIMPULAN

·   Daging yang paling cepat membusuk ada pada daging yang disimpan pada suhu ruang.

·   Penyimpanan daging yang disimpan dengan suhu rendah akan memperlambat tumbuhnya mikroorganisme.

·   Kekenyalan daging semakin hari semakin menurun.

·   Penyimpanan terbaik ada pada kondisi beku karena daya simpan yang lama.


DAFTAR PUSTAKA

 

B. Ray dan A. Bhunia. 2008. Fundamental Food Microbiology,Fourth Edition. New York.

Etza, B., dkk. 2014. Determinasi Warna Daging Curing pada Daging dan Produk Olahan Daging. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Desrosier, N. W. 1969. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah: Muchji Mulijohardjo. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Hudaya,   S.   2008.   Pengawetan   dengan   Menggunakan   Suhu   Rendah. Gramedia, Jakarta.

Kusnanto, G. 1977. Mempelajari Perubahan- Perubahan Fisika Kimia dan Mikrobiologis Daging Segar dari Sapi Bali dan Sapi Ongole Selama Penyimpanan dan Pembekuan. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Nychas,G.J.E.,P.N. Skandamis,C.C. Tassou and K.P. Koutsoumanis. 2008. Meat Spoilage During Distribution. J. Science Direct. Elsevier.78:77-89.

Winarno, F. G., dkk. 1973. Air untuk Industri Pangan. Fatameta-IPB, Bogor.


PDFnya disini

Kalau linknya bermasalah bisa kontak aku melalui ig ya

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.